OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 01 Januari 2019

Sebelum Islam Datang, Penduduk Madinah Rayakan Tahun Baru?

Sebelum Islam Datang, Penduduk Madinah Rayakan Tahun Baru?

10Berita   DALAM catatan sejarah kota Yatsrib, sebelum berganti nama menjadi Madinah, penduduk kota ini menganut agama berhala seperti yang ada di Mekah. Penduduk Yatsrib sangat mengagungkan berhala Manat.
Karena agama mereka tidak memiliki kitab, penduduk Yatsrib lebih suka menentang agama lain, yang mereka anggap lebih berperan. Prioritas budaya Yahudi, Nasrani, dan Persia.

Sebelum Islam tiba di Madinah, masyarakat kota ini memiliki hari raya yang dimeriahkan dengan pesta, makan-makan, dan seterusnya. Kala itu, hari raya mereka menganut tradisi orang majusi di Persia. Hari raya itu adalah Nairuz dan Mihrajan.
Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu menceritakan, “Saya datangi kalian dan kalian punya dua hari raya, kalian kalian jadikan waktu untuk bermain. Padahal Allah telah mendukung dua hari raya terbaik untuk kalian; Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR. Ahmad)
Nairuz nama persinya Nauruz. Dialih bahasakan ke arab menjadi Nairuz. Kata Nauruz merupakan gabungan dari kata Nau dan Ruz. Nau [نو (baru)] berarti baru. Sementara Ruz [رزو (Roj)] artinya hari. Gabungan dua kata ini berarti hari baru [يوم جديد].
Perayaan Nauruz di Persia, diperingati setiap tahun, sebagai hari raya tahun baru mereka. Dalam perhitungan kalender masehi, hari Nairuz bertepatan dengan tanggal 21 Maret. [Alitthad.com]
Perayaan Nairuz dan Mihrajan yang dirayakan penduduk Madinah, isinya hanya bermain-main dan makan-makan. Sama sekali tidak ada ritual yang dilakukan layaknya orang Majusi, sumber asli dua perayaan ini.
Namun mengingat dua hari ini adalah perayaan orang non-Muslim, Nabi Muhammad SAW melarang dua hari raya dari Majusi ini. Sebagai gantinya, Allah SWT memberikan dua hari raya terbaik, Idul Fitri dan Idul Adha.
Tahun baru Masehi bukan tradisi Islam. Perayaan ini datang dari orang non-Muslim. Sebagian referensi, menyebut tahun baru merupakan pesta warisan dari masa lalu yang sebelumnya dirayakan oleh orang-orang Romawi. Mereka (orang-orang Romawi) menandai hari yang istimewa ini untuk dewa yang bernama Janus.

Janus adalah dewa yang memiliki dua wajah, satu wajah memandang ke depan dan satu lagi memandang ke belakang. Ini sebagai filosofi masa depan dan masa lalu, layaknya momen pergantian tahun.
Barulah setelah Islam hadir di Madinah, Rasulullah SAW melarang semua kegiatan perayaan yang bukan tradisi Islam. Semisal memeriahkan tahun baru Masehi. Wallahu ‘alam. []

Sumber: Umpan Ammi Nur, Dewan Pembina Konsultasisyariah.com