Bahaya Kikir
10Berita , Oleh: H Karman
Kira-kira apa yang akan terjadi pada orang yang makan dan minum terus-menerus, tapi tidak pernah buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK)? Atau apa yang akan terjadi jika di depan rumah ada parit kecil, tapi airnya tergenang, tidak mengalir?
Bahaya serius akan menimpa orang yang makan dan minum terus, tapi tidak BAB dan BAK. Ia akan sakit, mulai sakit ringan sampai yang berat. Sedangkan air tergenang, ia akan menjadi sumber penyakit. Sejernih apa pun air, jika tergenang ia akan menjadi sumber penyakit. Seperti sumber penyakit demam berdarah nyamuk Aedes Aegypti, ia tidak bisa hidup kecuali di air tergenang yang jernih.
Hal yang sama akan terjadi pada orang mencari harta terus-menerus dan mengumpulkannya, tapi tidak pernah dibagikan sebagiannya. Ia akan ditimpa penyakit berbahaya, yaitu "kikir" atau "bakhil". Penyakit ini tidak hanya berbahaya bagi akhirat, tapi juga bagi dunia. Tidak hanya berbahaya bagi diri sendiri, tapi juga bagi keluarga dan masyarakat.
Allah SWT menegaskan, "Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat" (QS Ali Imran: 180).
Dalam sebuah hadis Nabi SAW menjelaskan, "Dan jauhilah oleh kalian sifat kikir, karena kikir telah mencelakakan umat sebelum kalian, yang mendorong mereka untuk menumpahkan darah dan menghalalkan apa-apa yang diharamkan bagi mereka” (HR Muslim).
Harta halal adalah salah satu alasan orang kikir enggan berbagi. Ia beranggapan bahwa harta halal yang dimilikinya sudah bersih sehingga tidak perlu lagi dikeluarkan infak atau zakatnya. Padahal, menurut Alquran, pada harta halal ada hak yang sudah ditentukan milik orang lain, yaitu orang-orang miskin yang meminta-minta dan orang tidak berpunya, tapi tidak pernah meminta karena memelihara kehormatan dirinya (QS al-Ma’arij [70]: 24-25). Adapun pada harta haram, tidak ada kewajiban berinfak, tapi yang ada hanya kewajiban untuk mengembalikan kepada yang berhaknya.
Harta halal itu ibarat air sumur yang jernih. Walaupun kelihatan jernih, sebenarnya pada air sumur itu terdapat kotoran berupa lumut. Hal tersebut terlihat ketika air sumur sudah dimasukan ke dalam bak. Dalam rentang waktu tertentu lumut-lumut tersebut akan terlihat menempel di dinding bak.
Dan jika air yang berada di dalam sumur tidak ditimba, lumutnya akan mengendap dan pada gilirannya dapat menutup lubang air. Akibatnya, air tidak bisa keluar dan sumur menjadi kering.
Demikian juga dengan harta halal yang kita miliki. Di dalamnya masih ada kotoran berupa hak orang lain. Jika kotoran ini ditahan, tidak disalurkan kepada yang berhak, ia akan menghalangi rahmat dan berkah Allah. Akibatnya harta yang dimiliki bukannya mendatangkan kemudahan, malah sebaliknya akan banyak mengundang kesusahan.
Sebagaimana firman–Nya, "Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar” (QS al-Lail [92]: 8-10). Wallahu a'lam.
Sumber : Republika.co.id