Sri Mulyani dapat Hadiah Neolib lagi, Pelayan Asing yang Loyal dan Doyan Potong Anggaran
10Berita - Dikabarkan Menkeu Sri Mulyani (SMI) dapat ‘’hadiah’’ lagi dari banker dunia. Sudah tentu Bankir Dunia kasih hadiah SMI, wong buat bankir dunia, SMI sangat menguntungkan mereka. Yield surat utang Indonesia era Menkeu Sri Mulyani termasuk tertinggi di dunia (8,5%). Selama ini SMI juga rajin bayar utang, kalau perlu potong anggaran BNPB atau kasih rendah biaya asuransi bencana, dll. '' Menkeu Sri Mulyani itu pelayang asing, sangat loyal pro-asing dan menghamba pada kepentingan asing (Bank Dunia/IMF/sejenisnya) maka dia dijuluki Dewi Neoliberal,'' kata Nehemia Lawalata, mantan Sekretaris Politik Prof. Sumitro Djojohadikusumo.
Akibatnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengeluhkan anggaran di 2019 kecil. Bahkan, Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB, Sutopo Purwo Nugroho menyebutkan anggaran BNPB semakin turun dari tahun ke tahun.
Menanggapi hal itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan anggaran yang diputuskan untuk 2019 hanya sebatas untuk keperluan operasional. Sedangkan, dana tersebut berbeda untuk anggaran bencana alam.
Sebab, dana bencana alam atau disebut dengan dana on call akan dikeluarkan ketika terjadi bencana alam. Sehingga dana yang dianggarkan sebanyak Rp 610 miliar untuk tahun 2019 di luar kejadian bencana alam.
Menanggapi hal itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan anggaran yang diputuskan untuk 2019 hanya sebatas untuk keperluan operasional. Sedangkan, dana tersebut berbeda untuk anggaran bencana alam.
Sebab, dana bencana alam atau disebut dengan dana on call akan dikeluarkan ketika terjadi bencana alam. Sehingga dana yang dianggarkan sebanyak Rp 610 miliar untuk tahun 2019 di luar kejadian bencana alam.
"Anggaran bencana di dalam mekanisme anggaran itu mungkin tidak hanya dilihat di anggaran BNBP di dalam DIPA. Karena kalau terjadi bencana seperti di Lombok, kemudian di Palu, kemudian Banten itu kita akan merespons BNPB apa yang disebut dana on call," kata Sri Mulyani usai konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (2/1/2019).
"Jadi kalau sekarang disebut dana di BNPB kecil anggarannya itu tidak merefleksikan seluruh anggaran yang disediakan untuk menghadapi bencana. Untuk tahun ini saja,Rp 7 triliun. Kalau lihat anggarannya di BNPB kata Pak Topo cuma Rp 610 miliar. Itu mostly adalah untuk BNPB sendiri. Penanganan bencana itu melalui sebuah mekanisme on call," tegas dia.
"Jadi kalau sekarang disebut dana di BNPB kecil anggarannya itu tidak merefleksikan seluruh anggaran yang disediakan untuk menghadapi bencana. Untuk tahun ini saja,Rp 7 triliun. Kalau lihat anggarannya di BNPB kata Pak Topo cuma Rp 610 miliar. Itu mostly adalah untuk BNPB sendiri. Penanganan bencana itu melalui sebuah mekanisme on call," tegas dia.
Menurut Sri Mulyani dana bencana dibuat terpisah karena bencana alam tidak dapat diprediksi waktunya. Pemerintah telah menyiapkan Rp 1 triliun untuk bencana alam di tahun 2019. Selain itu, untuk mengantisipasi bencana Kementerian Keuangan mengasuransikan barang-barang milik negara sebagai antisipasi penanganan bencana alam.
"Melihat dari ilmu pengetahuan, sains teknologi, apakah ada melakukan kalibrasi dari bencana seperti yang disebutkan di berbagai negara seperti di Latin Amerika itu ada mekanisme yang kemudian bisa diterjemahkan dalam mekanisme asuransi bencana yang bisa disebut fulling fund. Kita juga sudah mengasuransikan semua barang milik negara, gedung-gedung, yang lain lain. Sehingga itu suatu bentuk penanganan bencana. Tahun 2019 ini kita mulai dengan Rp 1 triliun dulu," jelasnya. (hns/hns)
"Melihat dari ilmu pengetahuan, sains teknologi, apakah ada melakukan kalibrasi dari bencana seperti yang disebutkan di berbagai negara seperti di Latin Amerika itu ada mekanisme yang kemudian bisa diterjemahkan dalam mekanisme asuransi bencana yang bisa disebut fulling fund. Kita juga sudah mengasuransikan semua barang milik negara, gedung-gedung, yang lain lain. Sehingga itu suatu bentuk penanganan bencana. Tahun 2019 ini kita mulai dengan Rp 1 triliun dulu," jelasnya. (hns/hns)
Sumber : Konfrontasi