OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 25 April 2018

Pekerja Pribumi Tergulung Banjir Pekerja Asing

Pekerja Pribumi Tergulung Banjir Pekerja Asing


10Berita – Gaduh pekerja asing (China), memancing Wakil Presiden Jusuf Kalla angkat bicara. China diminta tak membawa pekerja dalam jumlah besar di proyek-proyek yang mereka biayai. Apa mau?

Menurut JK ketika menerima Wakil Perdana Menteri China, Liu Yandong di Istana Wapres, belajar dari pengalaman masa lalu, datangnya arus besar pekerja asal China merugikan tenaga kerja RI.

Solusi yang dinilai sama-sama menguntungkan adalah menggunakan tenaga kerja Indonesia. Di mana, pekerja Indonesia, pertama-tama diberi bekal kemampuan supaya memiliki kompetensi. Sesuai dengan standar China. Diharapkan, Pemerintah China bisa melaksanakannya untuk proyek-proyek investasi mereka selanjutnya.

Asal tahu saja, kekhawatiran akan serbuan tenaga kerja asing asal Cina masuk ke Indonesia, menguat dalam beberapa waktu terakhir ini.

Perdebatan di masyarakat soal jumlah pekerja asing, terutama asal Cina, terus terjadi. Sebagian mengatakan, jumlah pekerja China yang mengais rejeki di Indoneria mencapai 10 juta orang. Jumlah ini didominasi TKA illegal.


Namun, angka ini dibantah Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan, Hery Sudarmanto. Hanya saja, bantahan itu tidak mengubah kecemasan dan kekhawatiran rakyat Indonesia atas banjir TKA China ke tanah air.

Pekerja asing yang terdaftar di Kemenaker, khusus dari China mencapai 21.271 orang. Mereka adalah yang mengajukan perizinan. Namun laporan resmi itu tak dipercaya rakyat. Apalagi banyak TKA China yang bermasalah. Misalnya, mereka adalah TKA ilegal yang masuk ke Indonesia untuk menyelundupkan narkoba dan lainnya.

Mereka juga menipu aparat pemerintah dan rakyat dengan modus yang ditemukan oleh Kemenakertrans. Semisal, mencantumkan posisi tenaga ahli, seperti mechanical engineering atau manajer quality control. Kenyataannya, mereka tak punya skill alias pekerja abal-abal.

Apa lagi yang dilanggar? Undang-undang UU No 13 Tahun 2003 tegas melarang TKA unskill labours bekerja di Indonesia. Kecuali yang memiliki keterampilan seperti tenaga ahli mesin berteknologi tinggi, ahli hukum internasional, akuntansi internasional, dan lainnya.

Selain itu, pekerja asing diwajibkan bisa berbahasa Indonesia. Satu orang TKA didampingi 10 orang pekerja lokal. Dengan pola ini diharapkan bisa terjadi transfer of knowledge dan transfer of job. Namun, dalam praktiknya semua dilanggar TKA China. Mereka menukangi dengan banyak cara.

Polemik soal pekerja asing semakin mengeras. Lantaran Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Di dunia maya, masalah ini menjadi viral.

Ada apa pasal? Terkesan, ini kebijakan panik Jokowi guna memastikan datangnya dana segar dari investasi. Kaitannya, tentu saja dengan kejar target dan kejar tayang pembangunan infrastruktur jelang Pilpres 2019.

Tafsir dari kebijakan itu adalah China akan memperbanyak investasi langsung ke Indonesia. Termasuk menggelontorkan utang dalam jumlah besar.

Di tengah sulitnya pekerja lokal sulit mencari nafkah, Jokowi justru menerbitkan Perpres yang memberikan karpet merah kepada masuknya TKA ke Indonesia.

Tentu saja, kebijakan ini bertolak belakang dengan kebutuhan tenaga kerja lokal. Adalah ironi, peristiwa ini terjadi karena kebijakan Jokowi. Pertanda apakah?

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, menilai, Perpres 20/2018 sangat memprihatinkan. Terkesan kuat kebijakan ini tidak memiliki sense of crisis, sense of urgency serta sense of direction.

Kata Said, di tengah kesulitan pekerja lokal mencari kerja, pemerintah seharusnya memfasilitasi lahirnya peluang kerja. Hal iotu lebih pas dengan janji kampanye Jokowi tentang penciptaan lapangan kerja untuk 10 juta tenaga kerja.

Namun, kenyataan jauh panggang dari api. Bukannya memfasilitasi pekerja lokal untuk mendapatkan pekerjaan, pemerintah malah mempermulus TKA untuk masuk ke tanah air.

Menurut Iqbal, Perpres Jokowi ini akan mengorbankan pekerja lokal. Di mana, mereka tidak akan bisa terserap. Meski arus investasi yang masuk cukup besar, pengangguran tetap saja tinggi.

Ya, karena investasi China diikuti dengan masuknya buruh-buruh kasar (unskill workers). Tidak ada perpres saja, buruh China menbanjiri Indonesia. Padahal, UU Nomor 13 tahun 2003 dan UUD 1945 mengamanatkan negara untuk menjaga ini.

Apalagi dengan adanya Perpres yang mempermudah TKA, patut diduga jumlah buruh kasar TKA China akan berkali-kali lipat jumlahnya. Bisa jadi, buruh lokal hanya akan menjadi penonton di negri sendiri.

Belum lagi soal diskriminasi gaji atau upah antara buruh lokal dengan TKA, meskipun jenis pekerjaan yang dilakukan, mirip. Mereka bergantian menggunakan alat yang sama, namun bayarannya berbeda.

Sebagai contoh, seorang sopir forklif di sebuah perusahaan investasi China yang memproduksi baja di daerah Pulogadung, Jakarta Timur, bergaji kurang lebih Rp10 juta per bulan. Sedangkan pekerja Indonesia di perusahaan yang sama hanya dibayar Rp3,6 juta per bulan. Sepertiga gaji pekerja asing.

Persoalan urgen lainnya adalah soal ketidakseimbangan jumlah pengawas dengan perusahaan yang ada. Di Jawa Timur, sedikitnya ada 40.000 perusahaan. Namun, jumlah pengawas hanya 200 orang.

Di Surabaya saja, terdapat sekitar 15 ribu perusahaan, pengawasnya hanya 15 orang. Bagaimana mungkin satu orang mengawasi seribu perusahaan? Jadi, jangann heran apabila banjirnya TKA bikin resah dan dikhawatirkan menjadi sumber kisruh.

Kenyataan lain, Survey Lembaga Survey Indonesia (LSI) menyebutkan, salah satu isu yang berpotensi menurunkan elektabilitas Jokowi adalah soal TKA. Dengan keluarnya perpres ini, dikhawatirkan bisa membuat tingkat kepercayaan rakyat kepada Jokowi, menurun. Tentunya, masalah ini tidak bisa dibiarkan berlarut. Apalagi Jokowi masih ingin berlaga di Pilpres 2019.

Ah, Jokowi. Oleh sebab itu, sangat masuk akal desakan dari kalangan serikat pekerja dan civil society agar Jokowi mencabut Perpres 20/2018. Karena, mengancam nasib tenaga kerja lokal. []

Sumber :inilah, Eramuslim.com