OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 15 Maret 2018

Ibu, Sosok Tangguh Pencetak Generasi Berkualitas

Ibu, Sosok Tangguh Pencetak Generasi Berkualitas

10Berita, Ibu adalah sosok penting dalam kehidupan ini. Ibu adalah madrasatul ula yang menjadi pondasi penting dalam sebuah keluarga. Sosok yang dalam perjuangan dan pengorbanannya senantiasa menjadi sebuah pelajaran penting dalam kehidupan.

Ibu adalah sosok yang Allah SWT telah amanahkan kepadanya untuk mengandung, melahirkan, merawat serta mendidik anaknya dengan naluri kasih sayang. Ketulusan cinta dan kasih sayangnya menjadi modal utama dalam membimbing anaknya agar dapat meraih impiannya.

Sebagai madrasatul ula ibu adalah sosok pertama yang menjadi guru bagi anaknya, sehingga pendidikan terbaik seorang anak adalah berawal dari rumah.

Apabila membaca kisah-kisah para ulama, para mujahid dan para ilmuwan yang memiliki kontribusi dalam kebangkitan Islam yang telah dicatat dengan tinta emas dalam sejarahnya, kesuksesan dan keberhasilan mereka tidak luput dari sosok seorang ibu.

Ibu mereka telah menanamkan dasar-dasar agama dan pokok-pokok akidah islamiyah untuk buah hatinya menjadi pribadi-pribadi mulia yang tangguh.

Sebagaimana sosok ibunda imam asy Syafi'i yang mampu menghantarkan buah hatinya menjadi imam besar yang termasyhur sampai saat ini. Berikut kisah dan perjuangannya:

Ayah Imam asy-Syafi’i wafat dalam usia muda. Ibunyalah yang membesarkan, mendidik, dan memperhatikannya hingga kemudian Muhammad bin Idris asy-Syafi’i menjadi seorang imam besar. Ibunya membawa Muhammad kecil hijrah dari Gaza menuju Mekah.

Di Mekah, ia mempelajari Alquran dan berhasil menghafalkannya saat berusia 7 tahun. Kemudian sang ibu mengirim anaknya ke pedesaan yang bahasa Arabnya masih murni. Sehingga bahasa Arab pemuda Quraisy ini pun jadi tertata dan fasih.

Setelah itu, ibunya memperhatikannya agar bisa berkuda dan memanah. Jadilah ia seorang pemanah ulung. 100 anak panah pernah ia muntahkan dari busurnya, tak satu pun meleset dari sasaran.

Dengan taufik dari Allah SWT kemudian kecerdasan dan kedalaman pemahamannya, saat beliau baru berusia 15 tahun, Imam asy-Syafi’i sudah diizinkan Imam Malik untuk berfatwa. Hal itu tentu tidak terlepas dari peranan ibunya yang merupakan seorang muslimah yang cerdas dan pelajar ilmu agama.

Imam asy-Sayfi’i bercerita tentang masa kecilnya, “Aku adalah seorang anak yatim. Ibukulah yang mengasuhku. Namun aku tidak memiliki biaya untuk pendidikanku. Aku menghafal Alquran saat berusia 7 tahun. Dan menghafal (kitab) al-Muwaththa saat berusia 10 tahun.Setelah menyempurnakan hafalan Alquranku, aku masuk ke masjid,duduk di majelisnya para ulama.Kuhafalkan hadits atau suatu permasalahan.Keadaan kami di masyarakat berbeda, aku tidak memiliki uang untuk membeli kertas.Aku pun menjadikan tulang sebagai tempat menulis”.

Walaupun memiliki keterbatasan materi, ibu Imam asy-Syafi’i tetap memberi perhatian luar biasa terhadap pendidikan anaknya.

Subhanallah.... gambaran sosok ibu yang jarang kita temui di zaman ini. Sosok ibu yang menjadi dambaan umat kini telah tergerus oleh zaman.

Oleh karena itu kita harus mengembalikan fungsi ibu sesuai fitrahnya yang menjadi pencetak generasi berkualitas. Menjadi para ibu terbaik yang mampu membimbing buah hatinya menjadi para ulama, mujahid dan ilmuwan-ilmuwan yang memiliki wawasan yang cemerlang. Semoga kita bisa menjadi ibu tangguh yang mampu melahirkan generasi-generasi hebat untuk kebangkitan umat. Wallahu a'lam bishowab

Ummu Faza El-Kenzo

Sumber : SI Online