Al-Ahsa, Dulu dan Kini
10Berita , JAKARTA -- Al-Ahsa ang awalnya dikenal sebagai Provinsi Hijar, Bahrain merupakan oasis terbesar di dunia. Wilayah itu telah menjadi bagian dari Kerajaan Arab Saudi. Al-Ahsa telah dihuni manusia sejak zaman prasejarah. Manusia menghuni wilayah itu, karena kaya akan sumber air.
Sejak zaman prasejarah, penduduk al-Ahsa telah hidup bertani. Rasulullah SAW, sejak masih muda, sering berkunjung ke Bahrain untuk tujuan berniaga. Tak heran, ketika bertemu dengan pemimpin Bani Abdul Qais, Nabi SAW sudah mengetahui nama-nama tempat, temasuk gaya hidup masyarakat Bahrain.
Penduduk Hijar (al-Ahsa) sudah beriman kepada ajaran Islam sejak peristiwa Futuh Makkah. Di wilayah itu pula, masjid di luar Arab pertama kali dibangun, yakni Masjid Juwatsa. Masjid itu termasuk salah satu yang bersejarah bagi umat Islam.
Pada 899 M, wilayah al-Ahsa sempat dikuasai oleh pemimpin Karmatian, bernama al-Jannabi. Menurut Cyril Glasse dalam The New Encyclopedia of Islam, Karmatian merupakan kelompok Syiah Ismaili yang berpusat di Timur Arab.
Tahun itu pula, gerakan ini memproklamirkan berdirinya sebuah negara yang merdeka dari Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad. Gerakan Karmatian mendirikan negara merdeka di wilayah al-Ahsa dengan ibu kota al-Mu’miniya, dekat Hafuf modern.
Kekuasaan Karmatian di al-Ahsa pada 1077 M digulingkan oleh Dinasti Uyuniyyah. Al-Ahsa kemudian jatuh di bawah kekuasaan dinasti Badui dari Usfuriyyah. Lalu, wilayah itu dikuasai oleh Dinasti Jabrid. Penguasa Jabrid berhasil merebut Pulau Bahrain dari para pangeran Hormuz. Penguasa Jabrid Bahrain yang terakhir adalah Muqrin ibnu Zamil.
Kekaisaran Portugis menaklukkan Kepulauan Akhir (pulau-pulau yang terdiri atas Bahrain hari ini) dari penguasa Jabrid Migrin ibnu Zamil, yang kalah dalam sebuah pertempuran pada 1521. Dinasti Jabrid berjuang untuk mempertahankan posisi mereka.
Namun, pada 1550, wilayah al-Ahsa dan Qatif berada dalam kekuasaan Kesultanan Turki Usmani pada era kepemimpinan Sultan Sulaiman I. Dinasti Turki Usmani diusir dari tanah al-Ahsa pada 1670, dan wilayah itu berada di bawah kekuasaan kepala suku Bani Khalid.
Al-Ahsa, bersama dengan Qatif, pada 1795 tak lagi masuk dalam wilayah Bahrain. Kedua wilayah itu menjadi bagian dari Negara Wahabi Saudi Pertama. Namun, pada 1818 wilayah itu kembali dikuasai oleh Dinasti Turki Usmani. Bani Khalid sempat kembali berkuasa.
Pada 1830, Saudi Arabia kembali menguasai wilayah al-Ahsa. Berdasarkan Uqair Protokol pada 1922, penguasa Kuwait menyerahkan wilayah al-Ahsa kepada Ibnu Saud penguasa Arab Saudi. Sejak itulah, al-Ahsa tak lagi menjadi bagian dari Bahrain.
Sumber :IHRAM.COM