OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 10 November 2017

Menjadi Mutiara Umat

Menjadi Mutiara Umat


Oleh: Siti Maisaroh

Mengawali dari ungkapan seorang Edmund Burke bahwa, “Satu-satunya cara untuk membuat kejahatan menang adalah orang baik tidak usah berbuat apa-apa.”

Kita semua tentu tidak membutakan mata dari fakta-fakta berupa bencana yang ditimbulkan oleh system Kapitalis yang diterapkan dinegeri ini. System yang dirancang oleh manusia (mahluk) yang secara langsung menjauhkan manusia itu sendiri dari Tuhannya (Pencipta).

Keadaan masyarakat yang kian materialistik. Generasi muda juga kian kebablasan gak punya tujuan. Kian jauhnya nilai-nilai Islam dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat. Nampaknya, aturan Islam hanya dipakai untuk mengatur ibadah mahdhah. Sedangkan untuk urusan muamalah, seperti pendidikan, ekonomi, social, sampai politik tidak lagi menggunakan aturan Islam.

Hingga wajar jika kaum Muslim banyak yang terbelenggu dengan rasa bosan bahkan putus asa untuk mengajak saudaranya kembali kejalan yang lurus (Islam). Putus asa dan pengecut menjadi kolaborasi rasa yang mengkristal didalam benak masyarakat Muslim.

Padahal Allah swt. berfirman, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Ali Imran: 110).

Rasanya tak ada alasan bagi kita untuk tidak turut andil dalam menyampaikan kebenaran. Sekecil apapun peranan itu. Karena dakwah adalah tugas seluruh kaum Muslim. Merekalah ‘Mutiara Umat’, begitu seorang pemikir Islam yakni Syaikh Taqi Yuddin an Nabanni dalam bukunya Pembentukan Partai Politik menjulukinya. 

Mereka yang tidak mengasingkan diri dari masyarakat, tetapi hadir kepada permasalahan mereka dengan solusi Islam. Karena bagaimana mungkin, kita mengaku cinta pada Allah dan RasulNya, ketika melihat kemungkaran jelas nyata terjadi didepan kita, kita justru mendukung dengan reaksi ‘diam’, membiarkan manusia fasik menggantikan hukum Allah dengan hukum buatan tangan-tangan mereka. Bagaimana mungkin kita bisa nyaman, mengaku sayang pada saudara kita tetapi masih membiarkan mereka terpuruk dalam kubangan maksiat.

Padahal masyarakat butuh pencerahan, setidaknya mereka tahu kalau sedang hidup di system yang tidak Islami yang menjadikan kewajibannya sebagai seorang Muslim tidak dapat tertunaikan dengan sempurna.

Imam Syahid Hasan al-Banna juga mengungkapkan bahwa “Kitab yang tergeletak diperpustakaan, tidak banyak yang membacanya. Adapun seorang Muslim, ia adalah kitab yang terbuka. Semua orang membacanya. Kemanapun ia pergi, ia adalah dakwah yang berjalan.”

Mereka tidak sanggup membersihkan diri dalam pertaubatan tanpa berinteraksi dan mengajak serta saudara yang lain untuk bersamanya. Mereka tidak mengasingkan diri dari masyarakat yang rusak (jauh dari Islam) lalu sibuk dalam kesholehan diri sendiri. Mereka tidak akan bisa tidur nyenyak jika lingkungan sekitarnya menjadi tempat maksiat. Kesadaran penuh dalam diri mereka bahwa tidak boleh diam terhadap kedzoliman dan kemaksiatan. Perhatiannya tertuju pada kondisi kaum Muslim (umatnya Rasulullah).

“Salah satu kategori sabar yang paling agung adalah sabar dalam berinteraksi dengan masyarakat serta memikul (beban) dari hal-hal yang menyakitkan (akibat interaksi tersebut).” (Imam Al –Hafidza Al-Munawi).

Mereka selalu memotifasi diri dengan pesan-pesan Illahi Robbi, juga mengenang kembali bagaimana dulu para Nabi menjalani jalan juang dakwah ini. Sebagaimana Rasulullah saw, teladan terbaik menjadikan jalan dakwah sebagai jalan hidup sekaligus jalan kematian. Dengan kata lain, beliau hidup dan mati adalah untuk dakwah. Olehnya, kita harus meningkatkan cara berfikir yang dapat menuju kebangkitan hakiki (Islami).

Ada beberapa tahap yang bisa kita jadikan jalan untuk meniti kebangkitan yang hakiki. Dalam kitab an-Nahdhah (hal. 132-155), karya Ustadz Hafidz Shalih, dijelaskan sebagai berikut: Pertama, setiap Muslim harus sadar akan tugasnya sebagai pengemban dakwah (lihat QS an-Nahl: 125).

Kedua, harus memahami Islam sebagai sebuah mabda (ideologi) yang harus dijadikan sebagai pedoman (aturan) hidup. Karena Islam gak hanya berisi aturan sholat, zakat dan puasa saja. Tapi sekaligus mengatur masalah ekonomi, pendidikan, hukum, peradilan, pemerintahan, politik, pergaulan, dsb (lihat QS al Baqarah: 208). Ketiga,  kaum Muslim harus berjuang memperjuangkan Islam. Keempat, melakukan kontak pemikiran dengan umat (masyarakat). Kelima, harus jelas dalam berjuang. Artinya kita meski fokus dan membatasi mana yang pokok dan mana yang cabang (lihat QS Yusuf: 108).

Keenam, harus berani melakukan pertarungan pemikiran, melawan ide sesat yang ada di masyarakat. Berani mengatakan kalau Sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) itu adalah bagian dari kekufuran yang menimbulkan banyak kerusakan. Ketujuh, selalu tanggap (peka) dan peduli dengan perkembangan yang terjadi dimasyarakat dan berikan solusinya dengan Islam.

Kedelapan, kita harus bisa menunjukan kelemahan sistem rusak (Kapitalisme) yang tengah mengatur kehidupan masyarakat saat ini. Supaya mereka (umat) juga sadar, kalau selama ini hidup dalam lingkungan yang tidak Islami. Lalu ajak berjuang bersama kita untuk melanjutkan kehidupan Islami. Waallahu ‘alamu bishowab. [syahid/]

Sumber :voa-islam.com