OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 12 Oktober 2018

BBM Naik, Kemana Air Mata (Buaya) PDI Perjuangan?

BBM Naik, Kemana Air Mata (Buaya) PDI Perjuangan?

Oleh: Nasrudin Joha
10Berita, Publik masih ingat betul, ketika fraksi PDIP aksi walk out karena tidak setuju kebijakan kenaikan harga BBM di zaman SBY. Terlihat, puan Maharani nangis bawang bombay, merasa sedih dan pilu akan nasib 'wong cilik' yang kian sulit karena tekanan kenaikan berbagai kebutuhan pokok akibat naiknya BBM.
Bahkan, politisi 'oneng' dan Pasukan banteng mengkonsolidasi pasukan banteng untuk melakukan unjuk rasa besar menolak kenaikan BBM. Di berbagai wilayah, struktur partai menghimpun masa untuk demo BBM.
Kita juga ingat, bahkan PDIP mengeluarkan 'buku sakti' sebagai argumentasi penolakan kenaikan BBM. Politisi jalanan PDIP, kelasnya Adian Napitupulu dan Budiman Sujatmiko, dengan heroik memuntahkan agitasi publik untuk menolak kenaikan BBM.
Lantas, Kemanakah protes itu ? Ketika saat ini rezim Jokowi menaikan BBM. Kemanakah protes massa itu ? Kemanakah buku sakti itu ? Kemanakah ujaran agitasi itu ? Kemanakah air mata (buaya) itu ?
Apakah air mata (buaya) PDIP telah mengering ? Apakah empati untuk wong cilik sudah hilang ? Apakah tidak ada lagi iba hati menyaksikan penderitaan rakyat ? Apakah rakyat sudah tidak butuh BBM ? Apakah rakyat sudah sejahtera, pendapatan 200 juta per kapita, sehingga tidak risau dengan kenaikan harga BBM ratusan perak ?
Apakah visi 'perjuangan untuk wong cilik' telah berubah menjadi visi berjuang untuk 'wong licik' ? Apakah partai, telah merubah plat form perjuangan dari PDIP perjuangan berubah menjadi PDIP penindasan ?
Apakah tambahan pilu, berupa banyaknya musibah dan gempa, terakhir kiriman gempa di Situbondo, tidak membuat PDIP iba ? Apakah, argumen 'kelayakan kenaikan BBM' akan terus dinyanyikan ? Apakah, tidak ada lagi bagian bagi rakyat, selain kesulitan dan kesempitan hidup yang ditimbulkan penguasa ? Coba eta terangkanlah !
Sudahlah, waktumu sudah habis. Tenggat kekuasaan itu sudah tipis. Umat tidak akan memberikan amanah pada penindas dan pelaku tirani. Umat, hanya akan memberikan kepada pribadi yang taat dan benar benar berjuang bagi umat.
Kekuasaan pasti Allah SWT pergilirkan. Sudah cukup tenggat bagi kaum sekuler dan pragmatis menunjukan prestasi penindasan kepada rakyat. Sudah saatnya, pribadi yang taat dan membawa misi syariat memperoleh amanah dan kepercayaan. Sudah saatnya, sistem hukum sekuler yang usang dan terbukti gagal menyejahterakan ini ditinggalkan. Sudah saatnya, umat kembali pada ketaatan dan berhukum hanya kepada hukum Qur'an.
Sudah waktunya, kezaliman penguasa dan teguran Allah SWT melalui bencana gempa, mendorong kaum muslimin untuk kembali kepada syariat Allah SWT. Sudah cukup, negeri ini puluhan tahun bereksperimen mengatur umat dengan hukum warisan Belanda. Sudah saatnya, negeri ini mengadopsi aturan yang dibuat oleh dzat pencipta alam semesta, pencipta manusia dan pencipta kehidupan.
Sudah saatnya, negeri ini dinaungi berkah dan kesejahteraan yang melimpah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ
"Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allâh dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allâh membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan" [Al-Anfâl/8:24]
Sumber :