OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 22 Juli 2018

Khilafah Memecah Belah? Tuduhan Kapolri Kelewat Batas, Urusannya dengan Allah! 

Khilafah Memecah Belah? Tuduhan Kapolri Kelewat Batas, Urusannya dengan Allah!



10Berita, Pernyataan Kapolri Tito Karnavian yang memfitnah negara akan terpecah belah karena paham khilafah sebagaimana dialami Uni Soviet dinilai sudah melewati batas.

“Khilafah memecah belah? Tuduhan Kapolri kelewat batas,” ujar Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat Ahmad Khozinudin dalam pers rilis yang diterima Mediaumat.news, Kamis (19/7/2018).

Menurut Ahmad, pernyataan ini bukan pernyataan hukum yang seharusnya keluar dari pejabat pimpinan Polri. Pernyataan yang sepatutnya tidak keluar dari seseorang yang beragama Islam, yang justru berpotensi mendeskreditkan ajaran Islam yakni khilafah yang diwariskan Rasulullah Muhammad SAW.

Secara historis, lanjut Ahmad, tidak ada satu pun peran khilafah dalam kejatuhan Uni Soviet. Khilafah diruntuhkan oleh Musthafa Kemal Attarturk agen Inggris pada tahun 1924, jauh sebelum kejatuhan Soviet pada tahun 1991.

“Artinya, tidak ada andil Khilafah yang menyebabkan pecahnya Soviet. Soviet runtuh atas konspirasi Barat kapitalis, setelah sebelumnya Barat kapitalis mampu meruntuhkan institusi Khilafah sebagai representasi ideologi Islam,” bebernya.

Ahmad juga menegaskan, realitas sejarah menunjukan negeri ini telah terpecah belah dengan lepasnya Timor Timur, Sipadan dan Ligitan, bukan karena khilafah. Tidak ada satu pun argumen yang membenarkan alasan Timor Timur lepas karena Khilafah. Timor Timur lepas disebabkan pengkhianatan penguasa antek, kegagalan penguasa menyejahterakan rakyat, korupsi yang akut, gerakan sparatisme Fretilin serta intervensi Amerika dan Australia.

“Artinya, tuduhan Khilafah akan memecah belah berdasarkan kajian historis adalah pernyataan yang tidak berdasar. Negeri ini justru terpecah belah oleh ilusi demokrasi liberal, keran kebebasan demokrasi liberallah yang bertanggung jawab penuh atas bencana kemanusiaan dan disintegrasi yang melanda negeri ini. Bukan Khilafah,” bebernya.

Menurut Ahmad, potensi sebagian wilayah bereaksi jika ada konsepsi ideologi atau negara yang menjalankan syariat Islam secara kaffah juga hanya sebuah asumsi, tidak ada fakta konkret yang dapat dijadikan rujukan. Reaksi atas sebuah ikhtiar perubahan adalah hal yang biasa. Tidak bisa disimpulkan setiap reaksi akan berujung pada perpecahan.

“Jika dakwah kepada ahludz dzimah sampai dengan cara yang benar, para ahludz dzimah mengetahui di dalam daulah Khilafah mendapat jaminan pelayanan, keamanan dan kesejahteraan berdasarkan nilai-nilai Islam, tentu mereka lebih memilih hidup di bawah naungan panji Islam ketimbang terus dieksploitasi dan ditindas oleh sistem sekuler demokrasi,” bebernya.

Lagi pula, lanjut Ahmad, menuding Khilafah sebagai ideologi pemecah belah adalah tudingan jahat yang mengaburkan sejarah peradaban Islam. Justru Khilafah-lah yang menghimpun dan menyatukan banyak negeri yang terdiri dari banyak suku bangsa, bahasa dan agama yang berbeda, dalam naungan Kekhilafahan Islam.

“Khilafah telah eksis lebih dari 13 Abad, terbukti menyatukan dan menjaga persatuan, serta memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh manusia sepanjang peradaban sejarah, yang tidak pernah dicapai oleh peradaban lain,” tegasnya.

Bahkan sesungguhnya, lanjut Ahmad, khilafahlah yang akan menyelamatkan negeri ini dari berbagai keterpurukan. Khilafah adalah sistem pemerintahan yang menerapkan hukum Islam secara kaffah. Lantas, adakah hukum yang lebih baik selain hukum Allah SWT?

Sumber : mediaumat.news