OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 11 Oktober 2018

Siap-siap, Mungkin Harga Premium Akan Naik

Siap-siap, Mungkin Harga Premium Akan Naik

Sumber Foto IstimewaIlustrasi
10Berita, Entah apa yang ada di benak pemerintah, keputusan kenaikan harga premium yang sudah diumumkan kemudian dibatalkan. Hal ini sungguh menggelikan karena menunjukkan koordinasi pejabat pemerintah sangat lemah, selain itu keputusan tidak diambil secara matang. Ini tontonan yang tidak menarik di depan public internasional yang sedang berkumpul mengikuti sidang tahunan IMF dan Bank Dunia di Bali.
Pembatalan kenaikan harga BBM Premium diumumkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). "Sesuai arahan bapak Presiden rencana kenaikan harga premium di Jamali (Jawa Madura dan Bali) menjadi Rp 7.000 dan di luar Jamali menjadi Rp 6.900, secepatnya pukul 18.00 hari ini, agar ditunda dan dibahas ulang sambil menunggu kesiapan PT Pertamina," ujar Menteri ESDM Ignasius Jonan dalam keterangan tertulisnya, Rabu (10/10)
Sekitar satu jam sebelumnya, di lobi hotel Sofitel Bali Menteri Jonan mengumumkan rencana menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium, dari Rp 6.550 per liter jadi Rp 7.000 per liter. Kenaikan harga BBM premium ini dilakukan menyusul kenaikan harga jenis pertamax yang sebelumnya sudah diumumkan PT Pertamina (Persero) berlaku mulai pukul 11.00 siang harinya.
Menteri ESDM Ignasius Jonan memberikan alasan mengapa pemerintah menaikkan harga premium. Pastinya adalah karena kenaikan harga minyak dunia, sebagai pendorong kenaikan harga BBM. Harga beberapa jenis minyak sudah naik di pasaran internasional, juga harga ICP (Indonesia Crude Price). "Karena itu pemerintah mempertimbangkan sesuai arahan Presiden Jokowi premium hari ini naik pukul 18.00 paling cepat tergantung kesiapan Pertamina ke 2.500 SPBU."
Keputusan itu yang kemudian dibatalkan. Apa yang sebenarnya terjadi? Anehnya, pada kedua keputusan itu Jonan menyebut “sesuai arahan Presiden”, baik ketika mengumumkan rencana kenaikan harga premium, pun juga ketika membatalkannya. Apakah Presiden Joko Widodo semudah itu membatalkan keputusannya? Siapa yang berani dan mampu mengintervensi Presiden Jokowi untuk masalah yang sangat penting dan berdampak luas itu?
Ada yang berspekulasi bahwa pembatalan tersebut atas permintaan Menteri BUMN Rini Soemarno dengan alasan bahwa Pertamina belum siap untuk melaksanakan keputusan tersebut. Namun alasan ketidaksiapan Pertamina seperti dicari-cari karena Jonan sendiri sebelumnya mengatakan ia sudah berbicara dengan Dirut Pertamina yang menyatakan siap melaksanakannya.
Kita tidak mengetahui pasti apa yang terjadi di balik tontonan buruk tersebut. Namun dari kisruh kenaikan harga premium ini ada beberapa hal yang menarik untuk digarisbawahi.
Pertama, koordinasi di pemerintahan Jokowi makin buruk. Keputusan sepenting itu tidak dibahas secara matang dan dilakukan secara tergesa-gesa sehingga berujung simpang siur seperti ini.
Kedua, kasus ini menunjukkan bahwa Pertamina sudah sangat sulit dan berat menanggung beban kerugian karena harus menjual premium di bawah ongkos produksi. Premium dijual di SPBU dengan harga Rp 6550 sedangkan biaya produksinya Rp 8.000 lebih per liter. Ada yang memperkirakan kerugian Pertamina bisa mencapai Rp 50 trilyun tahun ini, salah satunya karena penugasan penjualan premium tersebut.
Ketiga, pemerintah makin tidak transparan karena mengambil keputusan penting tanpa sosialisasi. Kenaikan harga Pertamax, Pertamina Dex dan Pertamax Turbo mulai Rabu (10/10) pukul 11.00, tapi tak da pengumuman sebelumnya kepada masyarakat luas. Hal ini jauh berbeda dengan keputusan kenaikan harga BBM sebelumya yang sudah diketahui konsumen.
Keempat, pemerintah hampir melanggar janji sendiri untuk tidak menaikkan harga premium dan solar hingga 2019. Janji ini sebenarnya berbau politis karena kekhawatiran akan menimbulkan keresahan masyarakat, yang pasti tidak menguntungkan bagi Jokowi dalam upaya mempertahankan kekuasannya pada Pilpres yang akan datang.
Alhasil, peristiwa pembatalan kenaikan harga premium merupakan kekonyolan yang sangat menggelikan dan tidak patut diulang. Namun kini konsumen harus bersiap-siap menghadapi kemungkinan kenekatan pemerintah untuk benar-benar menaikkan BBM beroktan 88 tersebut. Jika pemerintah, karena kesulitannya, terpaksa harus menaikkan harga premium, dampak ikutannya akan terjadi, antara lain, pastilah harga-harga kebutuhan pokok akan terkerek naik.
Maka, kita hanya bisa mengharapkan pemerintah lebih bagus koordinasinya, lebih transparan dalam pengambilan keputusan, lebih bijak dalam menjelaskan keputusannya kepada masyarakat. Kekuasaan untuk menetapkan harga BBM memang ada di tangan pemerintah. Namun berempatilah kepada rakyat yang harus menanggung beban hidup menjadi lebih berat dan sulit.
Sumber :  Sinar Harapan