OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 03 Desember 2017

Shalat yang Khusyuk dan Fungsional

Shalat yang Khusyuk dan Fungsional

 


Muslim man prays in mosque

Penulis: Suryana Sudrajat, MA. Kolumnis dan penulis buku. Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ihsan Anyer. Dosen FISIP Unsera.

10Berita Syahdan, seorang ulama salaf, Hatim Al-Asham, pernah ditanya bagaimana cara dia menunaikan shalat. Hatim pun menjawab: “Saya bertakbir dengan merenungkan hakikatnya, saya membaca ayat Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh dan tartil, saya rukuk dengan khusyuk, saya sujud dengan merasa rendah, saya merasa surga ada di sebelah kanan saya dan neraka di kiri saya, titian berada di bawah kaki saya, Ka’bah berada di kedua kening saya, Malaikat Maut berada di atas kepala saya, dosa-dosa saya sedang meliputi saya, pandangan Allah sedang mengarah kepada saya, saya anggap shalat saya ini sebagai shalat yang terakhir dalam hidup saya, dan saya sertai dengan keikhlasan semampu saya, kemudian saya megucapkan salam.

Saya tidak tahu apakah Allah menerima shalat saya ataukah Dia justru berkata, “Lemparkanlah shalat itu ke wajah orang yang melakukannya itu.”

Itulah gambaran bagaimana orang bersembahyang secara khusyuk. Bukan perkara yang mudah. Sebab, ketika sedang melaksanakan shalat hati dan pikiran kita terkadang, bahkan sering, melayang ke mana-mana, ke hal-hal selain urusan shalat. Hal ini karena menjelang takbiratul ihram, pikiran kita sudah disibukkan dengan hasrat, cita-cita dan urusan keduniawian, sementara hati kita pun dipenuhi hal-hal yang melupakan kesadaran bahwa kita sedang akan menghadapkan wajah, memasrahkan hidup dan mati kita kepada Sang Mahapencipta.

Tidak syak lagi, suasana hati dan pikiran semcam itulah yang membuat shalat menjadi tidak khusyuk. Padahal, khusyuk merupakan ruh dari shalat, yang jika hal itu dicapai, maka beruntunglah mukmin yang mengerjakannya. (Q.S. 23: 1-2). Memang hati dan pikiran yang menerawang itu tidak sendirinya membatalkan shalat.

Khusyuk adalah menghadirkan hati sepenuhnya di dalam shalat. Kita merasa bahwa Allah sedang mengawasi kita. Sejak mulai dengan membaca takbir, kita sudah merasakan akan keagungan-Nya. Ketika kita sedang membaca atau mendengar ayat-ayat Al-Qur’an, kita perhatikan dan kita resapi makna-makna ayat-ayat itu. Kita juga renungkan dzikir dan doa yang kita ucapkan. Makna dzikir dan ayat-ayat yang kita baca itu dihadirkan dan direnungkan di dalam hati.

Dengan begitu kita merasa sedang berada di hadapan Allah, atau menghadap Allah. Khusyuk juga tercermin dalam gerakan. Jika dalam shalat kita banyak melakukan gerakan tertentu, seakan kita tidak sedang melakukan shalat, seperti menggaruk-garuk badan, melihat jam tangan, menengok ke kanan atau ke kiri, membetulkan sorban atau ikat kepalnya, dan sebagainya.

Tidak mudah untuk melaksanakan shalat secara khusyuk, memang. Oleh karena itu, sebagai langkah awal, kita harus melakukan shalat di tempat yang mudah menimbulkan suasana kekhusyukan, di mana kita bisa merenungkan makna ayat-ayat dan lafal-lafal yang kita ucapkannya, serta mengkonsentrasikan pikiran kita seoptimal mungkin hanya kepada shalat.

Hal lain yang perlu menjadi catatan adalah, bahwa shalat kita akan menjadi fungsional atau bermakna jika ibadah yang kita jalankan itu tidak mampu mencegah diri kita dari perbuatan keji dan mungkar. Allah berfirman, “Innash-shalata tanha ‘anil fakhsyaa’i wal-munkar (sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar.”(Q.S. 29:45). Inilah tujuan shalat yang sesungguhnya. Jadi, shalat yang berhasil bukan hanya jika dilaksanakan secara khusyuk, namun juga harus dilihat pada perilaku sehari-hari orang yang melaksanakan kewajiban yang lima waktu itu.

Shalat kita menjadi muspra jika dalam mengerjakan urusan dunia kita berdusta, berlaku tidak jujur, merampas hak orang lain, menyogok dan menerima sogok, merugikan dan menyakitkan orang, melakukan perbuatan-perbuatan tidak senonoh, dan seterusnya.

Sumber penulis1. Abul Qasim Al-Qusyairi, Risalah al-Qusyairiyah, Mesir: Musthafa al-Babi al-Haabi, 1379 H/1959 M; 2. Abul Ala Mauduudi,Fundamentals of Islam, Lahore, Pakistan; islamicpublications Limited, 1975.

Sumber : Jurnal Islam