MUI DKI: Awasi Penceramahnya, Bukan Masjid Dicap Radikal
Para pengkhutbah harus dipahamkan menyampaikan materi yang jauh dari ujaran kebencian
10Berita , JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta Syarifuddin Abdul Gani berkata, seharusnya dalam kabar 40 masjid terpapar radikal yang perlu disoroti adalah penceramahnya. Para pengkhutbah dan penceramah di masjid tersebut, menurutnya, harus dipahamkan menyampaikan materi yang jauh dari unsur radikalisme, intoleran dan ujaran kebencian.
"Jadi bukan masjidnya yang dicap radikal, namun penceramahnya yang harus diawasi dan dipahamkan. Karena mungkin banyak penceramah yang datang dari mana-mana," kata Syarifuddin kepada wartawan, Kamis (7/6).
Karena itu, menurut dia, jangan mengaitkan seolah masjidlah yang menjadi sumber radikalisme. Kalau menyebut 40 masjid yang terpapar, ia memandang terkesan masjidnyalah yang menjadi sumber paham radikal atau intoleran tersebut. Padahal masjid hanya sebagai tempat ibadah tidak lebih daripada itu.
Syarifuddin pun meminta pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk berhati-hati menyebut masjid sebagai tempat bersemainya radikalisme. Dan hingga saat ini pun diakui dia, Pemda DKI belum ada koordinasi dengan MUI DKI soal masjid-masjid yang perlu mendapat perhatian karena diindikasi penceramah berpaham radikal tersebut.
Untuk langkah selanjutnya, ia menyebut MUI DKI akan memberi himbauan kepada masyarakat khususnya takmir masjid untuk memberi pemahaman kepada penceramah. "Jangan menyampaikan dakwah yang membenturkan NKRI, mengumbar kebencian dan intoleransi," terangnya.
Takmir dan para penceramah harus kembali dipahamkan, posisi masjid sebagai tempat ibadah harus dijauhkan dari penyebaran paham yang melawan negara dan menyampaikan kebencian. "Takmir selama ini mungkin juga tidak tahu karakter penceramah yang diundang, apakah keras atau tidak. Ini yang harus dipahamkan," ujar Syarifuddin.
Ia mengusulkan kedepan kewenangan ini seharusnya menjadi kewenangan Dewan Masjid Indonesia (DMI), khususnya DMI DKI. Dengan demikian DMI bisa memberikan panduan agar persoalan masjid yang katanya terpapar paham radikal ini tidak terulang.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno sebelumnya mengatakan, pihaknya telah mengantongi data 40 masjid yang disebut telah disusupi paham radikal. Data masjid ini muncul dari Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, saat Presiden Joko Widodo bertemu tokoh praktisi sosial dan agama di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (4/6).
Sandiaga belakangan mengaku telah memiliki data 40 masjid tersebut, namun ia enggan membukanya kepada publik. Alasannya, Sandi tak ingin ada perpecahan di masyarakat. "Tentunya tidak mungkin kita umum-umumkan, akhirnya nanti menjadi perpecahan," kata Sandiaga, Rabu (6/6).
Sandi pun ingin apabila MUI atau pihak yang berkewenangan meminta data tersebut bisa berhubungan langsung dengan Pemprov DKI. Sebab Pemprov DKI diakui Sandi juga telah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), untuk melakukan pembinaan terhadap takmir atau pengurus masjid di DKI Jakarta.
Sumber :Republika.co.id