Mendadak Ganti Panglima TNI, Pengamanan Agenda 2019?
Senin, 22 Rabiul Awwal 1439 H / 11 Desember 2017 19:41 wib
Oleh:
AB Latif
Direktur Indopolitik Watch
PRESIDEN Joko Widodo telah memutuskan untuk mengganti Jenderal Gatot Nurmantyo dari jabatan Panglima TNI dan digantikan dengan Marsekal Hadi Tjahjanto. Hal ini tinggal pelantikan saja akhir tahun ini. Padahal kita tahu bahwa masa pensiun Jenderal Gatot masih sampai 31 Maret 2018. Langkah Presiden Joko Widodo yang mempercepat proses pergantian Jenderal Gatot Nurmantyo dari jabatan sebagai Panglima TNI ini patut dicermati sebagai maneuver politik yang menarik.
Ada beberapa indikasi dan argumentasi yang logis mengapa Presiden Jokowi mengganti Jenderal Gatot Nurmantyo. Memang secara prosedur pergantian jabatan adalah hal yang biasa. Apalagi presedur pergantiannya pun sudah memenuhi aturan yang berlaku. Tapi sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap kebijakan pemerintah senantiasa dipengaruhi oleh keadaan politik pada masa itu.
Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Gatot Nurmantyo diangkat menjadi Panglima TNI adalah atas usulan Preiden Jokowi. Tapi belum genap masa jabatannya selesai, kini Presiden Jokowi sudah berubah pikiran sehingga mempercepat pergantian Jenderal Gatot Nurmantyo. Mengapa ?
Kalau dianalisa lebih jauh, kelihatannya ada hal-hal yang sebenarnya membuat Presiden harus mengganti Jenderal Gatot Nurmantyo. Diakhir – akhir ini seringkali Jenderal Gatot begitu dekat dengan umat Islam. Pembelaannya terhadap umat islam dan ulama’ begitu kuat. Sehingga hampir umat islam merasa dapat perhatian. Ternyata kedekatan Jenderal Gatot dengan umat Islam pada umumnya dan khususnya pada ulama’ justru sangat membahayakan bagi kepentingan politik kedepan. Apalagi Jenderal Gatot sempat mendukung Aksi 411 dan sempat tampil di ILC dengan pernyataannya “Kaum musliminlah yang telah memerdekakan Indonesia, bukan TNI.”
Kecintaan umat pada Jenderal Gatot lebih mendalam tatkala ia mampu mengungkap penyelundupan 5000 senjata ilegal yang menyangkut satu institusi yang sangat loyal pada pemerintah. Sementara itu diluar negeri nama Gatot sangat ditakuti sampai-sampai Amerika takut dengan kedatangannya. Dari sinilah seolah Gatot mulai bermain politik untuk meraih Indonesia 1. Inilah anaslisa mengapa Preiden begitu ambisi mempercepat kepemimpinan Gatot Nurmantyo. Apa indikasi dari kebenaran analisa ini ?
Sungguh kebijakan pemberhentian Gatot yang secara cepat ini adalah bukti ketakutan pemerintah terhadap pengaruh Gatot di tengah-tengah umat. Hal ini bisa dilihat dari kejanggalan kejanggalan presedur pergantian. Surat Presiden ke DPR perihal permohonan pemberhentian Gatot sebagai Panglima adalah percepatan yang belum pernah terjadi pada panglima-panglima sebelumnya. Mengingat masa pensiun Gatot masih tanggal 31 Maret 2018. Memang hal ini sah-sah saja, tapi ada apa?
Dari rencana pemberhentian Gatot menjadi Panglima ini, yang bersangkutan tidak diajak ngomong dulu minimal ada pemberitahuan dulu oleh Presiden perihal surat permohonan tersebut kepada DPR. Dan ini memang hak Pak Jokowi selaku Presiden. Dan inipun belum pernah terjadi sebelumnya.
Usulan Presiden lewat surat ke DPR langsung mendapat tanggapan dan memutuskan untuk mengganti Jenderal Gatot. Setelah putusan dibacakan 5 Desember langsung diserahkan ke Komisi 1 DPR untuk melakukan uji kepatutan dan kelayakan. Padahal pada saat itu Quarum tidak memenuhi syarat dan tetap dipaksakan.
Faktanya dari 560 orang DPR yang tidak hadir 346. Dan akhirnya tanggal 6 Desember 2017 DPR melakukan fit and propertest kepada calon Panglima TNI baru dan hasilnya langsung disetujui DPR pada hari itu juga. Walau kini belum resmi di berhentika ternyata Presiden sudah melarang Gatot untuk membuat keputusan strategis di TNI sejak 3 Desember 2017.
Inilah beberapa indikasi adanya strategi politik pemerintah untuk pengamanan 2018 dan 2019. Mereka sangat takut dengan pengaruh Gatot Nurmantyo yang begitu harum namanya ditengah-tengah umat. Kepentingan politiknya akan terancam jika Gatot terus memimpin TNI. Maka langkah cepat harus segera diambil. Apalagi belakangan ini citra Jokowi dan partai pendukungnya begitu jelek di depat rakyat Indonesia.
Umat harus waspada terhadap kebijakan ini. Sungguh kebijakan ini sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan islam dan umatnya. Lebih-lebih terhadap keberlangsungan dakwah. Sikap phobi pemerintah terhadap ulama’ dan islam inilah yang menyebabkan adanya kebijakan-kebijakan yang tidak popular. Kepentingan para capital baik asing maupun aseng sangat kelihatan pengaruhnya dalam kebijakan ini.
Masihkah kepemimpinan seperti ini kita pertahankan ? tidakkah kita menginginkan pemimpin yang mencitai umat dan umat pun mencintainya? pemimpin yang yang mengayomi umat dan umat pun berlindung darinya? sungguh pemimpin yang baik akan terlahir dari sistem yang baik. Sistem yang baik hanya bersumber dari zat yang maha baik. Zat Yang Maha Baik tidak lain adalah Allah swt. Jadi sistem yang baik hanyalah sistem islam sebuah sistem yang bersumber dari wahyu. Dan hanya dengan sistem inilah yang akan membawa kita pada keselamatan dan kebahagian di dunia dan akhirat.*
Sumber :voa-islam.com