OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Sabtu, 16 Desember 2017

Tolak Gugatan Pasal Kesusilaan, Alasan MK Dinilai Inkonsisten

Tolak Gugatan Pasal Kesusilaan, Alasan MK Dinilai Inkonsisten

Zulkarnain/hidayatullah.com

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta Pusat, Senin (24/07/2017).

10Berita – Kuasa Hukum Pemohon gugatan Judicial Review (JR) atau Uji Materi terhadap 3 pasal yakni 284, 285, 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Kesusilaan, Feizal Syahmenan, mengatakan, alasan penolakan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap gugatan tersebut cenderung inkonsisten.

“MK bukan mengatakan permohonan para pemohon ini salah lho. MK hanya berpendapat bahwa permohonan para pemohon lebih patut disampaikan ke DPR,” ujarnya kepada hidayatullah.com di Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/12/2017).

Feizal menilai, alasan itu cenderung inkonsisten karena sejak awal MK tidak pernah menolak gugatan para pemohon. Bahkan sidang digelar sebanyak 23 kali dan berlangsung sepanjang setahun lebih.

“Kalau MK tidak berwenang dari pertama kita sudah ditolak. Kan, ada pemeriksaan persiapannya. Tapi di situ kemudian diterima dan dilanjutkan,” ungkapnya.

Ia menyampaikan, MK berpendapat yang terjadi adalah kekosongan hukum. Dan kekosongan hukum itulah yang diajukan para pemohon untuk diputus oleh MK.

“Dan pada saat itulah mereka berbeda pendapat, lima hakim berpendapat harus lewat DPR, empat hakim berpendapat lewat sini (MK) bisa,” tandasnya.

Sebagaimana diketahui, MK menolak seluruhnya gugatan Uji Materi terhadap 3 pasal yakni 284, 285, 292 KUHP tentang Kesusilaan, nomor perkara 46/PUU-XIV/2016.

Keputusan itu diambil setelah mayoritas hakim menolak, dengan komposisi 5 (lima) hakim menolak, sedangkan 4 (empat) lainnya setuju terhadap gagasan atau gugatan yang disampaikan pemohon.

Adapun yang menolak adalah Hakim Maria Farida Indrati (Anggota), Hakim I Gede Dewa Palguna (Anggota), Hakim Suhartoyo (Anggota), Hakim Manahan MP Sitompul (Anggota), Hakim Sadli Isra (Anggota).

Sedangkan yang mendukung diantaranya Hakim Arief Hidayat (Ketua MK), Hakim Anwar Usman (Wakil Ketua), Hakim Aswanto (Anggota), dan Hakim Wahiddudin Adams (Anggota).

MK beralasan, pokok permohonan pemohon untuk memperluas makna zina dan norma hukum pidana seharusnya diajukan kepada pembuat ndang-undang yakni DPR dan pemerintah.*


Rep: Yahya G Nasrullah

Editor: Muhammad Abdus Syakur

Sumber : Hidayatullah.com