Ternyata ini Pemaki FPI Yang Dilaporkan Tokoh Tionghoa Ke Bareskrim Polri
10Berita, Tokoh Tionghoa, Lieus Sungkharima telah resmi melaporkan pemilik akun Facebook atas nama Johnny Baan dan Leo Sadewo ke Bareskrim Polri.
Keduanya dilaporkan Liues, kemarin pagi (Minggu, 25/2) pukul 9 WIB atas dugaan tindak pidana konflik Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (2) UU 11/2008 tentang ITE.
Dalam laporan polisi nomor LP/278/II/2018/Bareskrim yang diterima redaksi, tertulis lokasi kejadian di sebuah rumah ibadah di Sungguminasa, Sulawesi Selatan dan Hongkong negara RRC.
Dikonfirmasi, Lieus membenarkan laporannya tersebut. “Orang beda pendapat sah, boleh, tapi kalau terus fitnah orang, memaksa kehendak, merintah-merintah Kapolri itu enggak boleh. Bawa-bawa Tuhan, wah itu berbahaya sekali,” kata Lieus saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, pagi ini (Senin, 26/2).
Lieus menilai pernyataan Johnny masuk kategori ujaran kebencian (hate speech) dengan meminta penangkapan Rizieq Shihab.
“Dia minta Habib Rizieq ditangkap. Kalau entar bener ditangkep, Kapolri diatur dia itu nggak boleh. Apalagi dia harus paham betul, Habib Rizieq sudah dianggap sebagian umat Islam, pendukung dia sebagai imam besar kok bisa-bisanya dia ngomong seperti itu,” jelas koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi ini.
Tak jauh berbeda dengan Johnny, kata Lieus, Leo juga diduga melakukan pelanggaran UU ITE dengan memaki-maki Front Pemuda Islam (FPI) kemudian direkam dan disebarluaskan di jejaring sosial.
“Dia tinggalnya di Hongkong. Dia lupa ngomong begitu, maki-maki disebar lewat video ada hukumnya,” tegas Lieus.
FPI, lanjut Lieus, punya hak untuk mengemukakan aspirasinya melalui demonstasi di jalanan dan tidak bisa dilarang-larang. Apalagi sudah mendapat izin. “Saya berkeyakinan kalau rusuh juga ditangkap. Bukan tidak pernah FPI ditangkap. Demo itu hak setiap warga negara,” tegasnya.
Begitu pula terpidana kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berhak mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Konstitusi. “Yang penting demo tidak anarki. Yang kemarin-kemarin ditunjukkan demonstran semua damai, dan saya ikut,” ujarnya.
Di satu sisi, ia bisa paham luapan yang dilontarkan baik Johnny maupun Leo itu karena emosi sebagai pendukung. “Ini yang mesti kita luruskan,” imbuhnya.
Lieus pun mengingatkan semua pihak yang suka memaki-maki orang itu musti berpikir tindakannya bisa menggoyahkan sendi-sendi persatuan bangsa. Kerukunan yang terjaga selama ini semestinya dijaga. Sebab di antara negara-negara di dunia, Indonesia termasuk paling sukses menjaga kerukunan umat beragama.
“Sebelum Pilkada DKI hampir nggak ada isu SARA yang begitu dahsyat seperti 2017. Setelah Pilkada selesai kita harus rajut kembali menjadikan pembelajaran jangan suka nyinggung agama orang lain, karena kita tidak paham betul. Saya yang Budha paling tidak mau nyinggung agama-agama Islam, Hindu, Kristen. Kita fokus saja di agama kita,” imbaunya.
Namun begitu, ia tidak mau menuding tindakan Jhonny maupun Leo itu sebagai provokasi.
“Inilah tugas polisi untuk segera memeriksa, supaya masyarakat umum merasa adanya keadilan, ini yang paling penting. Itulah yang menyebabkan orang tenang, manakalah aparatnya adil, begitu ada kasus diperiksa, diselesaikan dan dipublish. Orang Indonesia ini pemaaf,” tukasnya.[wid]
Sumber : dakwahmedia.co