Muhammadiyah: Jangan Paradoks, Suarakan Ukhuwah Tapi Bersikap Menang Sendiri
Saituasi pertama adalah adanya musibah gempa bumi di Lombok dan Sumbawa di Nusa Tenggara Barat, serta di Palu-Donggala-Sigi di Sulawesi Tengah. “Pesan utamanya agar semua tergerak untuk peduli dan berbagi meringankan beban saudara sebangsa atas musibah yang terjadi, seraya bergerak bersama agar saudara-saudara kita di dua wilayah musibah itu bangkit dan kembali menjalani kehidupan dengan baik dan lebih maju,” ungkap Haedar saat memberikan sambutan di peringatan Milad Muhammadiyah ke-106 di Pura Mangkunegaran, Surakarta pada (18/11/18).
Kedua terkait situasi nasional di tahun politik yang sedikit banyak menunjukkan egoisme kelompok dan gesekan sosial-politik satu sama lain. Meski, menurutnya, kontestasi politik memang wajar dengan dinamika persaingan dan perebutan kepentingan.
“Namun manakala tidak terkelola dengan baik dan dibiarkan serbabebas maka dapat memicu konflik dan retak sosial antarsesama anak bangsa secara saling berhadapan dan bermusuhan,” katanya.
Karenanya, dua situasi itu penting dilandasi nilai taawun untuk saling peduli dan berbagi layaknya satu tubuh di keluarga bangsa. Perbedaan politik tetap diikat oleh rasa bersaudara dan tidak menyuburkan suasana permusuhan yang meeugikan kehidupan berbangsa.
Gerakan Ta’awun Untuk Negeri dapat diaktualisasikan dalam gerakan membangun kebersamaan dengan jiwa tulus semata-mata untuk memajukan kehidupan bangsa. Umat Islam menyebut semangat kebersamaan itu dengan ukhuwah, sedang dalam idiom umum dikenal gotongroyong untuk kebaikan hidup bersama.
“Semangat ukhuwah dan gotong-royong itu niscaya terus disebarluaskan agar menjadi praktik hidup yang nyata dan bukan retorika. Ukurannya ialah ketika terdapat perbedaan pandangan dan kepentingan, satu sama lain mau saling berkorban dan berbagi, bukan saling mengutamakan kepentingan dan mau menang sendiri,” terangnya.
Wujud taawun sesama warga dan komponen bangsa dengan sikap, tindakan, dan usaha bekerjasama secara nyata. Semua pihak mau saling peduli dan berbagi, serta saling hidup maju dan makmur bersama-sama.
“Jangan sampai terjadi paradoks, di ruang publik menyuarakan ukhuwah dan gotong royong, tetapi dalam praktik menampilkan sikap aji mumpung, mau menang sendiri, dan kebiasaan menyisihkan pihak lain yang berbeda pandangan atau golongan demi kejayaan diri atau golongan sendiri dalam hasrat kuasa berlebih,” tandasnya.
Reporter: Reno
Editor: Imam S.
Sumber : Kiblat