OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 15 Januari 2018

Respons Ironi Pertanian, Muhammadiyah Dukung Gerakan Tani Bangkit

Respons Ironi Pertanian, Muhammadiyah Dukung Gerakan Tani Bangkit

lazizmu

Tanam perdana pilot project Gerakan Tani Bangkit PDM Klaten di Desa Gempol, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Ahad (14/01/2018).

10Berita – Ormas Muhammadiyah turut merespons kondisi ironis dalam dunia agraria di Indonesia belakangan ini.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Klaten mengaktivasi pilot project Gerakan Tani Bangkit sebagai bentuk pemihakan kepada petani.

Berdasarkan rencana, pilot project itu berlangsung selama 3 tahun yang lokasinya di Desa Gempol, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Ahad (14/01/2018).

Gerakan Tani Bangkit ini juga bersinergi dengan gabungan kelompok tani (Gapoktan) Dewi Sri Makmur, yang sekaligus diresmikan oleh Ketua PP Muhammadiyah, Hajriyanto Y Thohari.

Hajriyanto yang meresmikan tanam perdana itu mengatakan, Muhammadiyah melalui gerakan ini dapat memberikan sumbangsih terhadap kebangkitan petani.

“Dengan gerakan tani bangkit, Muhammadiyah tetap konsisten menunjukkan kepada masyarakat bahwa dakwah memiliki makna yang luas. Tidak hanya sekadar ritual dan bersifat personal, namun dakwah harus memiliki dampak yang bermanfaat sebagai gerakan pemberdayaan masyarakat,” terangnya.

Gerakan semacam ini, akrab dikenal sebagai gerakan pembebasan, tambahnya. Sehingga dapat membebaskan masyarakat, terutama umat Islam dari keterbelakangan dan kemiskinan.

Baca: MPM Muhammadiyah Sebut Permasalahan Pertanian Kian Mengkhawatirkan


Dalam maknanya yang lain, gerakan tani bangkit merupakan gerakan emansipasi. Upaya pemberdayaan yang dilakukan Muhammadiyah berikhtiar mengangkat harkat dan martabat masyarakat, khususnya petani.

“Dengan demikian petani memiliki kedudukan yang terhormat di tengah masyarakat,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua MEK PDM Klaten, Wahyudi Nasution mengatakan, Gerakan Tani Bangkit ini di Klaten akan membantu dan mendampingi Gapoktan Dewi Sri Makmur dalam memperluas lahan pertanian organik yang sudah ada saat ini dengan luas 12 hektare.

Dalam jangka waktu 3 tahun (Januari 2018 – Desember 2020), nantinya akan ada penambahan lahan minimal 16 hektar. Wahyudi menilai, dengan melibatkan minimal 80 orang petani sebagai sasaran program, maka melalui pendekatan kelompok, petani akan memeroleh modal bertani.

“Pemberian modal menggunakan skema pembiayaan Qardhul-Hasan, para petani tidak dikenai beban bagi hasil dan angsuran, namun mereka akan didampingi untuk menunaikan zakat pertanian produktif,” bebernya.

Zakat pertanian ini sebesar 5 persen dari hasil panen bersih yang akan dikelola melalui Lazismu di daerah Klaten.

Hasil yang dihimpun dari zakat pertanian itu, akan dipergunakan kembali untuk melaksanakan pelatihan-pelatihan dan perluasan lahan pertanian organik di Desa Gempol dan sekitarnya yang berada di kecamatan berbeda, ungkap Wahyudi.

“Mudah-mudahan Muktamar Muhammadiyah ke-48 tahun 2020 di Solo nanti, Gempol akan menjadi destinasi kunjungan studi banding para Muktamirin dan penggembira,” sambungnya.

Baca: Anggota Komisi IV: Impor Beras Bersamaan Musim Panen Tidak Bijaksana


Kepala Desa Gempol, Nusanto Herlambang, menyambut baik agenda tersebut.

“Kegiatan yang ada di wilayah kerja saya sampai dengan 2020 merupakan terobosan dakwah. Layak didukung oleh siapapun yang peduli nasib petani,” paparnya.

Nusanto optimis, program ini akan memiliki efek berantai bagi warga Gempol. Paling tidak, di sini akan hidup pokja-pokja khusus pembibitan, pembuatan pupuk organik, pembuatan obat-obatan organik, dan pembuatan aneka makanan olahan organik.

Peresmian itu ditandai dengan tanam perdana benih padi Rojo Lele, satu jenis padi khas Klaten yang legendaris. Benih ini telah mengalami tahap-tahap pemuliaan sebagai benih padi unggulan di Kabupaten Klaten.

Adapun peresmian dilaksanakan di Pusat Penelitian, Pelatihan dan Pengembangan Pertanian Terpadu (P4T) Desa Gempol. Acara dihadiri oleh para petani Gempol dan sekitarnya, para aktivis Muhammadiyah dari Pusat, Wilayah, Daerah, hingga Ranting Gempol. Hadir pula para pelajar Muhammadiyah yang tergabung dalam Kepanduan Hizbul Wathan yang ikut terjun sambil belajar menanam padi.

Gerakan Tani Bangkit tersebut dimeriahkan Drum Band SMK Muhammadiyah 2 Jatinom dengan atraksi-atraksinya.

Baca: DPR: Kapasitas Produksi Sangat Besar, Mestinya Tak Perlu Impor Beras


Ironi

Nazhori Author Manager Media Center LazizMU mengatakan, komoditas pertanian menjadi cerita ironis di negeri agraris. Indonesia sebagai negeri yang subur dan makmur, ternyata sektor pertaniannya alami kemunduran.

“Profesi petani sudah tidak lagi diminati di desa-desa. Anak-anak dari keluarga petani lebih memilih bekerja di pabrik-pabrik dengan penghasilan yang rendah. Keberadaan petani tak memiliki posisi yang kuat ketika hasil panennya tak mampu menyejahterakan petani sendiri,” sebutnya kepada hidayatullah.comdalam rilisnya itu, Senin (15/01/2018).

Dikatakan, petani kian terpinggirkan, lemah tak berdaya menghadapi kebijakan politik negara. Misalnya harga jual beras yang dibatasi dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) oleh pemerintah, sementara harga pupuk dan kebutuhan lain terus merangkak naik tanpa terkendali.

“Merespons posisi petani yang terpuruk, lembaga amil zakat nasional, dalam hal ini Lazismu hadir di tengah-tengah para petani untuk mendorong kemajuan sektor pangan dan kesejahteraan para petani,” sebutnya.

Sementara itu, diketahui, jelang musim panen padi di berbagai daerah, pemerintah pusat justru mengambil kebijakan impor beras sebanyak 500 ribu ton di awal tahun 2018 ini. Kebijakan ini mendapat sorotan dari berbagai pihak. Harga beras saat ini sedang naik.*

Sumber : Hidayatullah.com