Lucky M. Lukman
uutlucky@gmail.com
Lucky M. Lukman
10Berita  PEMERIKSAAN saksi dalam sidang perkara dugaan suap perizinan proyek Meikarta kembali mengungkap fakta baru adanya nama-nama pemangku kebijakan yang diduga memiliki keterlibatan. Kini, nama dua orang politikus PDIP ikut terseret.

Nama pertama yaitu Waras Wasisto, Ketua Fraksi PDIP di DPRD Jabar dan yang kedua adalah anggota DPRD Bekaai dari PDIP, Sulaeman. Dalam sidang terungkap jika permintaan uang Rp 1 miliar dengan mengatasnamakan Sekda Jabar, Iwa Karniwa ternyata dilontarkan oleh keduanya ke pejabat Pemda Bekasi.

Sementara Iwa dalam pertemuan dengan pihak Meikarta dan pejabat Pemkab Bekasi hanya menyatakan mau mencalonkan sebagai bakal calon gubernur Jabar.

"Kami hanya dipertemukan dengan beliau (Iwa). Dan pada saat itu beliau bilang mau nyagub (nyalon gubernur)," ungkap mantan Sekretaris Dinas PUPR Bekasi, Hendry Lincoln di Pengadilan Tipikor Bandung, Jln. L.L.R.E Martadinata, Senin (21/1/2019).

Kemarin, Hendry menjadi saksi untuk terdakwa Billy Sindoro cs. Selain Hendry, penuntut umum KPK juga menghadirkan lima orang saksi lainnya, yaitu mantan Kabid Penataan Ruang PUPR Bekasi Neneng Rahmi Nurlaili, mantan Kadis PUPR Bekasi Jamaludin, Kasi Pencanaan Ruang PUPR Dicky Cahyadi, Kabid Pekerjaan Umum PUPR Ina Karlini, dan Kasi Penataan Bangunan PUPR Andug Nusantara.

Dari pantauan galamedianews.com di persidangan, nama kedua politisi PDIP tersebut kerap disebut-sebut oleh beberapa saksi dengan peran yang cukup aktif. Terutama soal penerimaan uang mengatasnamakan Sekda Jabar, Iwa Karniwa. Peran Iwa sendiri sebagaimana keterangan saksi, pada proses itu seolah cukup pasif.

Dalam keterangannya, Hendry mengaku tiga kali mengadakan pertemuan dengan Iwa Karniwa. Pertemuan pertama diinisiasi oleh anggota DPRD Bekasi Sulaeman dan anggota DPRD Jabar yang juga Ketua Fraksi PDIP, Waras Wasito. "Pertemuan pertama di rest area KM 72 Tol Purbaleunyi," kata Hendry.

Penuntut umum KPK langsung menanyakan apakah dalam pertemuan itu ada permintaan uang sebesar Rp 1 miliar untuk kepengurusan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Saksi Hendry pun menjawab secara ringkas.
"Belum ada. Baru setelah pa Sekda pulang, la Waras dan pa Sulaeman langsung bilang," kata Hendry.

Selanjutnya, digelar pertemuan kedua Sekda di ruang kerjanya di Gedung Sate, Kota Bandung. Pertemuan kedua itu, pihaknya meminta kejelasan soal pengajuan draf raperda RDTR yang bakal dibahas di BKPRD Jabar.
Begitu juga dengan pertemuan ketiga, yang dilakukan di ruangan yang sama. Hendry kembali menegaskan, dalam pertemuan itu tidak ada permintaan uang.

"Pertemuan yang ketiga juga sama (tidak ada permintaan uang). Namun saat itu persetujuan (rekomendasi) RDTR belum turun," tambahnya.

Penuntut umum KPK, Yadyn kemudian menyinggung kembali soal hang senilai Rp 1 miliar. Yadyn menanyakan kepada siapa uang itu diserahkan. Menjawab pertanyaan, Hendry mengaku uang Rp 1 miliar untuk Iwa diserahkan lewat Sulaeman dan Waras Wasito. Penyerahan dilakukan secara bertahap.

"Diserahkan bertahap, yang pertama Rp 500 juta dan Rp 400 juta. Sisanya yang Rp 100 juta langsung diserahkan ke pa Waras," jelas Hendry.

Kendati begitu, saksi Hendry tidak mengetahui apakah uang tersebut sampai ke tangan Iwa atau tidak. Yang jelas semua uang sudah diserahkan kepada kedua orang tersebut, yakni Sulaeman dan Waras.

Seperti diketahui, Billy Sandoro cs dalam perkara ini idakwa telah melakukan suap terhadap Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin beserta beberap pejabat Pemkab Bekasi mencapai Rp 16,1 miliar dan 270 dolar Singapura. Billy bersama-sama dengan terdakwa Hendry Jasmin, Taryudi, dan Fitradjaja Purnama melakukan suap pada Juni 2017 sampai Januari 2018. Kemudian dilanjut pada Juli hingga Oktober 2018, atau setidaknya pada pertengahan 2017 hingga Oktober 2018.
Editor: Dadang Setiawan
Sumber :GalamediaNews