OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 19 September 2018

Yang Mungkin Hilang dari Ibadah Kita

Yang Mungkin Hilang dari Ibadah Kita

Oleh: Ust. M. Lili Nur Aulia

“AKU tak pernah melihat Muslim bin Yasar melirikan matanya saat shalat, sedikitpun. Suatu saat dinding masjid roboh hingga mengejutkan orang yang berada di pasar, karena getarannya. Tapi Muslim bin Yasar tetap dalam shalatnya tanpa melirik sedikitpun.”  Ini perkataan Maymun bin Hayyan, seorang shalih di zaman Tabi’in, tentang sahabatnya Muslim bin Yasar yang terkenal khusyu dalam beribadah.

Para orang-orang shalih dahulu, memiliki kenangan yang cukup detail prihal kebaikan sahabat-sahabat mereka. Orang-orang shalih dahulu sangat memperhatikan shalat sahabatnya dan mengambil banyak pelajaran dari kebaikan sahabatnya. Seorang shalih pernah bertanya pada Khalaf bin Ayub, “Apakah engkau tidak risih dengan lalat yang hinggap saat shalat sehingga engkau perlu mengusirnya?” Ia menjawab, “Aku tidak membiasakan diriku untuk melakukan sesuatu yang merusak nilai shalatku.” Si penanya belum puas dengan jawaban itu, dan bertanya lagi soal bagaimana Khalaf bin Ayyub bisa menahan diri untuk tetap bergeming saat lalat hinggap di tubuhnya? Khalaf bin Ayyub menjawab, “Seorang penjahat bisa bersabar saat dihukum berat di dalam penjara dan dia bahkan bangga dengan kesabarannya itu. Sedangkan aku berdiri di hadapan Allah swt, apakah aku harus bergerak karena seekor lalat?”

BACA JUGA: Jin Juga Beribadah bersama Manusia?

Saudaraku,

Itu sepotong tentang kekhusyuan orang-orang shalih saat menunaikan shalat. Di antara mereka ada yang bernama Ibnu Zubair, yang bila berdiri dalam shalatnya, seperti batang pohon, karena kekhusyuannya. Adz Dzahabi menuliskan tentang Sofyan At Tsauri, yang pernah dilihatnya menunaikan shalat di Masjidil Haram setelah shalat Magrib. Setelah itu, Ats Tsauri melakukan shalat nafilah lalu sujud dan ia tidak mengangkat kepalanya kecuali hingga berkumandang azan Isya.Orang shalih yang lain, Ali bin Fudhail, berkata, “Aku  ingin tawaf di Ka’bah. Aku lihat Sofyan Ats Tsauri sedang sujud dalam shalatnya. Aku menyelesaikan thawafku tapi aku masih melihat Ats Tsauri sujud. Lalu aku tawaf lagi, dan ketika selesai thawaf aku melihat dia masih dalam keadaan sujud.”

Itulah kenyatan yang dilakukan para sahabat, para tabi’in radhiallahu anhum. Shalat di mata mereka sungguh-sungguh menjadi penyejuk yang begitu menenangkan jiwa. Di sanalah mereka mendapatkan pucuk cintanya. Di sanalah mereka berteduh di sebuah taman yang begitu nyaman dan membuatnya lupa dengan apapun di sekelilingnya. Kitapun menjadi lebih mengerti tentang sabda Rasulullah saw kepada Bilal ra, “Ya Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat.” Itulah yang dikatakan Rasulullah saw, “Dan sungguh dijadikan kesejukan mataku saat melakukan shalat.” Semoga Allah swt mengasihi hamba-hamba-Nya yang tunduk dan khusyu kepada-Nya.

Saudaraku,

Shalat adalah akhir wasiat Rasulullah saw menjelang wafatnya. Dan shalatlah yang menjadi akhir hilangnya Islam dari sebuah masyarakat. Shalat juga, masalah pertama yang akan ditanyakan kepada seorang hamba di hari kiamat di hadapan Allah swt Yang Maha Mengetahui.

Saudaraku,

Perhatikanlah lagi lebih seksama, bagaimana Rasulullah saw suatu ketika tengah berada di masjid bersama para sahabatnya. Lalu, masuklah seseorang dan dia melakukan shalat. Usai shalat, orang itu datang dan mengucapkan salam kepada Rasulullah saw. Rasul mengatakan kepadanya, “Kembalilah dan shalatlah, engkau belum shalat.” Setelah itu orang tersebut shalat lagi sebagaimana shalatnya yang pertama. Tapi ketika mendatangi Rasulullah saw, ia kembali diperintahkan untuk kembali mengulangi shalatnya. “Engkau sebenarnya belum shalat,” ujar Rasululalh saw. Ia kembali melakukan shalat yang ketiga kalinnya kemudian datang kepada Rasulullah saw. Ternyata Rasul saw tetap menganjurkan ia untuk kembali mengulang shalatnya dan mengatakan bahwa ia sebenarnya belum shalat. Orang itu bertanya, “Demi Allah Yang Mengutusmu dengan kebenaran. Apakah ada yang lebih baik dari ini, ajarkanlah saya.” Rasulullah saw menjawab, “Jika engkau berdiri shalat maka bertakbirlah. Kemudian bacalah ayat apa yang mudah bagimu dari Al Quran. Lalu ruku’lah hingga engkau tuma’nihah dalam ruku. Lalu angkatlah kepalamu sampai engkau berdiri lurus. Lalu sujudlah hingga engkau thuma`ninah dalam sujud. Lalu bangunlah hingga engkau thuma`ninah dalam duduk. Lakukanlah itu dalam shalatmu semuanya… “

Saudaraku,

Barangkali kita perlu teguran setelah shalat, yang mengatakan pada kita, “kembalilah dan shalatlah lagi, karena sesungguhnya engkau belum shalat.” Mungkin tidak sedikit dari kita yang melakukan ruku’, sujud, duduk di antara dua sujud dalam keadaan yang terburu-terburu. Tanpa kekusyu’an kepada Allah yang Maha Rahim dan Maha Kasih Sayang. Mungkin ada di antara kita yang masih mencuri pandangan ke sisi lain saat kita shalat, melihat pakaian, melihat jam, melihat arah lainnya, atau sangat ingin cepat selesai shalat.

Ternyata, kita telah kehilangakn khusyu’ dalam ibadah. Kita menunaikan shalat hanya untuk menggugurkan kewajiban, bukan untuk dinikmati dan dirasakan kenikmatannya. Benarlah apa yang dikatakan Khudzaifah bin Al yaman radhiallahu anhu, “Pertama kali yang hilang dari agama kalian adalah kekhusyuan, dan yang paling terakhir hilang adalah shalat. Ada banyak orang yang melakukan shalat tapi tak ada kebaikan di dalam dirinya. Kelak engkau masuk ke sebuah masjid dan tidak engkau lihat di dalamnya orang yang melakukan shalat dengan khusyu’.”

Saudaraku,

Khudzaifah bin Al Yaman sangat takut terhadap hilangnya kekhusyu’an, sebagaimana ia takut bila kekhusyu’an itu hanya tampilan luarnya saja. “Hati-hatilah kalian daripada kekhusyuan yang nifaq. Yakni bila tubuh seseorang secara lahir terlihat khusyu’ tapi hatinya tidak khusyu’. Demikian ujar Khudzaifah Al Yaman, seorang sahabat Rasulullah, yang dijuluki shaahibus sirri Rasulillah, atau orang yang menyimpan rahasia Rasulullah saw tentang orang-orang munafik. []

Sumber :Islampos.