OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 13 September 2018

Inikah yang Mereka Takuti dari Ustad Shomad?

Inikah yang Mereka Takuti dari Ustad Shomad?

10Berita – Ustaz Abdul Shomad (UAS) menjadi salah satu idola umat Islam di era ini. Ceramahnya selalu dibanjiri ribuan umat Islam. Hal ini dikarenakan keluasan ilmu UAS yang sangat mumpuni. Kepiawaian UAS mengemas materi ceramah dengan berbagai rujukan yang disampaikannya dengan fasih dan diselingi humor tersebut, membuat para jamaahnya tahan berjam-jam menyimak tausyiahnya.

Ustaz kelahiran Silo Lama, Asahan, Sumatera Utara, 18 Mei 1977 ini memang biasa menyebutkan nama kitab, pengarang, teks kalimat dan konteks kitab yang dikutipnya. Dalam penyebutan itu, UAS hampir tidak pernah ada jeda berpikir dulu. Daya ingatnya luar biasa, informasi sumber kitab langsung mengalir dari ingatannya. Bahasa penyampaiannya sederhana sehingga mudah dipahami segala khalayak.

Ustaz jebolan Universitas Al-Azhar, Mesir, dan Al-Hadits Al-Hassania Institute, Maroko ini di kalangan terdekatnya juga dikenal sebagai ulama pejuang yang ikhlas. Dia bukan tipe mubaligh amplop seperti yang selama ini disematkan padanya. Buktinya, daripada menerima undangan pejabat negeri, UAS lebih memilih menunaikan janjinya berdakwah di berbagai pelosok Nusantara, baik dalam mengisi acara seminar, diskusi publik, bedah buku, tabligh akbar, muktamar dan kajian dalam rangka gerakan sholat subuh berjamaah. Satu sen pun panitia tidak ada memberi amplop. Tidak ada honor. Itulah yang membuat gerakan dakwahnya digandrungi banyak umat Islam.

Sayangnya, sampai sekarang ada yang melakukan tindakan-tindakan persekusi terhadap UAS. Teranyar, dia dilarang berceramah. Info tersebut datang langsung dari UAS yang diunggah melalui akun Instagram-nya. UAS memutuskan untuk membatalkan ceramahnya di tiga provinsi yakni Jawa Tengah, Jawa Timur dan DI Yogyakarta.

“Beberapa ancaman, intimidasi, pembatalan, dan lain-lain terhadap taushiyah di beberapa daerah seperti di Grobogan, Kudus, Jepara dan Semarang. Beban panitia yang semakin berat. Kondisi psikologis jamaah dan saya sendiri,” kata Ustaz Abdul Somad, Senin (3/9/2018).

Ustaz Somad memang tak menjelaskan secara detil alasan mengapa dia dilarang dan siapa pihak yang mengancam ceramahnya. Namun dari sebelum-sebelumnya, mereka yang tak sepakat umumnya mempertanyakan soal kecintaan UAS terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pada awal Desember 2017, ustaz asal Pekanbaru Riau ini bahkan diminta mengikrarkan janji dan sumpah setia di atas Alquran kepada NKRI. Saat itu UAS ingin melakukan ceramah di Bali.

Begitu pula pada akhir Juli 2018, ceramahnya di Semarang juga ditolak oleh sejumlah ormas. Penolakan tersebut disampaikan perwakilan ormas Patriot Garuda Nusantara (PGN), FKPPI, Laskar Merah Putih, serta Banser NU Kota Semarang.

UAS dituding pro Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang sudah dibubarkan pemerintah. Bahkan ormas tersebut mengancam akan membubarkan pengajian jika tidak ada kegiatan seperti menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya”, termasuk jika UAS jika tidak ikut menyanyi.

Ormas-ormas itu juga membuat surat edaran yang menyebut pelarangan UAS karena dianggap corong HTI yang mengusung gerakan radikal dengan menebarkan kebencian, fitnah dan permusuhan. Kendati belakangan Polri merespon surat tersebut, bahwa tidak ada yang berhak melarang ataupun memberikan izin suatu kegiatan selain Polri.

Tudingan UAS sebagai anti-NKRI jelas sangat mengada-ada. UAS sebenarnya sudah berulangkali membantah kabar tersebut. Sekembalinya dia merantau dari Benua Afrika, UAS ingin mengabdi menjadi dosen perguruan tinggi negeri di Riau, Pekanbaru.

Dia pun ikut sejumlah rangkaian tes, salah satunya mengenai kecintaan dan kesetiaan pada NKRI. Faktanya, dua kali dalam setahun, UAS berkunjung ke desa-desa terpencil di pelosok untuk berdakwah. Seperti saat UAS “bergerilya” masuk ke pedalaman hutan Sumatera (Riau) sembari menjunjung bendera merah putih, masuk hutan belantara menemui saudara sebangsa yang juga warga negara Indonesia yang dilupakan negara, yang belum kenal Pancasila dan NKRI yang dibangga-banggakan itu. Tanpa menuding masyarakat suku pedalaman tidak pancasilais. Tanpa juga mengaku bahwa dirinya atau orang-orang Melayulah yang paling cinta Indonesia. Semua dilakukan untuk menjaga NKRI, bukan untuk pencitraan. UAS berpancasila dalam perbuatan, bukan sekedar slogan dan teriakan.

Gerilya UAS bersama timnya itu justru demi tegak dan tertanamnya Pancasila, UUD 1945 dan merah putih di dalam dada masyarakat pendalaman. Mengajari dan mengenalkan anak-anak pedalaman tentang Pancasila dan warna merah putih. Nyanyian kebangsaan “Indonesia Raya” berkumandang di tengah belantara rimba raya Sumatera tanpa seorang pun yang mempersekusi.

“Bersama masyarakat pedalaman saya mengibarkan bendera merah-putih,” tegas UAS. Hal ini juga bisa dilihat dari instagram-nya saat mengibarkan bendera merah putih.

Karena itu, UAS menyebut jika ada orang yang menyebutnya anti-NKRI, anti kebhinekaan, dan radikal pasti ula oknum-oknum yang benci padanya. “Jadi kalau ada isu saya anti kebinekaan, anti-NKRI, ini pasti dibuat oleh orang yang tidak punya paket (data untuk akses internet),” demikian UAS menjawab tudingan terhadapnya.

Bukti lain, sejumlah pejabat negara mengaku mengidolakan UAS sebagai dai favorit mereka. Seperti Ketua MPR Zulkifli Hasan, Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar hingga Menpora Imam Nahrawi. Bahkan apabila UAS dianggap anti-NKRI, dia tidak mungkin kerap diundang untuk berceramah di Mabes TNI AD. Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Mulyono turun tangan langsung untuk mendatangkan UAS pada Juni 2018 lalu.

“Biasanya saya yang mendatangi pejabat, tapi kali ini saya yang didatangi ke kamar, disambut, diajak berfoto. Kalau foto ini di-share akan menaikkanrating dan menghilangkan tuduhan-tuduhan radikal dan anti-NKRI dari orang-orang yang tidak kenal,” tutur UAS ketika itu.

Penolakan politis

Para pelaku persekusi yang merupakan oknum masyarakat dan ormas, yang telah melakukan teror psikologis dan fisik terhadap pribadi UAS dan jamaah, termasuk model kelompok vigilante. Kelompok massa ini sukanya main hakim sendiri, memonopoli kebenaran dan mengabaikan pluralitas dan hak-hak kewargaan.

Mereka merasa sebagai warga negara kelas pertama, merasa sebagai kelompok yang paling pancasilais, paling cinta NKRI, paling toleran dan paling terdepan membela negara ini. Di sisi lain dengan serampangan mereka memvonis individu atau kelompok lain sebagai musuh, menuding dengan sebutan anti Pancasila, anti NKRI, intoleran dan radikal. Model seperti ini hanya terjadi di rezim sekarang.

Mempertanyakan keindonesiaan UAS dengan tudingan palsu merupakan tujuan utama untuk mendegradasi seseorang yang dibenci. Sudah bisa ditebak, persekusi yang dilakukan memiliki tujuan politis. Seperti yang selama ini dilakukan kelompok-kelompok yang menolak gerakan #2019GantiPresiden di sejumlah daerah.

Hal ini disampaikan Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera Mardani Ali Sera. Mardani menyebut penolakan UAS adalah tragedi bagi bangsa. Dia menyamakannya dengan pelarangan terhadap kampanye yang dipeloporinya yakni #2019GantiPresiden.

“Sama seperti pelarangan #2019GantiPresiden. Oleh karena itu kami mengimbau masyarakat ini sebetulnya dewasa bisa memilah dan memilih, mana yang baik mana yang tidak,” ujar Mardani.

Kelompok penolak UAS, jelas selain tidak suka dengan cara berdakwahnya, juga tidak suka melihat kebangkitan Islam. Selain itu memasuki tahun politik saat ini, pengaruh UAS dinilai sangat besar dalam Pilpres 2019. Belum lagi kekuatan massa umat Islam yang semakin hari bertambah besar setiap kali UAS berceramah. Hal ini bisa dijadikan lahan strategis untuk berpolitik. Wajar UAS ditakuti banyak orang.

Selain itu, UAS dianggap ulama yang paling dekat dengan Persaudaraan Alumni (PA) 212 dan Gerakan Nasional Pembela Fatwa Ulama (GNPF-U). Di kepartaian, tentu publik melihat UAS lebih dekat dengan koalisi calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Sebelumnya Ijtima Ulama dan Tokoh Nasional yang berlangsung 27-29 Juli lalu merekomendasikan Prabowo Subianto bersanding dengan UAS. Posisi cawapres kemudian ditolak dan UAS memilih tetap berdakwah. Namun bagi para pembencinya, keberadaan UAS yang menjadi magnet umat muslim masih dianggap mengkhawatirkan.

Sejumlah tokoh berusaha meredam penolakan dan persekusi terhadap UAS. Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menyatakan prihatin masih adanya penolakan terhadap UAS yang disertai ancaman dan intimidasi. Kejadian yang dialami oleh UAS, menurut Wapres Kalla, harus dievaluasi secara menyeluruh. Ia mengatakan, hal tersebut meliputi segi penyelenggara, organisasi masyarakat, ataupun masyarakat.

“Tentu kita harus lihat kenapa, tentu juga evaluasi secara keseluruhan, evaluasi di masyarakat, juga Somad sendiri mungkin ada sesuatu yang tidak sesuai,” kata Wapres Kalla di Kantor Wapres RI, Jakarta, Selasa (4/9/2018).

Ketua Majelis Kerapatan Adat Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Datuk Al Azhar mengatakan sebenarnya tidak ada yang terancam oleh UAS karena yang bersangkutan hanya menunaikan tugas hati nurani dan ilmunya. UAS hanya melakukan tugas dengan jalan dakwah untuk memperkuat sila Ketuhanan yang Maha Esa.

“Sikap LAM amat menyesalkan itu. LAM membuka diri untuk pihak-pihak yang berpikir merasa terancam oleh majelis ilmu bersama UAS yang diadakan masyarakat untuk dialog terbuka,” kata Al Azhar di Pekanbaru, Selasa (4/9/2018).

Karena itu, lanjutnya, sulit sekali dipahami dengan akal sehat mengapa ada komponen yang menolak UAS. Terlebih lagi, jikapun ceramah UAS tidak dilakukan di depan publik, masyarakat juga bisa mengaksesnya melalui media sosial.

“UAS ini orang berilmu lalu berbagi kepada masyarakat yang berharap, ada kesepakatan UAS dan masyarakat. Lalu dibuat majelis kok malah dihambat dan diintimidasi,” ungkapnya.

Sementara itu Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menegaskan bahwa UAS memiliki pandangan yang sama tentang Indonesia.

“Pada prinsipnya, Ustadz Abdul Somad punya pandangan yang sama tentang NKRI, tentang kebhinekaan dan Pancasila,” kata Cak Imin di sela mendampingi bakal calon Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin di kantor PWNU Jatim, Surabaya, belum lama ini.

Ditegaskan Cak Imin, merespon penolakan masyarakat di beberapa daerah terhadap kegiatan ceramah UAS, Cak Imin berkeyakinan UAS memiliki dasar yang sama dari hasil dialog dirinya bersama pimpinan MPR lainnya secara langsung dengan UAS beberapa waktu lalu. Menurut dia, nasionalisme UAS sudah tidak bisa diragukan lagi. Karena itu, menurut Cak Imin penolakan itu seharusnya tidak terjadi.

Terkait isu UAS selalu dikait-kaitkan dengan organisasi terlarang seperti HTI, Cak Imin mengundang UAS untuk membuat forum bersama tokoh Nahdlatul Ulama (NU). Ajakan ini untuk meluruskan kecurigaan masyarakat yang menilai sosok UAS sebagai ulama radikal dan anti-NKRI. Dia pun mengajak untuk melakukan dialog terbuka. “Karena itu perlu forum. Saya kira, saya mengundang Ustaz Abdul Somad untuk bertemu tokoh-tokoh NU supaya terjadi dialog terbuka apa yang menjadi kecurigaan masyarakat tentang HTI,” ujarnya.

Dengan dialog terbuka ini, lanjutnya, dapat menjadi sarana untuk mengenalkan kepada masyarakat bagaimana pola pikir UAS yang sebenarnya. Hal ini juga untuk mendapatkan dukungan yang merata dari masyarakat.

“Tentang pola pikir yang mungkin sudah dibantah Ustadz Abdul Somad dan mendapatkan dukungan merata di kalangan masyarakat,” imbuhnya.

UAS bisa saja menerima undangan untuk dialog terbuka. Namun apapun dialog tersebut dan apapun bantahan-bantahan yang disampaikan, tetap tidak akan berpengaruh terhadap para pembencinya yang memang sejak awal tidak suka dengan kebangkitan Islam.[]

Source: Nusantara News, Konfrontasi