Dr. Muhammad Arifin Badri : Apa para sahabat dahulu ketika berdakwah “Ngaji Kitab”?
10Berita, Kira kira dulu ketika sahabat Mus’ab bin Umair diutus mendakwahi kaum Anshar, demikian pula dengan sahabat Mu’adz dan Abu Musa Al Asy’ari yang diutus ke Yaman untuk berdakwah kepada Ahlul Kitab, dan juga sahabat lainnya, apakah setibanya mereka di tujuan, segera buat kajian kitab, atau kajian tematik ya?
Saya tuh, ndak habis pikir kok ada saja yang masih gagal paham, kalau dakwah harus ngaji kitab, kalau majlis ta’lim harus ngaji kitab. Kalau kajian tematik maka itu memalukan, cemen, alias ndak kokoh bin payah deh.
Sobat, susahkah menghargai orang lain?
Haruskah semua orang duduk jadi guru di masjid, atau di lembaga pendidikan?
Dan haruskah semua orang jadi penuntut ilmu, dan calon ulama’?
Alangkah indahnya bila semua saling menghargai, yang mau jadi calon ulama’ maka ndak ngejar kajian tematik, tapi masuk pesantren, mulazamah, atau kuliah.
Tapi bagi yang sekedar mau nyetrum imannya yang dikawatirkan padam, walau dirinya sadar sedang dalam kondisi tertatih tatih di atas jalan kebenaran, dan belum tergoda untuk mengikuti jejak ulama’, maka mencukupkan diri dengan kajian tematik yang biasanya bombastis dan judulnya menyedot perhatian.
Percaya deh, dari sekianbanyak yang semula merasa puas dengan sekedar nyetru iman, ada saja orang orang yang akirnya terpilih untuk melangkah lebih maju, dan ketagihan untuk semakin jauh menimba ilmu, hingga akhirnya meninggalkan kajian tematik, dan masuk pondok, mulazamah, atau kuliah.
Sobat! coba camkan, apalah artinya berilmu bila ujung ujungnya anda bertambah sombong dan pongah, kehilangan rasa iba kepada saudara anda yang sedang tertatih tatih melawan nafsu dunianya dan bisikan setan?
Dan betapa besar pahala orang yang tau diri, sehingga walau tertatih tatih tiada lelah untuk selalu nyetrum imannya, dan menyadari bahwa dirinya jauh tertnggal oleh para calon ulama’ yang tiada lelah menekuni kajian kitab di hadapan ulama’ ulama’ besar.
Orang yang berilmu semakin bertambah ilmunya maka semakin sayang dan rasa ibanya kepada orang yang masih terus tertatih tatih di jalan kebenaran semakin besar.
Bertambah ilmunya bertambah iba kepada saudaranya yang belum tergoda untuk meniti anak tangga ilmu.
Semakin tinggi kakinya meniti tangga ilmu, semakin sadar bahwa orang yang kuasa mengayuhkan kakinya hingga ke anak tangga yang sedang ia pijak adalah makhluk makhluk langka. Karenanya ia semakin bersyukur, karena telah Allah Ta’ala pilih hingga ke tingkatan yang begitu tinggi dari derajat ilmu, tanpa ada daya dan upaya dari dirinya, bukan malah merasa semakin hebat dan membusungkan dadanya kepada saudaranya yang jauh tertinggal olehnya.
Wallallahu a’alam bisshowab.
Sumber : Fanspage Ustaz Dr. Muhammad Arifin Badri, MA,
Moslem Today