OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 24 November 2017

Bagaimana Anda Tahu Jika Anda Bijak?

Bagaimana Anda Tahu Jika Anda Bijak?

Apa itu Hikmah?

Misalkan saya memberi Anda banyak potongan teka-teki untuk disatukan. Hal pertama yang Anda butuhkan adalah pengetahuan. Apa teka-teki itu? Seperti apa rupa gambar yang sudah selesai, atau apa benda di dalamnya?

Strategi Anda akan bervariasi tergantung pada pengetahuan Anda. Anda tidak akan mengikuti perintah yang sama untuk menggabungkan gajah dan pesawat ruang angkasa.

Hal berikutnya yang perlukan untuk merangkainya adalah hikmah.

Ibnu Qayyim mengatakan bahwa hikmah adalah:

“Menempatkan sesuatu di tempat yang tepat”. (448)

Hikmah diterjemahkan sebagai ‘kebijaksanaan’ dalam bahasa Indonesia. Dan apakah kebijaksanaan? Ini adalah konsep yang sangat luas sehingga mungkin sangat sulit untuk memberikan definisi tunggal. Pertimbangkan apa yang diperlukan untuk menempatkan teka-teki itu bersama-sama.

Begitu Anda memiliki pengetahuan, Anda perlu melakukan banyak langkah, dan tidak selalu dengan urutan yang sama. Ini adalah proses yang kompleks.

Anda perlu melihat masing-masing bagian secara hati-hati dan mencoba untuk memutuskan apa itu. Apakah itu bagian dari telinga gajah, atau jendela kapal ruang angkasa? Pengetahuan Anda akan berguna di sini, tapi tidak selalu begitu sederhana pilihannya. Mungkin perut si gajah yang terbalik yang Anda pegang.

Bagaimana anda tahu?

Anda tahu dari uji coba. Anda mencoba menempatkan potongan yang tampak serupa untuk melihat kecocokan. Dan Anda terus membangun pengetahuan yang didapat dari pengalaman sedikit demi sedikit. Jadi ketika seseorang datang dan mencoba memberi saran, Anda mengatakan berdasarkan pengalaman Anda:

“Itu tidak benar.”

Mereka berkata: “Kenapa?”

Anda berkata: “Saya memiliki pengalaman.”

“Tapi potongan ini terlihat benar! Lihat warna abu-abu di sini dan di sini juga? Itu sempurna.”

Dan Anda menjawab: “Sudut pandang Anda bias oleh satu warna. Saya melihat keseluruhan gambarnya. ”

Seseorang yang memiliki hikmah adalah:

1. Bebas dari semua bias. Dia tidak melihat dunia dengan filter di matanya. Dia punya wawasan yang sempurna.

Akibatnya, dia sadar akan kelemahannya sendiri dengan sangat baik, dan tidak segan untuk mengakui kekuatannya. Sama seperti Nabi Yusuf, yang di satu sisi tahu kelemahannya dalam menghadapi godaan wanita dan mencari perlindungan Allah darinya. Dan di sisi lain, dia tidak segan memberi tahu raja bahwa dia harus menunjuknya sebagai bendahara berdasarkan kemampuannya.

Orang bijak mengetahui bahwa kebajikan adalah pemberian dari Allah yang tidak disembunyikan, melainkan untuk digunakan untuk beribadah kepada-Nya.

2. Praktis. Dia bukan seorang pemimpi atau idealis. Nabi Yaqub sangat mencintai anak-anaknya yang lebih tua, tapi dia tidak idealis tentang karakter mereka. Dia tahu bahwa kecemburuan mereka terhadap adik mereka bisa membuat mereka gila. Jadi dia tidak akan membiarkan Yusuf kecil keluar bersama mereka, sampai dia terpaksa melakukannya.

Seseorang yang memiliki hikmah akan optimis, tapi jangan sampai menjadi buta.

3. Berempati. Dia memahami orang dengan baik dan pandai dalam menafsirkan ucapan. Dia tahu bahwa manusia bukan hanya makhluk rasional. Mereka memiliki emosi, bias dan kelemahan dari semua jenis. Dan dia menerima dan menghormati seseorang dengan keseluruhan paketnya. Empati adalah kebajikan kenabian yang memungkinkan Anda menjangkau hati orang-orang.

Bagaimana anda mengembangkan hikmah?

Allah ta’ala berfirman:

“Allah menganugerahkan al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang al-Qur’an dan as-Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugerahi al-Hikmah, dia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (Al-Baqarah: 269).

Hikmah adalah pemberian dari Allah. Apakah itu berarti Anda tidak dapat mencari dan menemukannya sendiri? Anda bisa, karena Allah telah mengirimkan hadiah itu kepada Anda. Anda hanya perlu mencapainya, Al Quran.

Ibnu Abbas mendefinisikan hikmah hanya sebagai pengetahuan tentang Al Quran. (Ibnu Katsir)

Dan Ibnul Qayyim mengutip definisi Mujahid dan Malik tentang hikmah:

“Ini adalah pengetahuan tentang kebenaran dan bertindak sesuai dengannya, dan kebenaran dalam ucapan dan tindakan.” Dia kemudian menjelaskan bahwa semua ini tidak mungkin dilakukan kecuali melalui pemahaman tentang Al Quran, Syariah, dan melaksanakan iman. (448)

Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalamadalah teladan kita tentang hikmah. Aisyah berkata tentang dia:

“Akhlaq Rasulullah adalah Al Quran.” (Abu Dawud 1342)

Al Quran adalah kitab pelajaran kita untuk belajar hikmah. Al Quran mengajarkan kita semua yang perlu kita ketahui tentang hal itu. Dan lagi, hikmatnya tak ada habisnya, jadi tidak akan pernah ada saat ketika kita bisa mengatakannya, ‘saya memiliki semua kebijaksanaan yang saya inginkan dari kita ini.’ Ini adalah proses belajar sepanjang hayat.

Referensi:

Tafsir Ibnu Katsir.
Ibnul Qayyim, Madarijus-Salikin.

Ditulis oleh Tabassum (penulis lepas dan mahasiswa online di Al-Salam Institute, Inggris)

Diterjemahkan dan diedit seperlunya oleh tim Muslimdaily.net.