OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 24 November 2017

Kawan atau Lawan?

Kawan atau Lawan?



Oleh: Sri Indrianti (Ibu Rumah Tangga tinggal di Tulungagung)

Saat ini kita memasuki era baru.  Pada era baru seringkali kita menemui kondisi yang membuat kaum muslimin mengalami kebingungan.  Bingung karena kaum muslimin tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

Bingung karena bercampur antara yang halal dan yang haram. Bahkan yang ironis umat Islam sulit membedakan mana kawan dan mana yang lawan. Miris sekali.  Padahal Islam itu jelas dan tegas. Jangan berharap ada abu-abu dalam Islam karena  yang ada hanya hitam dan putih. Lalu kenapa sampai terjadi hal seperti ini  ? Semuanya serba tidak jelas dan tidak karuan.

Wajar jika ada di antara kaum muslimin yang menjadi bingung   melihat kondisi yang terjadi di negeri tercinta saat ini.  Sebagai orang awampun mungkin kita sudah gerah dan jengah melihat tingkah polah orang-orang yang menggunakan jubah agama namun tidak menunjukkan etika dan adab orang yang berilmu.  

Bahkan mereka berani memelintir ayat-ayat di dalam kitabullah demi segenggam  kepuasan dunia.  Sebenarnya  bagi  masyarakat awam yang benar-benar menggunakan  logika dan akal sehatnya serta mendengarkan hati nurani, mereka mampu mendeteksi mana orang-orang yang memang ikhlas dan benar.   Karena  sejatinya masyarakat masih memiliki perasaan Islam namun terpendam cukup dalam akibat Sekulerisme.

Lalu siapa umat Islam yang kebingungan ? Yaitu umat Islam yang tidak mau menggunakan logika, akal sehatnya, dan tidak mau mendengarkan hati nurani mereka. Mereka mengubur dalam-dalam perasaan Islam yang sejatinya ada dalam diri mereka.  Mereka menjadi orang yang pragmatis yaitu orang-orang yang pasrah menerima keadaan walaupun terbersit di dalam dirinya menentang apa  yang terjadi.  

Kita sebagai umat Islam seharusnya menggunakan anugerah akal yang diberikan Allah untuk benar-benar berpikir sembari dipadukan dengan panduan yang ada di dalam Al-quran. Sehingga kita bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah.  Bukankah kita kelak juga akan dimintai pertanggungjawaban atas seluruh perbuatan yang kita lakukan di dunia ? Tentu kita semua ingin perbuatan yang selama ini kita lakukan di dunia mendapat ridho dari Allah yang insya allah akan menyelamatkan kita di hari pembalasan.

Umat Islam itu ibarat raksasa tidur yaitu jumlahnya banyak  dan memiliki kekuatan namun tidak berupaya sedikitpun. Tentu saja menjadi sia-sia karena jumlah dan kekuatan yang dimiliki lenyap begitu saja. Kafir penjajah menyadari betul  kondisi umat Islam yang menjadi “Raksasa Tidur”. Sehingga mereka berupaya sekuat tenaga agar raksasa tidak lekas bangun. Karena jika “raksasa” bangun maka akan mengancam kedudukan mereka sebagai kafir penjajah.

Cara cukup cerdik yang digunakan kafir penjajah untuk menjaga  agar “raksasa” tetap tidur yaitu ibarat  pepatah jawa “Nggepuk Nyilih Tangan”.  Sejatinya kafir penjajah yang memukul kaum muslimin namun mereka  tidak menggunakan tangan mereka melainkan alat lain. Dan alat itu berupa kaum muslimin. 

Jelasnya, kafir penjajah membenturkan antara kaum muslimin yang satu dengan kaum muslimin yang lain  dan memecah belah di antara kaum muslimin itu sendiri.  Pembubaran pengajian adalah contohnya. Timbul pertanyaan besar di antara masyarakat sebenarnya mana yang benar dan mana yang salah?

Mengapa aktivitas yang benar yaitu untuk memberikan edukasi Islam justru tidak dikehendaki oleh sekelompok kaum muslimin ? Dan mungkin ada yang bertanya dimana letak kesalahannya mengadakan pengajian? Sementara aktivitas maksiat semacam konser dangdut senantiasa berjalan lancar sampai akhir ?

Sesuatu yang lucu dan aneh justru di negeri dengan kaum muslimin terbesar di dunia ini justru terkenal dengan track record seringnya pengajian dibubarkan dengan alasan yang terkesan dibuat-buat.  Dengan dalih menjaga NKRI mereka yang statusnya juga kaum muslimin menghalangi sampainya dakwah Islam yang benar ke masyarakat. 

Dengan dalih Pancasilais mereka tidak punya adab terhadap sesama kaum muslimin dan bahkan terhadap ulama. Dan juga dengan dalih toleransi mereka justru bangga mengamankan umat beragama lain menjalankan ibadahnya. Sangat miris dan membuat hati kaum muslimin teriris. Mereka tidak bisa lagi membedakan mana kawan dan mana lawan hanya karena kekuasaan dunia. Kawan mereka tikam  layaknya musuh sedangkan lawan mereka puja dan bela sampai mati. Akal dan hati nurani sudah tertutup dengan segelintir gemerlap  dunia.

Ya Allah sejatinya kaum muslimin itu bersaudara. Akidah Islam yang membuat ikatan itu kuat dan kokoh. Gambaran ikatan di antara kaum muslimin ibarat satu tubuh. Dimana jika ada salah satu bagian tubuh yang sakit maka bagian tubuh yang lain ikut merasakannya. Namun kini kaum muslimin bercerai berai.

Benarlah bawa kaum muslimin ibarat buih di lautan yang jumlahnya banyak namun sangat lemah. Sayang sekali. Padahal sejatinya kaum muslimin itu memiliki kekuatan yang luar biasa seandainya mau bersatu. Salah satu contoh ketika Aksi Bela islam III  berkumpul kurang lebih 7 juta kaum muslimin Indonesia dari berbagai daerah di kawasan monas untuk menuntut penista Alquran dihukum. Yang menggerakkan mereka adalah kesatuan akidah dan kesatuan perasaan Islam.

Itulah yang sangat ditakuti kafir penjajah. Semoga cita-cita besar kaum muslimin untuk bisa bersatu dalam naungan Islam segera terwujud. [syahid/]

Sumber :voa-islam.com