OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 26 Februari 2018

Tragedi Ghuota Fakta Tak Terbantahkan PBB Kalah Melawan Negara bahkan Organisasi

Tragedi Ghuota Fakta Tak Terbantahkan PBB Kalah Melawan Negara bahkan Organisasi


10Berita, Ghouta timur lebih mirip dengan apa yang Kofi Annan sebut sebagai kejahatan terburuk yang dilakukan di tanah Eropa sejak tahun 1945 di Srebrenica. Pembantaian Srebrenica beralih ke Ghouta Timur di Suriah.

Seperti daerah kantong Muslim Bosnia pada tahun 1995, Ghouta timur, di pinggiran kota Damaskus, telah dikepung oleh pasukan rezim sejak tahap awal perang Suriah. Tahun-tahun awal pergolakan, rezim gagal mengusir faksi pejuang yang mengendalikannya.

Seperti yang terjadi di Srebrenica, persediaan makanan, bantuan dan bantuan medis telah diputus. Pada tahun 1993, PBB menunjuk Srebrenica sebagai sebuah “daerah aman”. Tahun lalu, sebagai bagian dari proses perdamaian Kazakhstan yang gagal, orang-orang Rusia mengumumkan Ghouta bagian timur sebuah “zona de-eskalasi,” artinya Ghouta juga masuk daerah aman.

Namun ada yang berbeda dengan Ghouta dibanding Bosnia. Di Ghouta tidak ada yang mencoba melindungi penduduk sipil ketika sebuah serangan ofensif dimulai di sana pada bulan Desember setelah negosiasi gagal. Serangan udara dan pemboman membabi buta yang sekarang menelan korban mengerikan dilakukan dengan kekebalan hukum oleh pasukan Suriah dan pendukung Rusia mereka.

PBB terlihat seperti mengemis ke koalisi pro-Assad yang mencakup milisi yang dipimpin Iran, untuk menyetujui sebuah gencatan senjata kemanusiaan segera. Namun bandingnya diabaikan, permintaan akses lembaga bantuan juga tidak terjawab.

Kekuatan-kekuatan besar – AS, Rusia dan Turki- hanya fokus pada permainan strategis besar yang dimainkan di atas mayat setengah juta orang Siria. Mata mereka berada pada kontrol masa depan sebuah negara yang pada dasarnya dipartisi menjadi zona yang berpengaruh.

Bagi politik Trump, ini berarti jalan bagi Iran menciptakan “jembatan darat” ke Mediterania, atau “bulan sabit Syiah” yang membentang dari Herat di Afghanistan ke lembah Bekaa di Lebanon. Bagi orang-orang Turki, ini semua tentang menghancurkan orang-orang Kurdi. Bagi Vladimir Putin, ini tentang kekuasaan. Semua dari kaca mata mereka, tidak ada yang memandang dari kaca mata kepedihan warga sipil Suriah.

Tapi bagi penduduk Ghouta timur, ini tentang kelangsungan hidup. Jumlah korban yang meninggal dalam 36 jam terakhir sama dengan jumlah korban tewas keseluruhan sejak 2011 di daerah yang sama.

Lebih dari 100 orang tewas, lebih dari 500 orang terluka dan lima rumah sakit dibom. Kekerasan itu tanpa henti dan kekejaman yang tak tertahankan.

Di Srebrenica, sekitar 8.000 pria dan anak laki-laki Muslim dibantai dalam beberapa hari. Antara 25.000 dan 30.000 wanita Bosnia, anak-anak dan orang tua mengalami pemindahan paksa dan pelecehan. Pengadilan pidana internasional untuk bekas Yugoslavia kemudian memutuskan bahwa kejahatan tersebut merupakan genosida.

Pada saat itu, dunia berdiri kembali dan menyaksikan tentara paramiliter Serbia Ratko Mladic Serbia dan tentara paramiliter Scorpion mengalahkan pasukan penjaga perdamaian Belanda. Komunitas internasional tahu betul apa yang mungkin dilakukan Mladic, bahwa pembantaian sudah dekat itu terlihat sebaliknya.

Penderitaan Ghouta timur, yang sudah terkenal sebagai tempat serangan senjata kimia 2013 dengan menggunakan gas sarin, juga akan diabaikan sedikit demi sedikit. Sekali lagi warga sipil, termasuk sejumlah besar anak-anak, terbunuh. Sekali lagi, kekuatan barat, dengan pasukan yang dikerahkan di negara tersebut, menolak untuk campur tangan. Sekali lagi, PBB tidak berdaya, dewan keamanan dianggap tidak berdaya oleh veto Rusia.

“Ini bisa menjadi salah satu serangan terburuk dalam sejarah Suriah, bahkan lebih buruk daripada pengepungan di Aleppo … Untuk secara sistematis menargetkan dan membunuh warga sipil akibat kejahatan perang dan masyarakat internasional harus bertindak untuk menghentikannya,” kata Zaidoun al-Zoabi dari Uniindependen dari Medical Care and Relief Organizations.

Tapi setidaknya untuk saat ini, presiden Suriah, Bashar al-Assad – seperti Mladic pada tahun 1995 – tampaknya tidak tahan terhadap tekanan penalaran atau tekanan luar. Bukti yang melibatkan Assad dalam kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan berlimpah. Sejauh ini tidak ada tuduhan yang diajukan, dan dia terus melakukan apapun.

Hari ini, di Ghouta timur, seperti Srebrenica pada tahun 1995, kejahatan keji yang bisa merupakan genosida telah dilakukan. Pada bulan November, Mladic akhirnya dihukum karena genosida di Den Haag. Itu butuh waktu 22 tahun. Berapa banyak lagi anak yang akan mati sebelum keadilan ditegakkan di Suriah?

Apa yang terjadi di Ghuota Timur adalah Fakta Tak Terbantahkan PBB Kalah Melawan Negara bahkan Organisasi.

sumber: seraamedia