Politikus PKS Tolak Rencana BPKH Kelola Wakaf Aceh
10Berita , JAKARTA -- Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil menegaskan penolakan rencana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang ingin berinvestasi di tanah wakaf milik rakyat Aceh di Makkah, Arab Saudi. Menurut dia, investasi yang dilakukan oleh BPKH adalah membangun hotel di atas tanah wakaf tersebut.
"Pastinya ini adalah isu yang sensitif bagi rakyat Aceh. Saya kira kalau rencana itu benar maka Gubernur Aceh harus menolaknya," kata legislator asal Aceh tersebut, saat dikonfirmasi, Ahad (11/3).
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI itu menyatakan, BPKH harus bisa memahami sejarah dan peruntukkan tanah wakaf ini sebelum mengajukan rencana investasi. Nasir beralasan, tanah wakaf di kota suci memiliki sejarah dan hubungan emosional yang sangat kuat dengan rakyat Aceh.
Nasir melanjutkan selama ini jamaah asal Aceh memperoleh hadiah berupa uang dari hasil pengelolan tanah wakaf tersebut. Apabila rencana BPKH tersebut tak sesuai dengan ikrar wakaf dan peruntukannya, rakyat Aceh berhak menolaknya.
"Dalam berbagai sumber dapat kita pahami bahwa ikrar wakaf Baitul Asyi ini yang dilakukan pada tahun 1224 H/ 1809 M di hadapan Mahkamah Syariyah jelas diperuntukkan untuk jamaah haji asal Aceh. Namun jika tidak ada orang Aceh bisa digunakan untuk pelajar dari Nusantara," kata dia.
Nasir pun meminta BPKH agar lebih sensitif terhadap perasaan masyarakat Aceh. Dia mengatakan, dalam sejarahnya, rakyat Aceh kerap merasa kecewa ketika pemerintah pusat mengelola wakaf atau sumbangan milik masyarakat di Negeri Serambi Makkah itu.
"Jangan sampai nantinya investasi terhadap tanah wakaf milik Aceh menjadi sebab lahirnya kekecewaan yang baru karena tidak adanya ruang keadilan atau keuntungan secara materi dan immateri bagi rakyat Aceh," tuturnya.
Selain itu, Nasir juga meminta Pemerintah Aceh untuk membentuk tim kerja. Hal itu, menurut Nasir, untuk melakukan antisipasi rencana BPKH tersebut. Nasir menambahkan, sebenarnya, investasi itu boleh saja di atas tanah wakaf itu, tetapi Aceh yang harus mengendalikannya dan bukan BPKH.
Sumber : Republika.co.id