OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 22 April 2018

Dalami Kebijakan BLBI Era Megawati, Demokrat Minta Ketua KPK Mundur Jika Tak Sanggup Tangani BLBI

Dalami Kebijakan BLBI Era Megawati, Demokrat Minta Ketua KPK Mundur Jika Tak Sanggup Tangani BLBI

Megawati Soekarnoputri

10Berita , JAKARTA -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami soal pelaksanaan kebijakan Presiden terkait pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada pengusaha Sjamsul Nursalim.

Diketahui ketika ada BLBI presiden saat itu Megawati Soekarnoputri mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002.

Inpres isinya mengenai Pemberian Jaminan Jaminan Kepastian Hukum Kepada Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya atau Tindakan Hukum Kepada Debitur yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham.

"Kita kan tidak selalu menyoroti policy, kita menyoroti pelaksanaan. Policy pada waktu itu kita tidak permasalahkan," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo.

Agus memberi sinyal bahwa pengembangan perkara bisa mengarah pada korporasi.

KPK disebut mengincar PT Gajah Tunggal, perusahaan milik pengusaha Sjamsul Nursalim.

"Insya Allah. Saya tidak perlu sebutkan nama," kata Agus.

Dalam waktu dekat, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung akan segera disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Syafruddin merupakan tersangka kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) tahun 2004.

Kasus SKL BLBI terjadi pada April 2004 saat Syafruddin mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL terhadap Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI, yang memiliki kewajiban kepada BPPN.

SKL itu terkait pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh sejumlah obligator BLBI kepada BPPN.

KPK menduga, Syafrudin telah menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, yang telah menyebabkan kerugian keuangan negara.

Audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 25 Agustus 2017, terkait kasus ini menyebutkan, kerugian keuangan negara adalah Rp 4,58 triliun.

Nilai kerugian negara ini lebih tinggi daripada yang sebelumnya diperkirakan KPK sebesar Rp 3,7 triliun.

Ketua DPP Partai Demokrat Jemmy Setiawan meminta Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo meletakkan jabatannya jika tak sanggup menuntaskan kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tahun ini.

Alasannya karena kasus BLBI ini tak kunjung terpecahkan walaupun hampir mencapai tahun ke 20.

"Kemarin Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan membutuhkan bantuan mantan Kasatgas kasus dugaan korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) BLBI, Muhammad Irhamni. Memang ada kebutuhan untuk merekrut dia kembali karena dia memiliki pengalaman meneliti kasus itu paling tidak dalam waktu tiga tahun. Jadi apa salahnya segera merekrut dia kembali daripada merekrut orang baru," ujar Jemmy.

Jemmy mengatakan kasus BLBI juga perlu segera dituntaskan agar KPK bisa mengalihkan fokus ke kasus lain seperti Bank Century dan KTP elektronik.

Khusus untuk kasus Bank Century, ia meminta KPK untuk juga segera selesaikan kasusnya.

Menurutnya jika kasus Bank Centuryterbongkar maka akan memberi keterangan sejelas jelasnya bahwa Partai Demokrat tak pernah terlibat dalam kasus itu.

"Silakan kasus besar lainnya termasuk KTP el segera diungkap seterang terangnya agar publik mengetahui siapa yang sebenarnya terlibat. Kami tidak takut dan akan dibuktikan bahwa tidak ada uang sedikit pun yang mengalir ke Demokrat," pungkasnya.(/fah/wly)

Sumber :Tribun Network