Dipo Alam| TWITTER/@dipoalam49

10Berita   Mantan Sekretaris Kabinet Indonesia Bersatu II, Dipo Alam, mengunggah sebuah postingan kalimat yang menanyakan adanya organisasi serta lembaga pemeringkat yang memberikan peringatan akan utang yang meningkat terhadap negara maju, termasuk Indonesia.
Organisasi dan lembaga pemeringkat yang dimaksud olehnya, yaitu Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) serta Lembaga Standard & Poors (SP). Ditambah lagi Bank Dunia, yang kini juga mulai memperingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tidak memberikan keluasaan kepada BUMN untuk berutang dengan tujuan pembangunan infrastruktur.
OECD mengingatkan meningkatnya utang-utangBUMN dan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Kini Bank Dunia kritik juga. Banyak yang mengingatkan kejadian-kejadian debt trap (utang menjebak). Mereka bukan genderuwo kan? @RamliRizal @KemenBUMN,” cuit akun @dipoalam49, Minggu (6/1/2019).
Selanjutnya, S&P menyebut, jika rasio utang20 BUMN pada tahun kemarin meningkat hingga 5 kali dari laba kotor.
“Standard & Poors laporkan rasio utang 20 BUMN konstruksi naik 5x terhadap pendapatan kotor. Neraca keuangan BUMNsektor konstruksi memburuk setelah aktif diberbagai proyek infrastruktur pemerintah. SPgenderuwo juga? @RamliRizal @KIBCentre @saididu @arifz_tempo,” katanya.
Sementara, Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzahmerespon terkait postingan Dipo Alam. Dia berpendapat yang sama dengannya jika BUMN semakin diberikan keluasaan penugasan, maka utang pemerintah akan semakin membengkak.
“Penugasan kepada BUMN adalah bahaya....waspadalah...,” re-tweet akun @Fahrihamzah.
Sebelumnya, Menteri BUMN, Rini M Soemarno menegaskan, bahwa utangBUMN hanya berkisar Rp2.000 triliun, bukan Rp5.000 triliun.
"Begini ya, kemarin ada yang bicara mengenai jumlah (utang) Rp5.000 triliun, ini mungkin yang perlu saya ingin tekankan supaya sadar bahwa utang korporasi BUMN itu Rp1.980 triliun. Jadi hampir Rp2.000 triliun, bukan Rp5.000 triliun," jelasnya, Kamis (13/12/2018). []
Sumber : AKURAT.CO