OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 21 Maret 2018

Frasa ‘Paham Lain’ pada UU Ormas Dinilai Kemunduran Melebihi Orde Baru

Frasa ‘Paham Lain’ pada UU Ormas Dinilai Kemunduran Melebihi Orde Baru

"Dalam praktik pemerintahan Orde Baru frasa 'ideologi paham lain' adalah senjata ampuh yang dapat digunakan memberangus ormas-ormas tertentu yang berbeda suaranya dengan pemerintah."

yahya g nasrullah/hidayatullah.com

Sidang Gugatan UU Ormas di Gedung MK, Jakarta, Selasa (20/03/2018).

10Berita – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang terakhir gugatan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) yang sebelumnya berupa Perppu dari UU Nomor 17 Tahun 2013 pada Selasa di Gedung MK, Jakarta, Selasa (20/03/2018).

Agenda persidangan tersebut yakni mendengarkan keterangan ahli dari pemohon yang juga Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Dr Indra Perwira SH MH.

Dalam keterangannya, Indra menyampaikan, NKRI telah sepakat menjadikan Pancasila sebagai ideologi sekaligus pandangan hidup bangsa Indonesia demi menjaga kelangsungan hidup sesuai jati dirinya. Sehingga wajar mengidentifikasi paham lain yang bertentangan sebagai ancaman yang harus dilawan.

Adapun ajaran yang bertentangan dengan Pancasila sebagaimana dimaksud, dijelaskan oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 secara spesifik adalah atheisme, komunisme, marxisme, dan leninisme.

“Semuanya jelas bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa,” ujarnya.

Sampai di situ, Indra menegaskan, ia sepakat sampai seutuhnya. Namun, dalam UU Nomor 17 Tahun 2013 yang telah diganti menjadi UU Nomor 16 Tahun 2017 ada hal kecil yang diubah tetapi memiliki konsekuensi besar yang dapat merapuhkan sendi-sendi negara hukum. Yakni adanya frasa ‘paham lain’.

Baca: MK Gelar Sidang Perdana Uji Materi UU Ormas Baru


Aturan ini, sebut Indra, hampir sama dengan rumusan Pasal 16 UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang keormasan yang berlaku pada Orde Baru.

“Tapi tentu kita mafhum dalam praktik pemerintahan Orde Baru frasa ‘ideologi paham lain’ adalah senjata ampuh yang dapat digunakan memberangus ormas-ormas tertentu yang berbeda suaranya dengan pemerintah,” jelasnya.

“Sungguh pun penjelasan itu bukan norma, melainkan hanya penafsiran otentik. Namun hukum seharusnya menentukan batas dan rambu-rambu bagi kekuasaan. Dan tidak memberi peluang sekecil apapun bagi kekuasaan tersebut untuk melampaui batas,” tambahnya

Hal kecil itu, terang Indra, sangat berbahaya karena batas-batas hak konstitusional seperti kebebasan berpikir, berbicara, menyatakan pendapat, dan ekspresi lain jadi tidak jelas dan tergantung penilaian pemerintah.

“Situasi seperti ini adalah ciri dari otoritarian dan bukan demokrasi. Jelas ini suatu kemunduran, setback ke masa Orde Baru. Bahkan jauh lebih mundur, sebab di masa Orde Baru sekalipun dalam UU Nomor 8 Tahun 1985 tidak ada ancaman pidana,” pungkasnya.

Diketahui, sejumlah ormas dan perorangan yaitu Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII), Yayasan Forum Silaturahim Antar Pengajian Indonesia, Perkumpulan Pemuda Muslimin Indonesia, Perkumpulan Hidayatullah, dan Munarman SH mengajukan gugatan terhadap UU yang baru-baru ini disahkan tersebut. Para pemohon didampingi kuasa hukum dari Tim Advokasi GNPF.*

Sumber :Hidayatullah.com
: