Sikap Terorisme, Nalar Sehat Jangan di Switch-Off
Oleh: Muh. Nur Rakhmad, SH – Praktisi Hukum
10Berita, Pengamat gerakan Islam, Ahmad Fathoni (dir. El Harokah Research Center) meminta pemerintah fokus dalam membongkar sumber terorisme dan perlu mendengar sura kritis dari masyarakat. Karenanya, ia menghimbau kepada pihak-pihak media untuk meliput secara objektif dan tidak over-dosis atas isu terorisme, serta tidak melakukan pembunuhan karakter atas kelompok-kelompok Islam.
Dalam topik isu terorisme ini, sebagian media massa janganlah alergi menerapkan kaidah utama jurnalistik, yaitu cover both side. Nalar sehat janganlah di-switch-off. Juga jangan langsung menghukum para tersangka jauh sebelum proses peradilan yaitu Equality before the law sebagaimana diatur dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 1. Juga tidak melakukan “trial by press”, terutama yang sudah tewas dan tidak bisa membela diri lagi.
Dalam dunia yang kapitalis seperti saat ini, media adalah simbol yang paling menonjol, yang telah memasuki setiap rumah dalam segala bentuk dan warna. Doktrin demokrasi menyatakan bahwa media yang bebas dan mandiri adalah pilar demokrasi yang bisa menuntut pertanggungjawaban dari negara. Faktanya, media di Indonesia tampaknya kurang bebas dan mandiri, karena hitung-hitungan untung-rugi dengan ikut mainstream atau menentang mainstream. Maka terkhusus media Islam hendaknya konsern dengan agenda umat Islam, jangan ikut larut dalam opini stigmatisasi negatif, atau diam dan pasif. Dibutuhkn juga jurnalis yang kritis membela Islam, yang tidak mau mengikuti mainstream anti-Islam, atau sekadar oportunis.
Isu terorisme memang sesuai dengan skenario War On Terorisme dari Amerika dari masa Presiden George W. Bush, dan tujuan akhirnya adalah War On Idea/War On Islam (WOI). Tak ada ide yang lebih ditakuti oleh Barat saat ini selain ide tegaknya syariah dan Khilafah, karena Khilafah ini yang diperhitungkan masih mampu melawan hegemoni Amerika. Opini negatif (stigma) terhadap Islam yang sekarang digiring ke pemikiran radikal sebagai sumber Terorisme. Umat digiring agar luntur kepercayaannya terhadap ulama dan simbol-simbol Islam. Antara anggota masyarakat jadi saling curiga-“jangan-jangan tetangganya yang selama ini baik-baik saja adalah kaki tangan teroris”. Mereka juga jadi mudah diadu domba sehingga mudah pula main hakim sendiri.
Jika masyarakat mendiamkan skenario AS berlanjut, dakwah yang sejak era reformasi agak naik daun akan “setback”, mundur secara massif. “Islamo-phobia” atau ketakutan terhadap Islam marak lagi. Orang yang menyampaikan konsep akidah Islam, penerapan syariah, atau bahkan “ajaran jihad” bisa dituduh menyebarkan ideologi terorisme dqn Radikalisme. Jika demikian, berhasillah agenda teroris yang sesungguhnya, yakni: menjauhkan masyarakat dari berbagai aspek syariah Islam. [IJM]
Sumber : Dakwah media