OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 12 Maret 2018

Membaca Sinyal Politik SBY



Membaca Sinyal Politik SBY



Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono

Pimpinan partai koalisi agaknya juga membuka pintu bagi Demokrat untuk bergabung.

10Berita , Oleh: Rangga Pandu Asmara Jingga*)

Ketua Umum DPP Partai Demokrat yang juga Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono menebar sinyal dukungan politiknya terhadap Presiden Joko Widodo pada Pilpres 2019, melalui pidato politik pada Rapat Pimpinan Nasional Demokrat di Sentul International Convention Center, Sabtu (10/3).

Dalam pidatonya SBY memang menyatakan Demokrat belum menentukan Capres dan Cawapres yang akan diusung pada Pilpres 2019. Tapi, ia berulang kali menampilkan sinyal dukungan terhadap Jokowi.

Sedikitnya ada lima sinyal dukungan politik yang diutarakan SBY secara lugas dalam forum yang terbuka bagi media massa itu. Pertama, SBY menekankan bahwa suksesnya Pemilu merupakan tanggung jawab moral dan politik Presiden Jokowi. Oleh karenanya, Demokrat akan membantu Jokowi menyukseskan Pemilu yang adil dan jujur. 

Kedua, SBY menyatakan, Jokowi adalah Pemimpin bangsa. Sehingga, dalam etika yang dipahami Partai Demokrat, wajib hukumnya bagi Demokrat memberikan penghormatan yang tinggi bagi Jokowi.

Ketiga, SBY memahami Pemerintahan Jokowi tengah berjuang mengatasi tekanan ekonomi global dan regional yang dapat berdampak pada ekonomi nasional. Ia mendoakan sekaligus meyakini Pemerintahan Jokowi dapat sukses menjawab tantangan yang ada dan mengakhiri masa bakti lima tahun periode pertama dengan gemilang.

Keempat, SBY menyatakan harapan dan doanya agar Jokowi sukses pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019 sesuai harapan dan keinginan Jokowi. Kelima, yang paling lugas dan benderang, SBY menyatakan Demokrat bisa mendukung Jokowi jika takdir Tuhan sudah memutuskan.

Namun khusus sinyal yang terakhir ini, SBY menekankan, kebersamaan Demokrat dengan Jokowi hanya mungkin tercipta jika dilandasi dengan rasa saling percaya dan saling menghargai.

Sebab, kata SBY, koalisi adalah masalah hati. Maka dari itu, SBY jelas menyebut Demokrat ingin diikutsertakan dalam penyusunan landasan koalisi dan agenda-agenda ke depan. 

Pengamat politik dari "The Indonesian Institute" Fadel Basrianto mengatakan saat ini Jokowi merupakan tokoh yang memiliki tingkat elektabilitas tertiggi dibandingkan kandidat lain yang pernah disebut dalam sejumlah survei selama ini. 

Sinyal politik SBY, menurut dia, adalah bentuk strategi SBY memanfaatkan momentum tingginya elektabilitas Jokowi untuk menjajaki kemungkinan dipasangkannya Jokowi dengan putra SBY Agus Harimurti Yudhoyono dalam Pilpres 2019.

Selain itu, kata dia, dengan adanya sinyalemen dukungan Demokrat kepada Jokowi dalam Pilpres nanti, dapat dibaca sebagai strategi SBY untuk mengamankan pemilih potensial Demokrat yang secara figur lebih memilih Jokowi dibandingkan Agus Harimurti Yudhoyono.

Pengamat politik dari Universitas Padjajaran Yusa Djuyandi mengatakan sinyalemen politik yang dilontarkan SBY memang kontras dengan sikap Demokrat diawal pemerintahan Jokowi.

Awalnya ada cukup banyak hal yang berseberangan antara SBY dengan Jokowi. Tetapi, menurut dia, tidak bisa dipungkiri masih tingginya elektabilitas Jokowi dan ketiadaan alternatif calon lain yang bisa mengimbangi Jokowi membuat SBY dan Demokrat kemungkinan pada akhirnya secara rasional mendukung Jokowi.

Apalagi posisi Demokrat selama empat tahun ini tidak berpihak pada kubu manapun. Maka sinyal politik SBY bisa dikatakan sebagai strategi untuk menentukan posisi politik di 2019. 

Yusa memandang Demokrat tengah memetakan pihak yang memiliki potensi besar untuk menang, apakah Jokowi, Prabowo, atau justru ada calon alternatif lain.

Pengamat politik dari "Indonesian Public Institute" Jerry Massie melihat sinyal politik SBY sudah terbaca sejak jauh-jauh hari. Misalnya dengan kehadiran Agus Harimurti Yushoyono ke Istana Negara. 

Walaupun dibalut dengan maksud menyampaikan undangan Rapimnas untuk Presiden Jokowi, tetapi diutusnya Agus Harimurti ke Istana itu boleh jadi ada maksud tersendiri.

Bagi Jerry, ini adalah manuver politik Demokrat di bawah kepemimpinan SBY. Menurut Jerry, sejatinya ini adalah seni politik yang sedang dimainkan SBY.

Jerry menilai SBY memahami tipisnya peluang Agus Harimurti Yudhoyono untuk menang dalam Pilpres. Maka satu-satunya jalan adalah dengan masuk ke gerbong pemerintahan dengan mendukung Jokowi.

Dia mengatakan SBY sudah lama dikenal sebagai ahli strategi politik. Mantan Menkopolhukam itu dinilainya lihai membaca peta dan konstelasi politik, bahkan matematika politik.

Jerry pribadi mengaku sudah menduga Demokrat akan mendukung Jokowi, namun seiring dengan itu ia meyakini Demokrat tetap akan menampilkan figur Agus Harimurti Yudhoyono agar elektabilitas Agus naik. 

Jerry menekankan politik kadang kala tak ubahnya sebuah permainan. Kadang seseorang harus menyerang, kadang pula harus bertahan. Strategi politik SBY saat ini, lebih cenderung bermain aman.

Jerry menekankan keberhasilan koalisi Demokrat dengan Jokowi akan ikut ditentukan oleh komunikasi politik Demokrat dengan PDI Perjuangan yang dipimpin Megawati Soekarnoputri. 

Pintu bagi Demokrat

Pimpinan partai koalisi agaknya juga sudah membuka pintu bagi Demokrat untuk bergabung. Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dalam pernyataannya kepada wartawan mengatakan PDI Perjuangan selaku partai pengusung utama Presiden Jokowi menilai semua partai, tak terkecuali Demokrat, mendapat tempat sangat penting dalam hal koalisi.

Menurut Hasto, akan sangat baik apabila semua partai ikut mendeklarasikan mendukung Jokowi 2019 layaknya yang dilakukan PDIP, Golkar, PPP, NasDem, Hanura, PSI, dan Perindo.

Sementara itu, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto menyampaikan harapannya agar Demokrat mendukung Presiden Jokowi pada Pilpres 2019.  

Namun ia menyatakan dukungan yang diberikan harus diikuti dengan adanya persamaan landasan berpolitik sehingga dapat tercipta kerja sama yang erat antara partai-partai pendukung Jokowi

*) Pewarta Antara

Sumber :Republika.co.id