OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 31 Oktober 2018

Dua Contoh dari UAS Ini Bungkam Kelakuan Banser Pembakar Bendera Tauhid

Dua Contoh dari UAS Ini Bungkam Kelakuan Banser Pembakar Bendera Tauhid


10Berita  – Ustadz Abdul Somad Lc MA memaparkan dengan pelan, santai, sejuk, dan tepat sasaran terkait pembakaran bendera bertuliskan kalimat Tauhid. Semakin lengkap dengan dua contoh yang ‘memukul’ telak anggota Banser pelaku pembakaran dan para pembelanya.
Masa Kecil Ustadz Abdul Somad
Ketika Ustadz Somad masih kecil, ada kebiasaan unik yang biasa dilakukan. Ia mengumpulkan bungkus obat nyamuk bakar karena adanya tulisan Arab di bungkus obat nyamuk. Bungkus obat nyamuk itu dikumpulkan di atas lemari.
“Kenapa kau letak di atas lemari?” kata Ustadz Abdul Somad menirukan penuturan ibunya.
“Ini ada irothojib, tak boleh diinjak. Irothojib itu (kalimat) a’udzubillahi minasy syaithanirrojiim.” kata Ustadz Somad menjawab pertanyaan ibunya.
Padahal tulisan Arab di bungkus obat nyamuk bukanlah kalimat Allah atau ayat Al-Qur’an, hanya petunjuk penggunaan dan penjelasan terkait bahan obat nyamuk yang ditulis dengan bahasa Arab atau tulisan Arab melayu.
Teladan Jamaah Haji Indonesia
Ustadz Abdul Somad juga menceritakan kehati-hatian jamaah haji asal Indonesia yang takut menginjak tulisan dengan aksara Arab padahal tulisan tersebut bukan kalimat suci.
“Jamaah haji kita yang tak pandai baca tulis, yang buta huruf pun ketika di Makkah tidak berani menginjak tulisan Arab. Padahal bukan tulisan kalimat Allah, tetapi mamnu’uttadkhid (no smoking).” terang Ustadz Abdul Somad.
Menurut dai asal Pekanbaru ini, masyarakat Indonesia telah diajarkan secara turun temurun untuk menghormati budaya lain, terlebih lagi budaya Arab.
“Sampai segitunya menghormati tulisan Arab, padahal bukan kalimat Allah.” lanjutnya.
Jika bukan kalimat Allah atau ayat Al-Qur’an saja diajarkan untuk dihormati oleh nenek moyang pendahulu bangsa, apalagi yang jelas-jelas berupa kalimat suci yang di dalamnya termaktub nama Allah.
“Sangat menghormati. Takut kualat. Takut dosa. Takut kaki bengkak. Begitulah kita diajarkan secara turun menurun. Kultur budaya kita dari dulu.” tegas lulusan Universitas Al-Azhar Kairo Mesir ini. [tbw]


Sumber :