OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Sabtu, 27 Januari 2018

Industri Kebencian

Industri Kebencian

10Berita – Ketakutan sejatinya merupakan sebuah kewajaran yang terkadang tak dapat dihindari seorang manusia. Bahkan dalam beberapa momen hal itu menimbulkan kewaspadaan yang akan menyelamatkan dirinya. Namun ketakutan yang berlebihan terhadap sesuatu seringkali menjadi tidak baik, karena terkadang sesuatu yang ditakuti itu ternyata tak membahayakannya sama sekali, hanya imajinasinya saja yang menggambarkan bahaya tersebut sementara pada tataran realitas bahaya tersebut nihil.

Seorang anak kecil yang baru mendapat pelajaran bahwa singa adalah binatang buas ataupun raja hutan yang memakan segalanya. Tentu akan lari dan menangis sejadi-jadinya ketika bertemu singa di kebun binatang. Ketidaktahuannya akan informasi bahwa singa tak akan menerkam jika kenyang dan bahwa singa tak mempunyai kemampuan menembus jeruji kandang telah membuat anak tersebut ketakutan. Tentu saja dia akan ditertawakan teman-temannya yang sudah paham bahwa singa di kebun binatang sama sekali tak berbahaya.

Hari ini, kita sering mendengar slogan ataupun jargon yang sebenarnya juga layak kita tertawakan;
“Islam teroris!!!”
“Islam tidak baik!!!”
“Islam akan memecah belah persatuan bangsa!!!”

Ungkapan-ungkapan tersebut biasanya terucap oleh mereka-mereka yang mengidap Islamofobia. Islamofobia telah menjadi hal yang lumrah dan dimaklumi di berbagai belahan dunia saat ini, khususnya Amerika dan Eropa. Ketika mendengar kata Islam maka secara otomatis berbagai pikiran negatif akan bermunculan di kepala mereka.

Kata fobia sendiri menurut kamus Merriam-Webster, adalah ketakutan yang berlebihan, biasanya tidak dapat dijelaskan dan tidak masuk akal, ditujukan kepada objek, sekumpulan objek, atau situasi tertentu. Mungkin sulit bagi orang yang menderita untuk bisa menentukan atau mengkomunikasikan sumber ketakutan ini, tapi realitanya ketakutan itu memang ada.

Adapun ketika dirangkaikan dengan Islam, maka sejumlah periset dan kelompok kebijakan barat menemui sebuah titik temu dalam pendefinisiannya; “Rasa takut, kebencian, dan permusuhan yang berlebihan terhadap Islam dan muslim yang diabadikan melalui stereotip negatif yang mengakibatkan bias, diskriminasi, dan marginalisasi serta pengucilan umat Islam dari kehidupan sosial, politik dan kewarganegaraan.”

Islamofobia di Eropa dan Amerika sejatinya tidak dimulai sejak peristiwa 11 September atau peristiwa-peristiwa “terror” lainnya. Dia sudah ada lama sejak peristiwa-peristiwa tersebut, buktinya adalah bahwa kata “Islamofobia” itu sendiri sudah menjadi sebuah istilah yang mempunyai definisi baku jauh sebelum tanggal 11 Sebtember 2001.

Artinya, masyarakat barat memang sejatinya sudah lama mempunyai ketakutan dan kebencian yang berlebihan terhadap Islam dan juga muslim. Tetapi seperti anak kecil yang ketakutan di kebun binatang tadi, seharusnya jika dia sudah memperoleh informasi yang benar maka dia sudah tak perlu takut dan khawatir lagi.

Namun apa jadinya ketika informasi yang benar tak pernah sampai kepada sang anak. Bahkan ada upaya sekuat tenaga agar tak pernah sampai. Tentu saja situasi sang anak akan semakin runyam dan rasa takutnya mungkin tak akan pernah tertolong lagi.

Begitulah Islamofobia hari ini. Islamofobia bukan lagi sekedar ketakutan biasa. Beberapa pihak yang haus uang dan kekuasaan melihatnya sebagai lahan basah yang mesti dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Hari ini, segala sesuatu yang berbau Islam dan muslim senantiasa menjadi headline negatif di media mainstream. Serangan teror selalu dialamatkan kepada Islam sebagai tertuduh, sampai terbukti sebaliknya. Media-media mainstream mendadak melupakan kaidah hukum yang berkembang selama ini; praduga tak bersalah sampai ada bukti yang menunjukkan sebaliknya.

Di samping itu, entah disadari atau tidak. Islam cenderung dipandang sebagai penyebab dibanding sebagai konteks oleh para ahli ataupun pengambil kebijakan ketika membicarakan radikalisme, ekstremisme, dan terorisme. Entah mengapa para pengambil kebijakan seolah melakukan simplifikasi dengan menjadikan Islam sebagai kambing hitam, ketimbang mempertimbangkan inti masalah politik serta keluhan yang menggema di dunia Islam, di antaranya adalah kegagalan pemerintah di negeri muslim, kebijakan luar negeri Amerika Serikat, dukungan barat terhadap rezim otoriter, invasi, penjajahan dan dukungan terhadap penjajahan Israel di Palestina.

Hari ini, terlalu mudah bagi kita untuk menemukan materi-materi yang memicu stereotip, ketakutan, serta diskriminasi terhadap seorang Muslim. Islam senantisa digambarkan sebagai ancaman politik, peradaban, dan demografi. Gambaran ini senantiasa dibesar-besarkan oleh beberapa jurnalis, akademisi, serta blogger-blogger fanatik dengan mengesampingkan fakta-fakta mengenai kompleksitas dinamika politik, sosial, dan keagamaan di dunia Islam.

Hasilnya pun bisa ditebak, masyarakat Barat menjadi seperti anak kecil tadi, tak terselamatkan lagi. Kini kebencian mereka menjadi sangat bias dan tak bisa dipertanggungjawabkan. Seorang muslimah berniqab yang tak pernah bersuara keras ketika berbicara dengan suaminya dengan entengnya mereka cap sebagai teroris. Sementara pelaku penembakan sebuah konser di Las Vegas yang jumlah korbannya melebihi Charlie Hebdo tak lantas dicap teroris.

Begitulah Islamofobia hari ini, dia bukan lagi akibat dari skeptisisme yang berkembang secara alami, dia telah menjelma sebagai sebuah industri. Sebuah industri yang diprediksi masih akan berlangsung untuk waktu yang sangat lama.

Dan jika Anda adalah salah satu yang menganggap industri ini sebuah kegilaan, maka banyak-banyaklah berdoa agar tak hancur tergilas lantas ikut-ikutan menjadi gila.

Penulis : Rusydan Abdul Hadi

Sumber : Kiblat.