OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 13 April 2018

Setnov Serang Kandang Banteng, Peta Koalisi Jokowi Berubah?

Setnov Serang Kandang Banteng, Peta Koalisi Jokowi Berubah?

Hadiri sidang, hakim cecar Setnov soal bagi-bagi duit korupsi e-KTP di DPR. (ilustrasi/aktual.com)

10Berita, Jakarta – Bola panas korupsi e-KTP semakin mengarah kepada partai banteng, PDIP. Hal ini tampak dalam pernyataan terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP, Setya Novanto (Setnov) dalam sidang lanjutan pemeriksaan terdakwa kasus ini di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta, Kamis (22/3) lalu.

Dalam sidang tersebut, Setnov mengungkapkan adanya aliran uang e-KTP yang masuk ke kantong dua politisi PDIP, yaitu Puan Maharani dan Pramono Anung. Keduanya sendiri merupakan anggota dari Kabinet Kerja, masing-masing sebagai Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (MenkoPMK) dan Sekretaris Kabinet.

Menariknya, dua hari setelahnya, terjadi pertemuan antara Ketua Umum Golkar dengan Presiden Joko Widodo di Bogor. Dalam kesempatan tersebut, untuk pertama kali Jokowi secara terang-terangan mengungkapkan adanya pembahasan tentang calon wakil Presiden (Cawapres).

Dalam konteks politik, pertemuan ini tentunya sangat mungkin diadakan karena pernyataan Setnov. Artinya, seorang politisi sekaliber Setnov tidak mungkin menyasar kandang banteng tanpa agenda.

“Bisa ditafsirkan iya, ada hubungan peristiwa karena waktunya berdekatan dan yang berperkara mantan Ketua umum Golkar dan yang bertemu Jokowi Ketua Umum Golkar,” ungkap pengamat politik Ubedilah Badrun kepada Aktual, Kamis (29/3) lalu.

Menurut pria yang akrab disapa Ubed ini, terdapat tiga kemungkinan yang menjadi hidden agenda dari Setnov. Ia beranggapan, ketiga agenda ini sangat erat kaitannya dengan posisi PDIP.

Agenda pertama adalah sebagai calling untuk Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Kedua, mantan Ketua Umum Partai Golkar ini ingin berbagi derita dengan partai berlambang banteng ini. Sedangkan agenda terakhir adalah menutup peluang Puan menjadi cawapres Jokowi.

“Selebihnya hanya Jokowi dan Airlangga yang tahu,” ucap pria yang juga menjadi dosen di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini.

Airlangga Masih Malu-Malu

(Nebby)

Airlangga sendiri telah membantah jika dirinya diterima Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Bogor, Sabtu (24/3) lalu lantaran adanya bola panas yang diarahkan oleh terdakwa kasus korupsi pengadaan e-KTP Setya Novanto (Setnov) kepada dua politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Bantahan ini dilontarkannya usai menemui Ketua Dewan Pembina Golkar Aburizal Bakrie serta beberapa anggota Dewan Pembina partai tersebut di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta Barat, Selasa (27/3) malam.

Airlangga menegaskan, pertemuan dengan Jokowi di Bogor sama sekali tidak berhubungan dengan ucapan Setnov. “Enggak ada (hubungannya dengan pernyataan Setnov),” jawabnya singkat sembari berjalan ke mobilnya.

Di tempat yang sama dengan Airlangga, politisi Golkar lainnya, Melchias Marcus Mekeng mempunyai pandangan yang lain. Secara tersirat, ia mengatakan jika pihaknya merasa optimis jika Airlangga dapat menjadi cawapres Jokowi dalam Pilpres nanti.

Menurutnya, Jokowi membutuhkan sosok yang mengerti tentang ekonomi guna merealisasikan janji-janji kampanyenya dalam Pilpres edisi lalu. Salah satu hal krusial adalah pertumbuhan ekonomi yang dijanjikan akan mencapai 7% dalam kepemimpinan Jokowi.

Kenyataannya, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama empat tahun kepemimpinan Jokowi tidak pernah menembus 6%, atau terjebak pada kisaran 5% saja.

“Itukan (Jokowi) butuh pendamping yang punya visi ekonomi kuat, jaringan partai juga kuat supaya bisa back up di parlemen,” kata Mekeng.

Ketua Fraksi Golkar ini menegaskan, kriteria tersebut pun mengarah pada Airlangga seorang. Dengan demikian, ia optimis jika Jokowi akan memilih Airlangga sebagai pendampingnya dalam kontestasi nanti, meskipun semua partai koalisi pemerintahan sepakat jika penentuan Cawapres akan dilakukan usai pelaksanaan Pilkada serentak 2018.

Tidak hanya itu, Mekeng pun menyatakan jika diterimanya Airlangga oleh Jokowi dapat mengubah peta koalisi pemerintahan.

“Kalau menurut saya, koalisi ini sebetulnya sudah kelihatan mana yang di dalam Jokowi dan mana yang di luar Jokowi,” ungkapnya.

Sudah jadi rahasia umum, sejumlah petinggi parpol koalisi tengah memperebutkan kursi Cawapres dalam Pilpres 2019. Selain Airlangga, terdapat tiga nama lain yang menjadi kandidat pendamping Jokowi, yaitu Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Ketua Dewan Pembina Partai Hanura Wiranto dan Ketua Umum PPP M. Romahurmuziy.

Nama terakhir sendiri masih malu-malu lantaran hingga kini belum menegaskan keinginannya untuk mendampingi Jokowi kepada publik.

Mekeng menambahkan, ia tidak akan kaget jika nantinya terdapat parpol pendukung pemerintah yang keluar gerbong lantaran tidak mendapat posisi yang diinginkan.

“Kemungkinan bisa saja terjadi, ini kan masih ada waktu berapa bulan dan itu bisa terjadi. Detik-detik terakhir terjadinya poros baru,” jelas Mekeng.

Ucapan Mekeng sendiri terkonfirmasi oleh Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PKB, Jazilul Fawaid. Menurut Jazilul, sangat mungkin pihaknya akan menarik dukungan terhadap Jokowi apabila Cak Imin tidak terpilih sebagai cawapres.

Ia menegaskan, Cak Imin dapat bermanuver dengan maju sebagai capres jika tidak dipilih Jokowi dalam Pilpres 2019.

“Ya nyapres. Kalau nyapres berarti bertanding. Kalau diterima dan memungkinkan, nyapres,” kata Jazilul di komplek DPR, Jakarta, 26 Maret 2018.

Tunggu Muspimnas

(Nebby)

Dalam kesempatan yang berbeda, Wasekjen PKB Daniel Johan menanggapi biasa pertemuan antara Jokowi dengan Airlangga. Menurutnya, pertemuan tersebut sama halnya dengan pertemuan antara Jokowi dengan Ketua parpol koalisi.

“Beberapa hari sebelumnya, malah sudah bahas dengan Cak Imin,” ungkap Daniel saat dihubungi Aktual.

Daniel sendiri tidak menyatakan waktu pasti pertemuan antara Cak Imin dengan Jokowi. Ia menambahkan, Jokowi juga membicarakan tentang cawapres dengan Cak Imin, beberapa hari sebelum menerima Airlangga.

Tidak hanya dengan Jokowi, Daniel juga menuturkan bahwa hingga kini pihaknya tetap intens melakukan komunikasi politik dengan parpol koalisi lainnya, termasuk dengan Golkar.

“Dengan semuanya (parpol koalisi) melalui fraksi,” katanya.

Daniel menambahkan, pihaknya masih optimis jika Cak Imin akan dipilih untuk mendampingi Jokowi dalam Pilpres nanti.

Meskipun demikian, hal itu masih belum diputuskan secara resmi oleh PKB. Menurutnya, PKB akan menentukan posisinya untuk Pilpres 2019 dalam Musyawarah Pimpinan Nasional (Muspimnas) nanti.

Daniel mengatakan, semua kemungkinan tetap terbuka dan nantinya akan dibicarakan dalam Muspimnas, termasuk kemungkinan PKB ‘menyebrang ke gerbong lain’.

“Tergantung keputusan Muspimnas nanti, bulan Juni,” katanya.

Dari sepuluh partai yang ada di parlemen, PKB merupakan satu di antara lima parpol yang belum mendeklarasikan capres untuk Pilpres nanti.

Empat parpol lainnya adalah PAN, PKS, Partai Demokrat dan Partai Gerindra.

Koalisi Berubah

(Nebby)

Sementara itu, pengamat politik Ray Rangkuti sangat sepakat jika peta koalisi ini mengalami perubahan dalam beberapa waktu belakangan ini, khususnya pasca pertemuan antara Jokowi dengan Airlangga.

“Yang berubah itu kan mungkin PKB dan PAN. PKB keluar dan PAN masuk, yang lain sih sama saja. Dari gelagatnya kan begitu,” ujar Ray ketika dihubungi Aktual.

“Mungkin nanti ditambah Demokrat (merapat ke Jokowi),” tambahnya.

Ray mengakui, pertemuan antara Jokowi dengan Airlangga secara tidak langsung merupakan gambaran dari kedekatan antara Jokowi dengan Golkar. Namun menurut Ray, posisi cawapres sendiri bukanlah target utama dari partai berlambang pohon beringin itu.

“Cawapres ini bukan target utama Golkar, tapi (target utamanya) mereka menang bersama jokowi, dapat kursi kabinet lebih banyak,” kata Ray.

Meskipun posisi Cawapres juga penting, Ray memandang jika Golkar lebih memfokuskan diri untuk semakin mesra dengan Jokowi dan memenangkannya dalam Pilpres nanti.

“Dengan begitu, walaupun mereka tidak dapat wapres kan mereka jadi dapat kursi di kabinet dan itu akan lebih banyak dari hari ini,” kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) ini.

Terlebih, Golkar memiliki pengalaman pilu dalam tiga Pemilu terakhir, di mana partai ini mengalami kekalahan dalam kontestasi Pilpres.

Pada Pilpres 2004, Golkar harus mengakui kekalahan pasangan usungannya, Wiranto dan Sholahuddin Wahid, sementara pada Pilpres 2009, Golkar harus mengakui kekalahan pasangan usungannya, Jusuf Kalla dan Wiranto. Sedangkan pada Pilpres terakhir, partai ini lebih memilih untuk memberi dukungan kepada pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa.

“Sekarang mereka yakin bahwa mereka telah mendukung orang yang akan jadi pemenang, dengan begitu negosiasi lebih banyak nanti, katakanlah kursi kabinet (lebih banyak),” terangnya.

Tidak hanya itu, kedekatan antara Jokowi dengan Golkar juga memiliki beberapa faktor lainnya. Pertama adalah karakter Airlangga yang disebutnya cenderung setia dan memiliki kerendahhatian.

Hal ini dipandang Ray merupakan suatu hal yang menggembirakan bagi Jokowi.

“Kalau kita lihat, Airlangga bukan tipe orang yang suka kasak-kusuk, ke sana kemari, dia kelihatannya kalau sudah di sini ya bakal di sini,” tutur Ray.

Faktor kedua adalah banyaknya kader Golkar yang memang telah memilih untuk memberikan dukungannya kepada Jokowi. Faktor terakhir, Jokowi memiliki kans yang lebih untuk memenangkan Pilpres dengan dukungan Golkar.

Kenyamanan ini berbeda yang dirasakan Jokowi dengan PKB. Menurut Ray, saat ini Jokowi cenderung ditekan PKB untuk memilih Cak Imin sebagai pendampingnya dalam Pilpres nanti.

“Cara PKB dalam mendorong Cak Imin sebagai cawapres ini enggak elegan di mata Jokowi karena mengancam keluar (koalisi) lah, mengancam nyapres sendiri, bikin koalisi sendiri,” sebutnya.

Ray berpendapat, cara ini sama sekali tidak akan berhasil terhadap Jokowi. Ia mencontohkan, berbagai pihak kerap menekan Jokowi untuk menendang kader PAN dari kabinet Kerja, yaitu Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Asman Abnur.

Tapi nyatanya, Jokowi masih mempertahankan Asman di kursi jabatannya hingga kini.

“Begitu juga dengan PKB, yang terus menekan Jokowi. Feeling saya sih Jokowi akan menegaskan bahwa dirinya tidak mudah ditekan,” kata Ray.

Ramai-Ramai Berebut Kursi Cawapres

(Nebby)

Dalam sepekan terakhir, dinamika di antara sesama parpol koalisi pemerintahan cenderung tinggi. Dua hari setelah pertemuan antara Jokowi dengan Airlangga, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto tampak mengunjungi markas PPP di Jakarta, Senin (26/3).

Selain itu, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan juga memberi sinyal akan merapat ke Jokowi dalam Pilpres mendatang.

“Pak Jokowi itu pejawat dan peluang menangnya besar,” kata Zulkifli pada Selasa (27/3) lalu.

Sinyal ini pun mendapat cibiran dari sesama partai koalisi pemerintahan. Adalah Wasekjen PPP, Ahmad Baidowi yang angkat bicara mengenai hal ini.

Menurut Baidowi, PAN harus membereskan Amien Rais sebagai tanda keseriusannya untuk bergabung dalam gerbong Jokowi.

“PAN punya PR membereskan komunikasi dengan Pak Amien Rais. Informasinya sampai sekarang Pak Amien Rais belum mau mendukung Pak Jokowi,” kata Baidowi, 30 Maret 2018 lalu.

Menurut Ray, sinyal yang diberikan oleh Zulhas ini merupakan sikap dari PAN bahwa parpol tersebut bukanlah milik Amien Rais seorang.

“Justru menurut saya, PAN ini mendekati Jokowi untuk mempertegas bahwa mereka tidak di bawah kontrol Amien Rais,” ucapnya.

Sebagaimama diketahui, Amien Rais memang pengkritik setia Jokowi. Kritik dari Amien tidak berhenti meskipun PAN telah masuk ke dalam kabinet kerja.

Yang paling baru, Amien menyebut jika pembagian sertifikat tanah yang dilakukan Jokowi merupakan pengibulan.

“Amien rais itu adalah identitas tersendiri, PAN adalah identitas yang lain, jadi bukan dua hal yang sama,” tutupnya.

Nebby/Wildan

Sumber :Aktual