Aneh, Tulis Tentang Freeport Salamudin Daeng Malah Dipolisikan
10Berita, Tuduhan terhadap Salamuddin Daeng melakukan ujaran kebencian sebagaimana diatur pasal 28 ayat 2, pasal 45A ayat 2 dan atau pasal 27 ayat 3 UU ITE melalui tulisannya berjudul ‘Ada Penjarahan Uang BUMN untuk Beli Saham Rio Tinto di Freeport’ dinilai tidak masuk akal.
Atas laporan Aulia Fahmi, Salamuddin pada Jumat (2/2) lalu menjalani pemeriksaan Bareskrim Polda Metro Jaya. Salamuddin Daeng dimintai keterangan selama 12 jam oleh penyidik di Krimsus Polda Metro Jaya.
“Tulisan Salamuddin Daeng tersebut sama sekali tak merugikan kepentingan hukum dari pribadi si pelapor yang hingga kini tak jelas asal usul dan sangkutan hukumnya. Tulisan Salamuddin Daeng tersebut tak memfitnah atau melakukan ujaran kebencian kepada pribadi si pelapor,” tegas aktivitis Petisi 28 dan Pusat Pengkajian Nusantara Pasifik (PPNP), Haris Rusly melalui rilis tertulis yang disebarluaskan, Minggu (4/2).
Justru, Haris menilai Salamuddin Daeng yang dikenal sebagai ekonom dan peneliti soal tambang hanya mengemukakan sebuah pandangan politik dan kritiknya terhadap arah kebijakan pemerintahan Joko Widodo dalam divestasi saham Freeport.
“Ada musang berbulu domba, bicara berbusa-busa soal nasionalisme untuk menutupi dugaan agenda perampokan oleh oligarki bertopeng nasionalisme dalam isu divestasi saham Freeport. Setelah gagal dalam operasi “papa minta saham”, ternyata ada upaya lain perampokan, yaitu rencana pembelian saham Rio Tinto di Freeport,” ulas Haris tentang tulisan Salamuddin Daeng.
Permasalahannya, lanjut Haris, yang dikritik oleh Salamuddin Daeng adalah kebijakan yang dibuat oleh institusi pemerintahan. Sebagai warga negara yang membayar pajak, Haris menegaskan, Salamuddin Daeng adalah stakeholder sekaligus shareholder dari negara Indonesia yang hak dasarnya dijamin untuk berpendapat di muka umum.
“Lalu apa kaitan hukum si pelapor dengan kritik yang disampaikan oleh Salamuddin tersebut? Si pelapor bukan orang pemerintahan yang dirugikan oleh tulisan tersebut,” kritiknya.
Sementara, menurut penyidik Krimsus, si pelapor bukan pengacaranya pihak pemerintah ataupun pihak Freeport. Haris mengatakan, seharusnya yang mempunyai sangkutan hukum langsung dari tulisan Salamuddin Daeng tersebut adalah pihak pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo, Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN.
“Kita dapat menilai pandangan Salamuddin Daeng tersebut hoax atau kebenaran, ujaran kebencian atau ujaran kebenaran, harus diuji berdasarkan konstitusi dan UU yang berlaku, jika pihak pemerintah tampil kesatria menjelaskan dan berdebat terkait dugaan konspirasi perampokan bertameng nasionalisme tersebut,” tantangnya.
Karena itu, untuk menghentikan kriminalisasi terhadap pandangan politik warga negara yang dilindungi oleh UUD 1945, PPNP akan menindaklanjuti tulisan Salamuddin Daeng tersebut dengan menyusun laporan untuk mendesak KPK mengusut tuntas dugaan rencana perampokan di balik pembelian saham Rio Tinto di Freeport yang menggunakan uang BUMN.
“Kedua, kami menantang debat terbuka dengan pihak pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo, Menteri ESDM dan Menteri BUMN, terkait rencana pembelian saham Rio Tinto di Freeport tersebut,” tegasnya.
Ketiga, PPNP mendesak pihak kepolisian untuk menghentikan perkara tersebut. Jika laporan Aulia Fahmi tersebut tetap ditindaklanjuti, berarti pihak kepolisian mengubah negara yang berdasarkan hukum menjadi negara yang berdasarkan hukum rimba.
Dalam pemeriksaan Jumat lalu itu Salamuddin Daeng didampingi oleh Ali Lubis, pengacara muda dari Advokat Cinta Tanah Air (ACTA). [rmol]
Sumber : Dakwah Media