OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 02 Januari 2018

Stop Mengeluh di Media Sosial Jika Ingin Hidup Sehat

Stop Mengeluh di Media Sosial Jika Ingin Hidup Sehat


10Berita, Pernahkan Kita merasakan beban hidup yang begitu menghimpit sehingga membuat tertekan? Mencurahkan isi hati adalah salah satu sarana yang baik untuk menyalurkan gejolak batin. Dengan bercerita beban kita seakan-akan berpindah, minimal berkurang. Tapi ingat! Jangan Mengeluh di Media Sosial Jika Ingin Hidup Sehat.

Nah! Pertanyaannya adalah dimana dan dengan siapa kita mencurahkan isi hati yang tepat?

Mancurahkan isi hati atau bahasa kekiniannya adalah curhat ternyata tidak bisa sembarang tempat lho. Bisa jadi malah menambah masalah, alih-alih mendapatkan solusi dari masalah kita.

Posting foto pribadi, menulis kata-kata yang memotivasi dan mencurahkan isi hati. Sampai menuliskan sindiran kepada orang lain adalah hak dari setiap pengguna sosial media. Dunia maya memang menarik bagi siapa saja. Kita bisa mengekspos diri tanpa ada batasan, termasuk mengeluh.

Apakah tindakan mengeluh di media sosial tepat?

Sesekali menuliskan keluhan di status sih, tidak masalah. Tetapi bagaimana kalau berlangsung sepanjang hari? Bahkan semua aktivitas yang kita lakukan setiap hari selalu dikeluhkan dan diberitakan di media sosial.

Kalau tulisan tentang kegiatan kita bermanfaat mungkin tidak masalah. Tetapi menampilkan tulisan dengan mengambil sisi negatifnya secara terus-menerus. Sehingga yang tertulis hanya kata-kata keluhan hanya akan menambah deretan kalimat sampah yang tidak bernilai.

Apabila kegiatan mengeluh di media sosial terjadi dalam kurun waktu lama. Bisa jadi Kita mengidap gangguan,lho!

Mengeluh di Media Sosial Adalah Salah Satu Tanda Sakit Jiwa

Psikolog Universitas Tarumanegara, Untung Subroto Dharmawan, mengatakan gangguan dengan tipikal seperti itu disebut factitious disorder (gangguan buatan) by internet. Sejarah gangguan buatan ini dulu sering dialami oleh pasien di rumah sakit.  Mereka berpura-pura sakit untuk mendapatkan perhatian medis.

Namun, factitious disorder saat ini merambah ke media sosial. Pengguna sering mengeluh sakit di media sosial untuk mendapatkan perhatian.

Factitious disorder dialami oleh mereka yang  cenderung kesulitan untuk menghadapi realita kehidupan dan berinteraksi dengan orang lain di dunia nyata. Sehingga cenderung untuk mengurung diri. Karena menganggap kehidupannya kurang membahagiakan. Ia pun akhirnya memilih untuk mencari perhatian di media sosial.

Sumber: psyline.id