OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 11 Oktober 2018

Dahnil Anzar Bandingkan Hoax Ratna Sarumpaet dengan Kecolongan Jokowi, Budiman Sudjatmiko Bahas Ahok

Dahnil Anzar Bandingkan Hoax Ratna Sarumpaet dengan Kecolongan Jokowi, Budiman Sudjatmiko Bahas Ahok

Budiman Sudjatmiko dan Dahnil Anzar


10Berita  -- Debat antara kubu Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandi ini terjadi dalam tayangan Mata Najwa, Rabu (10/10/2018).
Debat ini masih menyangkut kasus Hoax Ratna Sarumpaet yang menyeret beberapa anggota kubu Prabowo-Sandi.
Dahnil Anzar selaku jubir Prabowo-Sandi menyebutkan bahwa tak hanya Prabowo yang kecolongan dengan kebohongan Ratna Sarumpaet, tapi juga Jokowi pernah terjebak.
Jebakan yang berhasil menyeret Jokowi ini contohnya seperti Arcandra.
"Banyak kok dalam konteks lain, Jokowi juga sering dibohongi, misalnya soal Arcandra. Ini masalah instrumen negara lho," tutur Dahnil Anzar.
Lebih lanjut, Najwa Shihab selaku pembawa acara pun menampilkan beberapa berita terkait kecolongan Jokowi.
Kecolongan tersebut diantaranya seperti kewarganegaraan Arcandra, Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DRPD (UU MD3) dan mengenai penandatanganan terkait kenaikan uang mobil pejabat
"Kecolongan ini fatal sekali, karena Pak Jokowi punya instrumen yang lengkap sebagai presiden. Karena ini terkait martabat bangsa.
Ini lebih parah karena melanggar undang-undang," tutur Dahnil Anzar.
Budiman Sudjatmiko pun lantas memberikan pernyataan untuk menjawab Dahnil Anzar.
Menurutnya, kecolongan yang dilakukan Jokowi ini terkait masalah adanya miss komunikasi atau kekeliruan dalam kebijakan.
Namun, jika membandingkan dengan kasus Hoax Ratna Sarumpaet maka akan sangat berbeda.
"Sesuatu disebut hoax, itu ketika ada indikasi pelanggaran hukum. Apa yang dilakukan Pak Jokowi dengan segala kelemahannya, itulah kekeliruan kebijakan," tutur Budiman Sudjatmiko.
Pasalnya, menurut Budiman, kebijakan tersebut tidak bisa dipidanakan.
Sementara kasus hoax ini justru melanggar hukum sehingga pelakunya perlu dipidanakan dan tak bisa diselesaikan dengan minta maaf.
"Kebijakan tidak bisa dipidanakan, pelanggaran hukum tidak bisa diselesaikan minta maaf,"balas Budiman Sudjatmiko.
Lnatas, Budiman Sudjatmiko juga menyebutkan perihal kasus Ahok.
"Kita lihat Ahok, sudah minta maaf tapi masih dipidanakan," lanjut Budiman.
Beberapa kecolongan Jokowi ini diantaranya adalah mengenai kewarganegaraan Arcandra Tahar sehingga menyebabkan ia diberhentikan sebagai menteri ESDM.
"Bahkan menurut Andre, Joko Widodo (Jokowi) juga pernah tidak cermat karena mengangkat Arcandra Tahar sebagai menteri ESDM, padahal berkewarganegaraan Amerika serikat.
Saya tanya lagi sekarang dulu waktu Jokowi angkat Arcandra Tahar memvalidasi engga? Memverifikasi engga? Teliti dan cermat engga?" kata Andre Rosiade, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Kamis, (4/10/2018).
Padahal menurut Andre, Jokowi memiliki sejumlah perangkat negara yang memiliki kemampuan dan teknologi untuk melakukan verifikasi.
"Kok tiba tiba ngangkat warga negara Amerika sebagai menteri ESDM, haruanya aple to aple, Prabowo tidak punya tim perangkat negara seperti pak Jokowi," lanjut Andre kepada Tribunnews.
Pengangkatan Arcandra sebagai Menteri ESDM menggantikan Sudirman Said pada 27 Juli 2016 menuai kontrovensi.
Saat itu, Jokowi dikabarkan tidak mengetahui jika Arcandra Tahar masih memegang paspor Amerika Serikat.
Arcandra Tahar memang sudah melakukan proses naturalisasi pada Maret 2012 dan mengucap sumpah setia sebagai warga negara AS.
Karena hal tersebut, Arcandra pun memiliki dwi kewarganegaraan yakni Amerika dan Indonesia. Sementara itu, Indonesia hanya menganut kewarganegaraan tunggal.
Arcandra ini diketahui memiliki kewarganegaraan Amerika Serikat, padahal sayarat untuk menjadi menteri ini adalah Warga Negara Indonesia (WNI).
Undang-Undang Imigrasi juga menyebutkan, seseorang serta-merta hilang kewarganegaraan RI-nya jika menjadi warga negara asing.
Karena isu dwikewarganegaraan yang semakin merebak itu, Arcandra pun diberhentikan sebagai menteri ESDM pada 15 Agusutus 2016.
Tak hanya itu, ada juga berita mengenai soal kecolongan Jokowi dalam Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DRPD (UU MD3).
Pasal-pasal dalam UU MD3 yang menuai polemik lantaran dinilai mengancam kebebasan berpendapat dan demokrasi, yakni Pasal 73 yang mengatur tentang menghadirkan seseorang dalam rapat di DPR atas bantuan aparat kepolisian.
Ada juga Pasal 245 yang mengatur angota DPR tidak bisa dipanggil aparat hukum jika belum mendapat izin dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan izin tertulis dari Presiden.
Terakhir, yakni Pasal 122 huruf k yang mengatur kewenangan MKD menyeret siapa saja ke ranah hukum jika melakukan perbuatan yang patut diduga merendahkan martabat DPR dan anggota DPR.
Presiden Joko Widodo pun menegaskan ia tidak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk membatalkan sejumlah pasal kontroversial dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3.
Sebagai solusinya, Jokowi mempersilakan masyarakat untuk melakukan uji materi pasal-pasal kontroversial di UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi.
Kecolongan lainnya adalah soal pemberian uang untuk pembelian mobil pejabat negara.
Dikutip dari Kompas.com, Presiden Joko Widodo telah menandatangani peraturan presiden untuk mencabut Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan.
Saat menandatangani perpres itu, Jokowi mengaku tidak mencermatinya satu per satu.
Dalam aturan tersebut, uang muka mobil untuk pejabat negara berkisar Rp 116.650.000.
Adapun dalam Perpres 29/2015, uang muka itu naik 85 persen menjadi Rp 210.890.000.
Mereka yang mendapat uang muka ini adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (560 orang), anggota Dewan Perwakilan Daerah (132 orang), hakim agung (40 orang), hakim konstitusi (9 orang), anggota Badan Pemeriksa Keuangan (5 orang), dan anggota Komisi Yudisial (7 orang).
Keputusan Jokowi membatalkan Perpres 29/2015 adalah buntut dari banyaknya penolakan yang dilakukan berbagai pihak atas kenaikan uang muka mobil ini.
Sumber : TRIBUNNEWSBOGOR.COM