OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 12 Agustus 2018

Gempa Tapi Tuli

Gempa Tapi Tuli

10Berita – Lombok berduka. Berkali-kali kota yang dijuluki seribu masjid itu diguncang gempa berkekuatan 5 hingga 7 SR. Hingga Kamis (9/08) tercatat 259 orang meninggal dunia. Puing dan reruntuhan bangunan menghiasi pemandangan seantero, terutama Lombok Utara dan Lombok Timur. Penduduk mengungsi di tenda dadakan, sebab gempa susulan masih sering terjadi.

Namun, sepertinya gempa ini datang pada waktu yang kurang tepat. Betapapun hebat goncangan, berapapun banyak korban jiwa, belum bisa mengalihkan perhatian pemerintah pusat. Presiden Jokowi pun hanya cukup bertandang ke lokasi bencana dan berkomentar hanya sekali saja.

Padahal, gempa susulan yang terus menghajar tak kalah dahsyatnya. BNPB memang sudah turun. Bersama BPDB, TNI, Polri, Basarnas, Kementerian PU, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian BUMN, SKPD, NGO, relawan dan lainnya terus melakukan penangan darurat.

Sayangnya, semua itu ibarat deret angka, yang bersaing dengan deret ukur kerusakan akibat gempa. Luasnya wilayah, banyaknya korban jatuh baik korban jiwa maupun luka, lumpuhnya transportasi dan hancurnya bangunan pribadi maupun publik, masih membuat perhatian pemerintah pusat terkesan setengah hati. Status sebagai bencana nasional, tak kunjung datang. Dalihnya, pemerintah daerah masih sanggup mengatasinya.

Padahal Gubernur NTB terpilih, Zulkieflimansyah sudah berteriak meminta pemerintah pusat memberikan status bencana nasional. Besarnya kerusakan yang timbul akibat gempa Lombok ini juga lebih besar ketimbang gempa Yogyakarta pada tahun 2006. Tanpa mengecilkan musibah-musibah lainnya, korban yang jatuh dan kerusakan yang timbul dari gempa Lombok ini cukup parah.

Gempa Lombok dengan segenap duka di dalamnya belum berhasil membetot perhatian sepenuh hati pemerintah pusat. Jakarta, saat musibah datang, urat syarafnya sedang tegang oleh persiapan Capres dan Cawapres pada Pilpres 2019. Pemerintah sedang sibuk menata langkah paling menentukan dalam upaya mempertahankan kelanggengan kekuasaannya.

Pada saat bersamaan, negara juga sibuk bersolek untuk Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang. Untuk tamu-tamu yang belum datang, sejumlah ambulan mewah dipersiapkan. Tak boleh ada luka, tak boleh ada sakit yang tak tertangani dari para tamu tersebut. Sebuah pemandangan yang kontras bila dibandingkan dengan yang dialami rakyat sendiri di Lombok.

Perhatian setengah hati kepada musibah gempa Lombok ini juga tergambar dalam pantauan percakapan di dunia maya. Sebuah survey SNA menunjukkan percakapan seputar Capres dan Cawapres mengungguli perbincangan soal gempa. Cukup banyak informasi dan ajakan penggalangan bantuan untuk Lombok. Namun kalah banyak dengan provokasi dan propaganda  yang terkait Capres dan Cawapres; baik sebelum deklarasi maupun setelahnya.

Allah Sang Pencipta memang tidak membekali kita dengan kemampuan mengatur peristiwa atau musibah agar datang sesuai waktu yang diinginkan. Tapi Dia menciptakan perasaan dan sifat welas asih manusia kepada manusia lain. Jadi, indra kita mungkin bisa tuli oleh pekaknya propaganda dan provokasi politik. Namun hati dan perasaan kita, jangan pernah mati untuk rintihan korban gempa Lombok.

Sumber : Kiblat.