OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 11 Maret 2018

Kriminalisasi Islam Atas Nama HAM

Kriminalisasi Islam Atas Nama HAM

10Berita, Telah tiba kita di akhir masa, ketika Islam menjadi terasing meski hadir di negara dengan mayoritas Muslim seperti Indonesia. Hari ini, Islam diidentikan dengan kekerasan, kaum fundamentalis, intoleran, tidak cinta damai, radikal, anti kebhinekaan, anti NKRI, dan lain sebagainya. Virus-virus Islamofobia terus digencarkan hingga ke seluruh dunia. Hal ini dilakukan guna menghalangi diterapkannya Islam dalam seluruh aspek kehidupan dan untuk melanggengkan sekulerisme yang terus mengakar meski telah terbukti menjadi sumber kerusakan di muka bumi.

Tak hanya di Indonesia, Islamofobia telah menjadi masalah di berbagai belahan dunia. Melihat hal itu, Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Zeid Raad Al Hussein mengajak untuk bersama-sama memerangi hal tersebut. Zeid mengatakan, diskriminasi merupakan hal yang harus dilawan. Namun, dia menegaskan untuk memerangi diskriminasi, sebuah negara harus siap untuk mengakhiri diskriminasi di kawasannya sendiri (Republika, 2018).

Secara sekilas, pandangan tersebut seolah menjadi angin segar dan menyatakan keberpihakannya kepada Islam. Namun, benarkah demikian? Lebih lanjut, Zeid mengatakan kepada Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, bahwa Indonesia haruslah menjadi contoh bagi seluruh dunia. Menanggapi hal tersebut, Lukman menjelaskan, tentang kampanye gerakan moderasi agama. Moderat yang dimaksud Lukman adalah tidak ekstrem, baik konservatif maupun liberal. Jika kita cermati lebih dalam, sebenarnya ajakan Komisioner HAM PPB ini sangat membahayakan, sebab menurutnya Islamofobia salah, maka diskriminasi terjadap penyimpangan orientasi seksual seperti LGBT juga salah, dan melindungi berbagai aliran kepercayaan serta aliran-aliran yang selama ini dianggap sesat seperti Ahmadiyah harus dilindungi pula oleh negara sebagai bentuk penghapusan diskriminasi. Jelas, hal ini adalah pemahaman yang keliru. 

Islam adalah agama rahmatan lil alamin, itu berarti Islam adalah agama yang senantiasa menghadirkan keberkahan dan ketentraman tidak hanya bagi pemeluknya namun bagi seluruh umat manusia. Maka Islam telah jauh-jauh hari mengajarkan arti toleransi yang sebenarnya, Allah azza wa jalla melalui Rasulullah shalallaahu alayhi wasallam mengajarkan agar saling hormat menghormati, menghargai beragam perbedaan sebab sebenarnya ia adalah rahmat dan keniscayaan. 

Hal ini dijelaskan dalam QS. Al Hujurat: 13, bahwasanya manusia telah diciptakan berbangsa-bangsa dengan beragam warna kulit, bahasa serta perbedaan lainnya. Namun, toleransi yang diajarkan tentu haruslah sesuai dengan rambu-rambu yang telah digariskan. Islam melarang melakukan tindakan yang dapat menggelincirkan aqidah seseorang yang beriman, seperti mengucapkan selamat pada hari raya agama lain, apalagi jika sampai ikut menghadiri dan terlibat dalam aktivitas peribadatannya. 

Selain itu, tentu Islam pun tidak mengambil jalan tengah bagi para pelaku kemaksiatan dan penyimpangan. Contohnya saja LGBT, tentu Islam dengan tegas menolaknya dan memberikan hukuman yang sesuai dengan penyimpangan tersebut. Tak boleh kita mengakui penyimpangan mereka hanya atas nama Hak Asasi Manusia, padahal sebenarnya kita tengah menghancurkan saudara kita dalam jurang yang sangat nista. Tentu, ajaran Islam dalam menyikapi penyimpangan ini akan memberikan ketenangan dan keseimbangan dalam kehidupan. 

Maka ini semua bukanlah diskriminasi, jika Islam dengan tegas menolak LGBT, Ahmadiyah, serta aliran-aliran sesat lainnya untuk diakui. Dan paham ini yang bersumber dari ajaran Islam yang murni tidaklah sepatutnya dilabeli sebagai tindakan arogansi, diskriminasi, anti kebhinekaan, intoleransi, dan radikal bagi seluruh negeri. Wallahualam bish-shawwab.

Pitri Nurseptari Agustin, S.Pd.
Jl. Raya Sukabumi, Kp. Cageundang, Desa Sukamaju Cianjur. 

Sumber : SI Online