Larangan Politik di Masjid, Gak Jelas Batas-batasnya
10Berita, Pernyataan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang melarang para ustadz dan ulama berceramah dengan sisipan agenda politik praktis di masjid dinilai rancu.
Dewan Pakar ICMI Pusat Anton Tabah Digdoyo mempertanyakan batasan serta dari ceramah politik di tempat ibadah itu.
“Politik yang seperti apa? Bagaimana batasan dan definisinya? Apalagi dikaitkan jelang pilkada serentak tahun ini dan pemilu presiden 2019 yang diistilahkan sebagai tahun politik panas,” kata Anton seperti keterangan yang diterima redaksi (Jumat, 20/4).
Dia menambahkan, jika dikaitkan dengan pilkada, pemilu itu hakekatnya memilih pemimpin dari tingkat kabupaten, kota provinsi hingga presiden dan juga anggota legislatif.
“Di dalam agama Islam, semua telah diatur di kitab suci Al Quran dan Sunnah, karena risalah yang dibawa Nabi terakhir sangat komplit dan detil,” jelas Anton.
“Jangkankan memilih pemimpin, memilih teman karib juga diatur dalam Al Quran harus seiman (Qs.3/118), memilih pasangan diatur harus seiman (Qs.2/221), apalagi memilih pemimpin di mayoritas Muslim juga wajib seiman,” tambahnya.
Karena itulah Anton menilai bahwa larangan ceramah politik di masjid-masjid terkait masalah memilih pemimpin itu keliru.
“Memilih pemimpin harus seiman itu ibadah, bukan muamalat,” tegasnya.
Sumber: rmol,dakwah media