Rizal Ramli Sindir Sri Mulyani Soal Utang Jatuh Tempo 409 T: Kok Baru Ngaku?
10Berita – Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mengakui, pembayaran utang tahun 2019 mendatang cukup berat karena utang pemerintah yang jatuh tempo cukup besar menjadi bola liar.
“Tahun depan berat, banyak utang di masa lalu yang jatuh tempo cukup tinggi di 2019,” ujar dia dalam acara konfrensi pers Nota Keuangan dan RAPBN 2019 di JCC, Senayan, Jakarta, Kamis (16/8/2018).
Sri Mulyani mengungkapkan, jumlah utang pemerintah yang akan jatuh tempo pada 2019 mencapai Rp 409 triliun.
Walau demikian dia menegaskan, pengelolaan utang pemerintah semakin baik terlihat dari dua indikator yang menunjukan kesehatan APBN, yakni defisit APBN dan tingkat keseimbangan primer.
Sri Mulyani juga pun membeberkan defisit APBN yang terus mengalami penurunan terhadap GDP.
Pada tahun 2015, defisit APBN sempat menyentuh angka 2,59 persen dari GDP senilai Rp 298,5 triliun. Angka ini perlahan turun pada 2016 sebesar 2,49 persen, dan kembali turun pada 2017 menjadi 2,15 persen.
Target defisit APBN pada 2018 pun turun menjadi 2,12 persen.
“Kelihatan bahwa trennya yang mendekati nol dari yang tadinya pernah mencapai 2,59 persen yang terdalam di tahun 2015, itu dikarenakan tahun itu harga komoditas jatuh sehingga counter fiskal hingga defisit,” ujar Sri Mulyani.
Sementara itu, pada RAPBN 2019 ini, defisit akan diperkirakan di 1,8 persen terhadap GDP. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan defisit paling kecil yang pernah terjadi di 2012 yaitu 1,86 persen dari PDB.
“Hanya untuk menggambarkan betapa kerennya berubah sama sekali,” ujar dia.
Padahal pernyataan Menkeu Sri Mulyani ini sebenarnya merespons kritikan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan menyoroti soal utang pemerintah dan kemampuan pemerintah dalam mencicil utang pada Sidang Tahunan MPR di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (16/8/2018).
Dia mengatakan, negara harus menjaga stabilitas ekonomi dan menjaga krisis sejak dini. Karena, kata Zulkifli, ini penting untuk menjaga ketahanan nasional.
Zulkifli juga menyoroti besaran utang pemerintah yang diketahui jumlahnya mencapai Rp 4.200 triliun.
Dia mengatakan, kemampuan mencicil utang yang dilakukan pemerintah sudah di luar batas kewajaran.
“Rp 400 triliun di 2018 itu setara 7 kali dana desa, 6 kali anggaran kesehatan. Itu sudah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar,” kata Zulkifli.
Sontak pernyataan Menkeu Sri Mulyani soal utang luar negeri jatuh tempo direspons pihak di luar pemerintah.
Aktivis Ratna Sarumpaet melalui akun Twitter @RatnaSpaet, Sabtu (18/8/2018), mengaku tidak percaya dengan ucapan Menteri Keuangan, Sri Mulyani.
“Bagaimana saya bisa percaya ucapan orang yg selama lebih Dari 20 dengan segala kemudahan yang Allah SWT Berlian kepadanya – dia hanya berhasil mjadi kaki-tangan Neolib penghianat,” tulisnya.
← Halaman sebelumnya Halaman selanjutnya →
Ferdinan Hutahaean, Kepala Divisi Humas dan Advokasi Hukum DPP Partai Demokrat turut berkomentar terkait utang negara Rp 409 triliun lebih yang jatuh tempo pada 2019.
Ferdinand meminta kejelasan utang yang jatuh tempo di tahun 2019 merupakan utang di tahun berapa, utang kepada siapa dan berapa persen bunganya.
Ferdinand mengimbau agar informasi tersebut dibuka ke publik agar jernih.
Seperti yang ditulis akun @LawanPolitikJKW: “Sri Mulyani @KemenkeuRI , itu utang tahun berapa yg jatuh tempo? Utang ke siapa dan berapa % bunganya? Tolong buka ke publik agar jernih.”
Tak ketinggalan mantan Menko Rizal Ramli dalam akun twitternya merespons pernyataan Menkeu Sri Mulyani.
“Lho kok baru ngaku? Piye toh? Jadi ngapain ngibul dan bantah-bantah selama ini Madamme Anomali?,” celoteh Rizal dalam akun twitter pribadinya @RamliRizal, Sabtu (18/8/18).
Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira yakin utang jatuh tempo 2019 tidak semua utang pemerintahan sebelum Jokowi.
Bhima mengatakan pemerintah Jokowi kerap menerbitkan surat utang dan berbagai sumber utang lainnya. Misalanya ORI 013 diterbitkan 26 Oktober 2016 jatuh tempo 15 Oktober 2019 dengan jumlah Rp 19,6 triliun.
Ada juga SPN 12190214 yang diterbitkan 15 Februari 2018 dengan tanggal jatuh tempo 14 Februari 2019 tenornya cuma 12 bulan.
Sebenarnya utang jatuh tempo 2019 sebesar Rp 409 triliun bukan lah hal baru.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu sudah merilis utang jatuh tempo ini, sejak 3 Juli 2017, atau setahun lalu.
Mungkin karena sekarang mendekati tahun politik Pilpres 2019.
Seperti dilansir kompas.com, menurut informasi dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, beberapa utang jatuh tempo dalam periode dua tahun ke depan, yani 2018 dan 2019.
Dalam rincian DJPPR, pada 2018 utang jatuh tempo mencapai Rp 390 triliun dan pada tahun 2019 sekitar Rp 420 triliun.
Jika dijumlah, sekitar Rp 810 triliun. Jumlah tersebut merupakan yang tertinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Updatenya, utang jatuh tempo 2018 ini sekitar Rp 400 triliun.
Direktur Pembiayaan Syariah DJPPR Kementerian Keuangan Suminto mengatakan utang jatuh tempo pada 2018 ini sebesar 10,4% dari total utang pemerintah yang mencapai Rp 4.034,8 triliun per Februari tahun ini.
“Utang kita yang jatuh tempo untuk 2018 itu sekitar 10%, berarti sekitar Rp 400 triliun dari total utang,” kata Suminto 12 Maret 2018.
Sedangkan di laman http://www.djppr.kemenkeu.go.id di statistik jatuh tempo utang 2019, tertera Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 264 triliun dan pinjaman negara Rp 84 triliun.
Dari statistik ini terungkap utang negara berupa pinjaman yang jatuh tempoh memang pada 2019 yakni Rp 84 triliun. Setelah itu 2020 pinjaman yang jatuh tempoh turun jadi Rp 80 triliun, 2021 jadi Rp 67 triliun. []
Sumber : Tribun