Persatuan Umat dan Jihad, untuk Palestina
10Berita, Belum usai konflik panjang yang dialami oleh Israel dan Palestina, dunia Islam dibuat marah dengan pernyataan Presiden AS, Donald Trump yang mengatakan bahwa Jerussalem resmi dijadikan sebagai Ibukota Israel.
Pidato bersejarah Trump ini disampaikan di Gedung Putih, Washington DC, pada Rabu (6/12) siang waktu AS, atau Kamis (7/12) dini hari waktu Indonesia. Trump didampingi Wakil Presiden AS Mike Pence saat menyampaikan pidato ini.
“...Oleh karena itu, saya telah menentukan bahwa ini saatnya untuk mengakui secara resmi Yerusalem sebagai ibu kota Israel..” (detik.com).
Konflik dua negara, yang kemudian memuncak dengan adanya klaim Jerussalem sebagai ibu kota israel, tidak terlepas daripada lika-liku sejarah yang panjang. Tanah Palestina resmi menjadi milik kaum muslim manakala Pendeta Sophronius memberikan kunci kota tersebut kepada Kholifah Umar Ibn Khattab pada saat penaklukan. Kepemilikan tanah Palestina atas kaum muslim rupanya tidak diharapkan oleh orang-orang Yahudi Israel. Bagi mereka, tanah Palestina merupakan tanah yang sangat penting karena merupakan tanah pertumpahan darah mereka.
Untuk itu, Organisasi Zionis Yahudi yang dipimpin oleh Theodor Herzl berupaya untuk mengambil alih kembali tanah tersebut dengan memberikan jaminan uang yang ditawarkan kepada Khalifah Abdul Hamid. Namun permintaan ini oleh Kholifah Abdul Hamid ditolak keras.
“Aku tidak bisa menjual meskipun sejengkal dari wilayah ini. Sebab tanah-tanah itu bukan milikku melainkan milik rakyatku. Rakyatku telah mendapatkan negeri ini dengan pertumpahan darah, dan kemudian menyiraminya juga dengan darahnya...”
Sebetapapun Tanah Palestina dipertahankan, tahun 1918 pada akhirnya Palestina jatuh. Dan satu tahun setelahnya, secara resmi kekuasaan atas palestina diberikan kepada inggris oleh LBB (Liga Bangsa-Bangsa). Hal ini memberikan kemudahan bagi Israel untuk masuk dan menduduki Palestina. Maka Pada tanggal 14 Mei 1948 dideklarasikan berdirinya Negara Israel diatas tanah Palestina.
Gejolak yang dirasakan kaum muslim diberbagai belahan dunia nampak dari sikap mereka yang menolak, mengecam, berdemontrasi dan menghimpun sumbangan. Namun tindakan pengecaman, dll tidaklah mampu membawa kepada solusi yang tuntas. Sebab sejatinya, akar permasalah yang dihadapi kaum muslim adalah berawal dari lepasnya Palestina dari Khilafah turki Utsmani. Akibatnya, Ibarat ayam yang kehilangan induk, Palestina tidak lagi mempunyai pelindung.
Akhirnya dengan mudahnya dicabik-cabik dan menjadi bulan-bulanan penjajah rakus. Dilain sisi, musuh Islam menyadari betul bahwa resep manjur untuk melemahkan negri muslim adalah dengan menanamkan nation-state, akibatnya negri-negri muslim menjadi terkotak-kotak, berselisih, masing-masing ingin bergabung dengan suku dan kelompoknya sendiri. Dalam nation-state, ikatan pemersatunya adalah ikatan kebangsaan. Hal ini berbeda dengan Islam yang dasar ikatan pemersatunya adalah akidah Islam, dalam al-Quran ditegaskan bahwa orang-orang yang beriman adalah bersaudara (QS al-Hujurat [49]: 10).
Dengan adanya kejadian ini harusnya kaum muslim tersadarkan betapa persatuan kaum muslim dalam satu kepemimpinan sangat dibutuhkan. Sebab tiada persatuan, akan sangat sulit menaklukkan musuh Islam yang sedang menabuh genderang perang. Dalam menghadapi musuh Islam, umat muslim tidak cukup sekedar memberikan donasi berupa materi ,berdiplomasi maupun kecaman belaka.
Sebab yang sedang dihadapi kaum muslim adalah musuh yang sebetulnya hanya mengenal bahasa senjata. Tidak ada solusi yang solutif dalam menanggapi persoalan di Palestina kecuali hanya satu. Yakni jihad. Namun tidak akan ada jihad tanpa adanya persatuan umat muslim. Dan tidak ada persatuan umat muslim, kecuali dalam naungan Khilafah. [syahid/]
Kiriman Indri Cahya Ningrum, Aktivis Revowriter
Sumber : voa-islam.com