ARSA: Kami tak Punya Pilihan Selain Melawan Aksi Terorisme yang Disponsori Myanmar
ARSA, pejuang Rohingya yang melawan aksi terorisme yang dilakukan militer Myanmar
10Berita, Kelompok perlawanan Rohingya mengatakan pada Ahad (7/1/18) bahwa mereka tidak punya pilihan selain melawan terhadap apa yang mereka sebut sebagai aksi terorisme yang disponsori negara Myanmar. Mereka lakukan perlawanan itu untuk membela komunitas Rohingya. Mereka juga menuntut agar Rohingya diajak berkonsultasi mengenai semua keputusan yang mempengaruhi masa depan mereka.
Tentara Penyelamatan Rohingya Arakan atau Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) diberitakan melancarkan serangan-serangan terhadap pasukan keamanan Myanmar pada 25 Agustus 2017 lalu. Serangan itu dilakukan sebagai respons pembelaan terhadap warga Muslim Rohingya yang ditindas.
Namun serangan ke pos-pos polisi itu jadi pemicu makin bertambahnya operasi-operasi keji terhadap etnis Rohingya di negara bagian Rakhine bagian utara Myanmar tersebut. Rakhine yang mayoritas dihuni Muslim itu makin mengalami kekerasan yang meluas. Desa-desa Muslim dibakar sehingga memaksa sekitar 650.000 warganya mengungsi ke negara tetangga, Bangladesh.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengutuk kampanye militer Myanmar itu, dan menyebutnya sebagai pembersihan etnis, meski Myanmar yang mayoritas penduduknya penganut Buddha itu membantahnya.
Sebuah desa Rohingya yang dibakar dekat Maungdaw, utara Rakhine, Myanmar. (Foto: Reuters)
Tetapi sejak operasi penindakan militer pada Agustus 2017 lalu, kelompok kecil perlawanan telah melancarkan relatif sedikit serangan, ketika para pejuangnya menghadang sebuah truk militer Myanmar, melukai beberapa anggota pasukan keamanan.
“ARSA tak punya pilihan lain selain bertempur memerangi terorisme yang disponsori negara Burma (Myanmar) terhadap penduduk Rohingya demi maksud mempertahankan diri, menyelamatkan dan melindungi komunitas Rohingya,” demikian pernyataan kelompok yang ditandatangani oleh pemimpinnya, Ata Ullah melalui Twitter.
“Orang Rohingya harus diajak konsultasi dalam semua pembuatan keputusan yang mempengaruhi kebutuhan humaniter dan masa depan politik mereka,” kata ARSA sebagaimana dikutip Reuters.
Seorang juru bicara pemerintah Myanmar menolak untuk memberikan komentar segera mengenai hal itu. Dia menyatakan belum membaca pernyataan tersebut. Seorang juru bicara militer menolak menyampaikan komentar mengenai situasi keamanan di negara bagian Rakhine. Kawasan itu umumnya terbatas bagi wartawan.
Otoritas Myanmar mengatakan sebelumnya bahwa serangan-serangan oleh ARSA akan dijawab dengan kekuatan dan mereka mengenyampingkan perundingan dengan “teroris”.
ARSA menolak pengaitan kelompoknya dengan grup-grup militan dan menyatakan mereka bertempur untuk mengakhiri penindasan terhadap orang-orang Rohingya, membela saudara-saudara mereka yang terus-terusan mengalami kekerasan, pembunuhan dan pembantaian, yang oleh PBB disebut pembersihan etnis.
Rohingya tidak diberikan kewarganegaraan, kebebasan bergerak, akses ke layanan-layanan seperti perawatan kesehatan. Myanmar menganggap mereka imigran ilegal dari Bangladesh.
Etnis Rohingya terpaksa mengungsi untuk menghindari kekerasan dan penindasan
Kerusuhan komunal serius meletus antara Rohingya dan etnis Buddha Rakhine sejak 2012 dan kerusuhan sporadis mengikutinya.
Aksi Kekerasan yang dilakukan oleh militer Myanmar dan kelompok Buddha bermula pada Agustus 2017 lalu. Dan diikuti oleh krisis pengungsi yang memicu kecaman internasional. Kecaman itu memunculkan keraguan mengenai transisi Myanmar ke demokrasi hampir 50 tahun di bawah pemerintahan junta militer.
Sumber: Antara, Salam Online.