Hentikan Diskriminasi Ulama!
10Berita, Hampir dua bulan terakhir ini masyarakat disuguhi dengan berbagai berita tentang serangan terhadap ulama, ustadz, dan aktivis ormas islam. Mulai dari penganiayaan, teror, sampai dengan kekerasan fisik yang berujung jatuhnya korban jiwa.
Anehnya, berbagai kasus tersebut memiliki kesamaan modus yakni korban penyerangannya adalah tokoh islam dan pelakunya ketika tertangkap dinyatakan memiliki gangguan kejiwaan atau gila.
Wajar bila kemudian publik mulai berspekulasi bahwa ini bukanlah sekedar kasus kriminal biasa, namun ada rekayasa terselebung dalam silih bergantinya kasus yang muncul dalam rentang waktu yang relatif bersamaan tersebut.
Bukan tidak mungkin jika kondisi ini terus berlanjut maka berarti negara telah gagal untuk menjamin terpenuhinya rasa aman bagi tiap warga negaranya secara adil dan tidak diskriminatif. Apalagi beberapa kasus tersebut muncul berdekatan dengan akan segera berlangsungnya pesta demokrasi di daerah. Keamanan menjadi sesuatu yang mutlak untuk dijaga.
Di lain sisi, masyarakat mempertanyakan kelambanan upaya aparat penegak hukum dalam mengusut tuntas dalang di balik berbagai kasus penyerangan. Umat juga mulai terusik sensitifitasnya manakala menemui fakta bahwa kesigapan dan kecepatan penegak hukum dalam menangani kasus penyerangan terhadap pemuka agama non muslim ternyata berbanding terbalik dengan kesigapan dan kecepatan penanganan kasus para ulama yang notabene seorang muslim.
Belum lagi, pernyataan pihak kepolisian yang dinilai terlalu tergesa-gesa menyebut pelaku sebagai pengidap gangguan jiwa tanpa menyampaikan bukti diagnosis yang mendukung dari tenaga profesional medis, semakin membuat masyarakat meragukan keseriusan pemerintah untuk menuntaskan kasus-kasus tersebut.
Para ulama memiliki kedudukan yang tinggi dan mulia di tengah-tengah umat. Dihormati karena keluasan pemahamannya tentang agama, dan diminta pendapatnya dalam memecahkan setiap permasalahan umat. Ulama adalah pembuka pintu-pintu kebaikan dan penutup pintu-pintu keburukan. Jika keberadaan ulama adalah nikmat, maka sebaliknya wafatnya ulama adalah musibah bagi manusia.
Sabda Rosulullah SAW : " Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu ini sekaligus yang dicabut dari hambaNya. Akan tetapi Allah akan mencabut ilmu ini dengan wafatnya para ulama. Dan jika para ulama tidak tersisa lagi, maka manusia akan memilih pemimpin-pemimpin yang bodoh. Pemimpin itupun di tanya maka ia akan berfatwa tanpa dasar ilmu. Lalu sesatlah mereka dan mereka juga menyesatkan orang lain” [HR. Bukhari]
Begitu istimewanya kedudukan ulama hingga dalam Islam keberadaannya benar-benar dijaga tidak saja oleh umat itu sendiri tapi juga oleh penguasanya. Yang mengurusi kepentingan umat dengan menerapkan syariah-Nya. Tidak akan ada lagi diskriminasi, teror dan penganiayaan terhadap ulama. Karena umat dan pemimpinnya menyadari haram hukumnya berdiam diri, membiarkan ulamanya terdholimi.
Mereka jaga ulamanya secara fisik sambil terus mengopinikan pentingnya keberadaan ulama ditengah umat sebagai wasilah datangnya kebaikan dan melarang segala jenis penghinaan, ujuran kebencian juga permusuhan kepada ulama. Karena rosulullah bersabda : " Siapa saja yang memusuhi waliku maka Aku memaklumkan perang kepada dirinya" (HR. Al-Bukhori). [syahid/
Kiriman Tety Kurniawati (Ibu rumah tangga dan pemerhati Generasi)
Sumber : voa-islam.com]