OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 28 Februari 2018

Dijerat Utang, BUMN pun Dijual

Dijerat Utang, BUMN pun Dijual

10Berita – Utang telah menjadi sandaran utama pemerintah Jokowi-JK untuk menyelesaikan berbagai proyek infrastruktur yang terancam mangkrak.

“Kalau tidak utang maka mangkraklah seluruh infrastruktur transportasi dan non transportasi yang tengah dibangun pemerintah,” ujar peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (28/2).

Apalagi hingga kini belum banyak investor asing ditarik. “Semua infrastruktur justru hanya dibangun dengan dana utang BUMN yang dijamin oleh pemerintah,” ujarnya.

BUMN sudah terlanjur dijerat banyak utang. Salamuddin memperkirakan akan banyak aset negara yang dijual dalam tahun-tahun mendatang. Penjualan itu ditengarai untuk membayar utang dan kewajiban BUMN lainnya. Situasi ini juga tidak lepas dari penerimaan pajak yang minus target, meskipun pemerintah sudah menjalankan tax amnesty.

“Justru yang terjadi sebaliknya tax amnesty malah menjadi ajang penghapusan piutang negara kepada wajib pajak jumbo,” kritiknya.

Baru-baru ini, Presiden Jokowi dan Managing Director International Monetery Fund (IMF), Christine Lagarde bertemu yang sedianya membahas soal persiapan Indonesia menjadi tuan rumah acara annual meeting IMF-World Bank 2018 di Bali, pada Agustus 2018 mendatang.

Berkaitan kedatangan pejabat IMF ini, Salamuddin ragu keinginan pemerintah Jokowi berutang lagi berjalan mulus.

“Waduh, kayaknya sulit. IMF itu bukan lembaga keuangan dan pembangunan. IMF adalah lembaga yang melakukan penataan politik untuk memastikan sistem politik dan orang-orangnya mengikuti perintah IMF,” jelas Salamuddin.

Sebaliknya ada enam syarat IMF kepada pemerintah Jokowi. Pertama, jangan terlalu banyak utang untuk menggenjot investasi infrastruktur.

Kedua resiko ke depan tetap condong ke sisi negatif, termasuk lonjakan volatilitas keuangan global, ketidakpastian seputar kebijakan ekonomi AS, penurunan pertumbuhan di China dan ketegangan geopolitik.

Ketiga resiko domestik, termasuk kekurangan pajak dan kebutuhan pembiayaan fiskal yang lebih besar karena suku bunga yang tinggi.

Keempat prioritas harus diberikan untuk pembiayaan infrastruktur dengan pendapatan dalam negeri. Kelima, membatasi penumpukan hutang eksternal perusahaan dan kewajiban kontinjensi dari BUMN.

Dan yang paling penting adalah permintaan IMF kepada pemerintah untuk mengurangi kontrol negara dan peran perusahaan milik negara di beberapa sektor ekonomi. Mirip penjajahan terselubung lewat sektor ekonomi. (Gr/Ram)

Sumber : Eramuslim