MUI-ku Sayang, MUI-ku Malang...
(Menyikapi Pencabutan Sertifikasi Halal MUI)
Oleh: Firda Umayah, S.Pd
Beberapa pekan lalu, MUI (Majelis Ulama Indonesia) harus menerima kado pahit dari pemerintah karena ijin sertifikasi produk halal yang berada dalam wewenangnya harus diambil alih oleh pemerintah. Banyak kalangan yang mempertanyakan hal ini.
Pasalnya, sebagai lembaga yang menjadi representasi umat Islam di Indonesia, keberadaan sertifikasi halal MUI sangatlah berpengaruh terhadap minat dan daya beli masyarakat muslim dalam membeli segala produk makanan, obat dan kosmetik. Namun, sebagai lembaga yang berada dibawah naungan pemerintah, pihak MUI pun tidak dapat mengelak dari kebijakan ini. Sehingga, banyak kalangan yang mempertanyakan kebijakan pemerintah tersebut.
Ada apa dengan hal ini? Kita semua tahu bahwa selain mengeluarkan sertifikasi halal, MUI juga berhak mengeluarkan fatwa terhadap permasalahan umat Islam di Indonesia. Meskipun, terkadang fatwa yang dikeluarkan oleh MUI bertolak belakang dengan hukum atau kebijakan di Indonesia. Hal itu disinyalir mampu mempengaruhi pandangan umat Islam terhadap pemerintah. Termasuk pandangan terhadap menggunakan segala produk halal.
Salah satunya adalah terkait dengan pemberian vaksin campak rubella. Pada kasus ini, MUI yang juga didukung oleh Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch, Ikhsan Abdullah memandang pemerintah khususnya menteri kesehatan untuk menghentikan pemberian vaksin yang belum memiliki kepastian atas kehalalannya. Karena hal ini bertentangan dengan UU no 33 tahun 2014 tentang jaminan produk halal.
Selain itu, tak dapat dipungkiri pula bahwa ada upaya untuk menjadikan sertifikasi halal ini sebagai lahan bisnis antara para pengusaha produk makanan,obat dan kosmetik dengan pemerintah. Sebab, di era modern kapitalis ini semuanya membutuhkan dana untuk bisa mendapatkan ijin berdiri dan beredarnya sebuah produk. Terlebih lagi, masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim sangat memperhatikan status halal yang dikeluarkan oleh badan resmi pemerintah dalam segala produk makanan, obat dan kosmetik.
Lantas, bagaimana kita menyikapinya? sebagai seorang muslim yang memiliki iman dan ketaatan kepada aturan Allah, maka wajib baginya hanya mengkonsumsi produk halal saja. Kita dapat yakin dengan kehalalan segala produk jika ada jaminan dari negara. Sebab, negaralah yang memiliki wewenang penuh untuk mengatur segala bahan dan produk makanan yang masuk kedalam negara.
Hanya saja, ketika negara tidak berpedoman kepada aturan Islam maka negara cenderung acuh dan membiarkan segala produk baik halal ataupun haram masuk kedalam negara. Hal ini bisa kita lihat dari maraknya produk haram yang masih bebas berkeliaran.
Sehingga, perlu ada langkah awal yang harus dibenahi ketika negara ingin menjamin kehalalan segala produk makanan, obat dan kosmetik yang ada didalam negara. Langkah tersebut dimulai dari pemastian bahan pokok yang akan diolah oleh para produsen.
Semua bahan yang hendak diolah harus dipastikan halal dan toyib. Selain itu, cara pengolahannya pun harus sesuai syariat Islam. Bahan yang hendak dikelolapun bukan milik umum. Sehingga, jika langkah awal sudah ditempuh dengan baik, maka sertifikasi halalpun bukan menjadi prioritas.
Sebab, sudah dapat dipastikan bahwa semua produk yg beredar adalah halal. Semua itu akan mudah terwujud jika suatu negara mau menerapkan sistem ekonomi Islam secara total bersamaan dengan sistem yang lainnya. [syahid/]
Sumber :voa-islam.com