OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 12 Maret 2018

Gerindra: Rakyat Sendiri Banyak Yang Nganggur, Ngapain Permudah Pekerja Asing?

Gerindra: Rakyat Sendiri Banyak Yang Nganggur, Ngapain Permudah Pekerja Asing?


10Berita – Anggota Komisi IX DPR RI Putih Sari Taslam mengkritik kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Indonesia.

Kemudahan masuknya TKA ini tak ubahnya seperti menggelar karpet merah untuk menyambut kedatangan tamu istimewa.

Politisi dari Fraksi Partai Gerindra ini mengatakan, bahwa kebijakan Pemerintah bagi TKA ini sangat kontraproduktif dengan kondisi tenaga kerja nasional yang masih tinggi tingkat penganggurannya. Belum lagi keberadaan TKA khususnya asal China dapat mengancam tenaga kerja lokal.

“Alih-alih penyederhanaan izin TKA akan memperlancar investasi dan menciptakan lapangan kerja, yang terjadi justru bisa sebaliknya menjadi masalah baru,” ujar Putih Sari, di Jakarta, Ahad (11/3).

Seperti diketahui, Presiden Jokowi meminta agar izin pekerja asing yang hendak masuk ke Indonesia dipermudah. Tak hanya itu, sebuah Peraturan Presiden (Perpres) akan disiapkan untuk menyederhanakan aturan-aturan mengenai TKA di semua kementerian dan lembaga. Artinya, tak ada lagi kerumitan saat TKA hendak mengurus izin bekerja di Indonesia.

Putih Sari pun mempertanyakan teguran Presiden Jokowi yang terlalu berlebihan terhadap Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM lantaran beberapa kali melakukan sweeping terhadap TKA. Dengan alasan hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dari para pengguna TKA.


“Sudah seharusnya Kemenaker dan Dirjen Imigrasi melakukan sweeping karena dari pengalamaan selama ini, itu cara pengawasan yang paling efektif untuk mengetahui keberadaan TKA. Apakah sesuai dengan jabatan keahliannya atau tidak, dokumen kerjanya legal atau tidak dan sebagainya,” tegas Anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Barat ini.

Menurutnya, sejak tahun 2015, Pemerintahan Presiden Jokowi telah mempermudah TKA bekerja di Indonesia. Di antaranya dengan menghilangkan syarat kemampuan berbahasa Indonesia dalam proses perizinannya, serta menghilangkan syarat rasio jumlah TKA dengan tenaga kerja lokal.

Berikut juga dengan alasan untuk memudahkan investasi sudah ada ketentuan yang mengatur bahwa TKA bisa masuk ke Indonesia untuk keahlian tertentu dan posisi-posisi tertentu di jajaran manajerial.

“Kenyataannya apa? Permasalahan yang kerap muncul adalah tidak digunakannya izin kerja dan izin tinggal sesuai dengan peruntukannya. Sudah banyak temuan-temuan TKA yang bekerja sebagai buruh kasar. Penemuan TKA asal China tanpa dokumen resmi di sejumlah daerah seperti Bogor, Gresik, Konawe-Sulewesi Tenggara, Morowali Sulawesi Tengah dan daerah lainnya mengindikasikan keberadaan TKA ilegal asal Tiongkok telah menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia,” paparnya.


Dirinya mengaku, masuknya TKA ke Indonesia memang suatu keniscayaan di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dan liberalisasi pasar ASEAN dengan China, serta meningkatnya investasi China di Indonesia di sektor pertambangan dan infrastruktur.

Hal itulah yang membuat Pemerintah merasa tak perlu khawatir atas keberadaan mereka. berdasarkan data resmi, jumlahnya dianggap masih kecil. Alasan Menaker, Hanif Dhakiri, paling lama bekerja 6 bulan dan tidak ada yang jadi buruh kasar.

Namun, Putih Sari melanjutkan, Pemerintah tak bisa hanya berdasar data resmi untuk membantah keberadaan banyaknya pekerja China. Karena kalau dasarnya yang mengurus ijin resmi di Kemenaker atau Dinas Imigrasi, pasti tidak akan mengkhawatirkan.

Faktanya, kata Putih Sari, terjadi berbagai pelanggaran terkait penyalahgunaan izin kerja mereka modusnya cantumkan posisi tenaga ahli, seperti Mechanical Engineering atau manajer Quality Control, meski kenyataannya tidak sesuai dan ilegal. Sebagian besar masuk pake visa turis secara berkelompok. Begitu ada kesempatan, akan bekerja.

“Selama ini, banyak permasalahan yang dialami tenaga kerja kita di dalam negeri yang tidak tertangani dengan baik karena minimnya tenaga pengawas di dinas-dinas tenaga kerja. Dengan keterbatasan itu, bagaimana mungkin mereka bisa menjangkau pengawasan terhadap penggunaan TKA. Apalagi untuk memantau pekerja asing ilegal yang tanpa dilengkapi dokumen kerja,” terangnya.

Dengan akan dikeluarkannya Perpres untuk memudahkan masuknya TKA seiring dengan meningkatnya investasi asing di Indonesia, Putih Sari menjelaskan, hal itu akan membuka celah masuknya TKA ilegal semakin meluas. Hal tersebut akan terjadi jika pengawasan terhadap TKA masih lemah dan Pemerintah pun mengabaikannya.

Karena itu dirinya mengingatkan, Pemerintah harus melakukan sejumlah upaya untuk memperbaiki keberadaan TKA supaya pekerja lokal tetap terlindungi. Di antaranya dengan merevisi Peraturan Menaker yang menghilangkan kewajiban bagi TKA untuk bisa berbahasa Indonesia. Juga merevisi kebijakan rasio 1:10 untuk jumlah TKA dibanding jumlah pekerja lokal di satu badan usaha.

“Selama kebijakan tersebut tidak diperbaiki, masalah TKA ilegal khususnya asal China akan selalu muncul. Alih-alih memberi kemudahan kepada pekerja asing yang berkapasitas ahli atau setingkat manajer ke atas dan terjadi alih teknologi, yang terjadi justru sebaliknya. Banjirnya tenaga kerja teknis di lapangan,” jelasnya.

Kendati demikian, Putih Sari mengaku bahwa tidak anti terhadap TKA, melainkan dengan sistem pengawasan ketenagakerjaan yang masih lemah dan kepemimpinan negara yang tak berdaya dalam menghadapi investor asing.

“Itu sangat membahayakan bagi kelangsungan dan masa depan bangsa kita,” pungkasnya. (kk/sw)

Sumber:Garudayaksa