OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 17 Juli 2018

Pemuda Muhammadiyah: Hentikan Stigma Orang yang Mencari Keadilan Sebagai Pro Teroris

Pemuda Muhammadiyah: Hentikan Stigma Orang yang Mencari Keadilan Sebagai Pro Teroris

10Berita , Jakarta – Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian menyebut orang yang bersimpati terhadap teroris sebagai bagian dari kelompok mereka dan bisa dipidana. Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menilai pernyataan tersebut berbahaya.

Pernyataan tersebut disampaikan Kapolri dengan merujuk pada Undang-undang Nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang baru saja disahkan. “Yang bersimpati pun kepada mereka (teroris) saat melakukan aksi itu, bagian dari kelompok mereka itu bisa kita pidana,” kata Kapolri.

Pendapat berbeda disampaikan Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak terkait pernyataan Kapolri. Menurutnya membela hak-hak hukum teroris adalah wajib. “Membela hak-hak hukum, jangankan teroris siapa pun manusianya, membela hak hak hukumnya itu wajib,” ujarnya seusai acara diskusi Mencari Capres Anti Korupsi yang diselenggarakan oleh Madrasah Anti Korupsi PP Pemuda Muhammadyah di Auditorium KH Ahmad Dahlan, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (17/07/2018).

“Menurut saya, statement kalau ada yang membela teroris itu bisa disebut juga begitu, menurut saya itu tidak benar,” tandas Dahnil.

Menurut Dahnil, bersimpati dalam konteks membela hak-hak hukum terduga teroris harus dilakukan. Pasalnya, bersimpati dalam membela secara hukum bukanlah sebuah pelanggaran.

“Jadi menurut saya aparatur kepolisian, Pak Tito berhenti begitu. Berhenti mengkreasi stigma terhadap mereka yang berusaha mencari keadilan sebagai orang-orang yang pro teroris. Itu berbahaya loh,” tegasnya.

Terkait penindakan kepolisian dalam kasus terorisme, PP Pemuda Muhammadyah menemukan fakta-fakta adanya potensi abuse of power atau penggunaan kekuasaan berlebihan. Dahnil juga menyebut adanya sejumlah kasus salah terhadap orang yang dituduh sebagai teroris, di antaranya terjadi di Medan dan Deliserdang.

“Ini berbahaya sekali dan monolog. Seolah-olah kebenaran itu ada di pihak aparatur kepolisian,” kata Dahnil

Dia pun berharap agra polisi tidak anti koreksi dalam hal penanganan kasus terorisme. “Jadi saran saya, Pak Tito tidak boleh anti kritik, itu semua karena kita sayang dengan polisi,” tukas Dahnil.

Sebelumnya, Kapolri Tito Karnavian mengungkapkan sejumlah penangkapan oleh Densus 88 merupakan penerapan undang-undang Terorisme baru yaitu UU No 5 Tahun 2018. Dalam praktiknya, pasca bom Surabaya sekitar 200 orang ditangkap dan 20 lainnya ditembak mati.

Sumber : Kiblat.