OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Sabtu, 27 Januari 2018

Ketika Media Sosial Jadi Arena Kelahi Jari

Ketika Media Sosial Jadi Arena Kelahi Jari


10Berita, Tidak dapat dipungkiri memang bahwa sejak lima tahun belakangan ini, wajah media sosial kita sudah berubah dari wahana silaturahmi menjadi ladang caci maki. Tidak ada yang bisa membantah hal itu. Media sosial seperti Facebook, Twitter dan sejenisnya kini bukan lagi tempat yang baik untuk saling menjalin komunikasi, namun sudah menjadi arena kelahi jempol dan jari.

Saya tidak bisa membayangkan seperti apa kira kira saat ini pikiran Mark Zuckerberg dan Jack Dorsey. Keduanya adalah pendiri Facebook (Mark Zuckerberg) dan pendiri Twitter (Jack Dorsey). Jejaring media sosial yang mereka buat untuk menjalin silaturahmi telah berganti menjadi senjata perang para ummat.

Saya punya pengalaman pribadi terkait media sosial ini. Banyak juga saya kira para orang lain. Bahkan tokoh tokoh sekelas Presiden juga pasti punya pengalaman pribadi yang menarik.

Belakangan ini, kerap kita jumpai akun akun yang selalu menyebarkan kebencian. Akun akun tersebut terlibat perang dengan sesama mereka di media sosial. Namun yang menariknya adalah para “pejuang medsos” itu selalu berlindung dibalik nama nama orang lain. Atau dalam bahasa zaman nownya mereka adalah para akun anomin yang tak ditenggarai dikelola oleh beberapa orang dari tempat berbeda.

Yang membuat saya tercenung tentu saja perang di medsos juga melibatkan isu isu agama. Isu sensitif ini bahkan tercatat sebagai senjata ampuh untuk menyerang lawan lawan di dunia nyata.

Pada saat aksi 411 dan 212 misalnya, akun akun dengan jumlah follower besar di media sosial tak henti menampilkan kampanye terkait aksi simpatik tersebut, namun disisi lain ada pula akun anti aksi yang membullynya. Anehnya keriuahan ini tidak didamaikan oleh pemerintah dengan sikap tegas terhadap akun penyebar kebencian.

Tercatat beberapa kali akun akun yang diduga melakukan “Hate Speech” terkesan dibiarkan melakukan aksinya. Namun kesan sebaliknya, jika tindakan penyebaran kebencian itu dilakukan oleh kubu yang yang mengkritik pemerintah, maka aparat kepolisian dengan cepat bertindak dan menangkap pelakunya.

Jumah pelaku pelanggaran penggunaan media sosial (Pasal 27 Ayat 1 UU ITE) juga sudah tak sedikit jumahnya.

Saya mencoba untuk mengingatkan bahwa media sosial sejatinya untuk menampilkan wajah manis penuh damai, bukan sebeliknya wajah bengis penuh kebencian.

Bullying dan “Hate Speech” di media sosial adalah masalah serius. Terlebih dengan perkembangan media sosial akhir akhir ini. Perlu diingat bahwa pengguna internet Indonesia berangkat dari berbagai macam latar belakang. Mereka bisa saja meng-copy paste ayat demi ayat dengan mudah meski tidak memahami ayat itu, atau menshare sebuah berita hoax agar kebencian yang ia sebar terlihat benar.

Tugas pemerintah adalah menertibkan itu.

Oleh Rifky Hidayat

Sumber : PORTAL ISLAM