OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 09 Desember 2018

PLN Diambang Bangkrut, 35.000 Pegawai Akan Mogok Nasional

PLN Diambang Bangkrut, 35.000 Pegawai Akan Mogok Nasional



10BERITA  - Sekitar 35 ribu pegawai Perusahaan Listrik Negara (PLN) siap melakukan aksi mogok nasional. Mogok dilakukan selama 7 hari berturut-turut jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak turun tangan mengatasi kondisi PLN yang belakangan ini semakin memburuk, antara lain akibat kerugian yang mencapai Rp18.48 triliun dan tersangkut korupsi proyek PLTU Riau-1.

“Bila tidak ada tindak lanjutnya dalam waktu dua bulan ke depan. Maka kami pegawai PLN yang tergabung dalam SP PLN yang terdiri dari 49 DPD SP PLN seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke dengan 35 ribu anggotanya terpaksa istirahat dulu dari pekerjaan rutinnya. Kami akan menggunakan hak kami yang dilindungi UU untuk melakukan mogok kerja selama 7 hari,” ujar Ketua Umum SP PLN, Jumadis Anda di Jakarta, Rabu (5/12/2018).

Jumadis menegaskan, dalam mogok nasional nanti, pegawai PLN akan datang ke kantor atau pembangkit listrik. Namun pegawai PLN tidak akan bekerja. Tidak bekerja juga akan dilakukan pegawai PLN yang dibagian pembangkit. Sehingga dalam aksi nanti bisa saja PLN tidak akan beroperasi atau terjadi pemadaman. Namun SP PLN berharap aksi demo tidak terjadi sehingga tidak akan merugikan rakyat lainnya

“Tapi kami berharap tidak terjadi mogok kerja.Karena nanti yang dirugikan rakyat.Makanya kami berharap Presiden turun tangan.Sehingga PLN kondisinya bisa sehat kembali,” paparnya.

Terkait kondisi PLN yang memburuk, sambung Jumadis, sebenarnya telah diprediksi sejak lama. Apalagi diakhir 2017 yang lalu Menteri Keuangan sudah menyampaikan bahwa kondisi keuangan PLN sangat mengkhawatirkan dan bisa menyebabkan gagal bayar serta dapat beresiko terhadap keuangan negara.Oteh sebab itu Menkeu mengingatkan dan memberi solusi agar permasalahan energi primer yang merupakan biaya terbesar di PLN menjadi perhatian.

“Kerugian yang ditanggung PLN tentu saja pada akhirnya akan dibebankan kepada rakyat. Hal ini tentu tidak kita inginkan karena dengan sendirinya rakyat akan semakin susah dan perekonomian negara akan semakin terpuruk,” jelasnya.

Tidak Taat

Selain tersangkut kerugian yang mencapai puluhan triliun dan tersangkut korupsi, sambung Jumadis, permasalahan PLN lainnya yakni upaya pelemahan diinternal PLN yang dilakukan oleh Direksi PLN. Direksi PLN melakukan ketidaktaatan terhadap kesepakatan yang telah dibuat berupa Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan peraturan perundang-undangan yang ada.

“Kesepakatan dan peraturan-peraturan yang ada terkait ketenagakerjaan dilanggar dan tidak diikuti.Seotah-olah ada grand disign untuk menurunkan motivasi kerja pegawai yang pada akhirnya membuat produktihtas kerja menurun.Sehingga PLN semakin terpuruk,” jelasnya.

Saat ini, lanjut Jumadis, Direksi PLN membuat ‘aturan’ sendiri yang melanggar peraturan yang ada. Misalnya aturan terkait usia pensiun pegawai yang seharusnya sesuai PKB pensiun usia 56 tahun namun dibuat menjadi 46 tahun. Padahal saat usia 46 tahun merupakan masa-masa puncak kompetensinya. Dikhawatirkan kebijakan ini dibuat dengan dilatar belakangi oleh pemillk modal terutama perusahaan-perusahaan outsourcing yang bergerak dalam bidang penyedia tenaga kerja.

“Selain itu ada peraturan perjalanan dinas. Perjalanan tidak dilengkapi dokumen perjalanan dan biaya perjalanan ditanggung oleh pegawai terlebih dahulu. Saat ini ada ratusan pegawai PLN dianggap melakukan pelanggaran perjalanan dinas. Pegawai-pegawai ini bakal kena sanksi terhadap kesalahan yang bersumber dari aturan yang ada tidak sesuai PKB dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tandasnya.

Terpisah pengamat energi dari Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman menilai, tuntutan SP PLN agar Presiden Jokowi turun tangan untuk mengatasi kondisi PLNsepertinya mustahil. Kondisi PLN yang memburuk karena banyak proyek EPC dan IPP yang terkesan ada dugaan mark-up sehingga membebani arus keuangan PLN. Kondisi tersebut juga diperparah dengan setiap kenaikan harga energi primer seperti batubara, minyak dan gas yang membebani PLN karena tidak boleh menyesuaikan tarif dasar listriknya.

Akibatnya, sambung Yusri, wajar kondisi keuangan PLN akan berdarah darah terus. Karena beban pinjamannya yang cukup besar dalam bentuk dolar tapi yang dijual dalam bentuk rupiah.Tidak heran tahun lalu ada surat dari Menkeu ke Menteri KESDM dan BUMN akan potensi gagal bayar hutang PLN yang akan jatuh tempo. 


Sumber: harianterbit