OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 22 Januari 2018

Gus Hamid: Umat Islam Jangan Salah Lagi Pilih Pemimpin

Gus Hamid: Umat Islam Jangan Salah Lagi Pilih Pemimpin

muhammad abdus syakur/hidayatullah.com

Dr Hamid Fahmy Zarkasyi MA.

10Berita —Problem terbesar saat ini adalah para pemimpin yang dipilih tak memiliki ilmu memimpin. Demikian disampaikan Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Pusat, Dr KH Hamid Fahmi Zarkasyi.

“Problem kita saat ini; yang dipilih memilih tanpa ilmu, sedangkan yang dipilih tidak memiliki ilmu memimpin. Akhirnya kita memilih pemimpin yang terburuk dari yang terburuk,” ungkap  Hamid Fahmi Zarkasyi dalam acara tabligh akbar  bertajuk “Pemimpin Kebangkitan Peradaban Islam” Jumat malam, (19/01/2018) di Masjid Al-Azhar, Kebayoran, Jakarta.

Umat Islam saat ini sulit mencari pempimpin yang kemampuan beramalnya sekelas umara, ilmunya berdasarkan iman, dan amalnya berdasarkan ilmu.

“Ini persoalan ilmu. Semua dalam Islam menggunakan ilmu. Hanya orang yang menggunakan ilmu dan akal yang bisa menjalankan agamanya,” ujarnya. Ia mengutip sebuah ungkapan Arab: ‘La diina liman la aqla lahu’ (tidak ada agama bagi orang yang tidak menggunakan akalnya).

“Bukankah ada ayat yang menyatakan: ‘Fa’lam annahu laa ilaaha illallah’ (ketahuilah bahwa tidak ada Ilah selain Alla) di sini menunjukkan bersyahadat saja butuh ilmu, apa lagi yang lainnya,” lanjut cendikiawan muslim yang akrab disapa Gus Hamid ini

Putra ke-9 dari KH Imam Zarkasyi yang dikenal rajin menulis buku ini juga menyinggung bahwa adanya pemimpin-pemimpin korup di negeri ini karena keislamannya tidak benar. Ada yang shalat setahun hanya dua kali, dan lain sebagainya. Keislamannya tidak berdasarkan ilmu, tidak sampai naik pada level iman, bahkan ihsan.

Ada contoh menarik yang diangkat beliau mengenai pemimpin muslim ideal yaitu kisah Muhammad Al-Fatih. Dalam suatu peperangan, saat shalat telah tiba, dimintalah gurunya untuk menjadi imam. Saat itu, gurunya tidak berkenan, dan menyuruhnya untuk mencari orang lain saja karena beliau sedang ada hajat khusus.

Akhirnya dikumpulkan semua tentaranya dan ditanya, “Siapakah di antara kalian yang dari sejak usia baligh tidak pernah meninggalkan shalat lima waktu?” Semua tentara berdiri. Pertanyaan selanjutnya, “Siapakah di antara kalian yang sejak baligh tidak pernah ketinggalan shalat lima waktu berikut sunnah-sunnahnya?” Hanya separuh yang berdiri. Pertanyaan terakhir, “Siapakah di antara kalian yang sejak usia akil balig tidak pernah meninggalkan shalat lima waktu beserta sunnahnya seta shalat malam?” Tidak ada yang berdiri kecuali Muhammad Al-Fatih. Akhirnya dialah yang menjadi imam shalat.

Kisah ini, menurutnya,  menggambarkan bahwa idealnya, pemimpin dipilih karena juga kualitas kebaikan dan ilmunya.

Muhammad Al-Fatih adalah tipikal pemimpin yang brilian sekaligus shaleh. Dalam bahasa Hamid, pemimpin yang keislamannya berdasarkan iman dan ilmu, dan naik sampai pada  level ihsan.

Terkait hal ini, intelektual muslim jebolan ISTAC ini telah menulisnya dalam artikel berjudul “Worldview Pancasila”.  Dalam tausiah yang cukup singkat ini, pendiri Lembaga Kajian Pemikiran dan Peradaban Islam atau Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization  (INSISTS) ini berharap agar umat Islam ke depan tidak salah pilih lagi dalam memilih pemimpin.*/MB Setiawan

Sumber : Hidayatullah.com